Sunday, May 28, 2006

Feature ini terinspirasi dari tulisan Seno Gumira Adjidarma dalam buku Affair: Obrolan tentang Jakarta.
Saya sangat bersemangat sewaktu meliput dan menuliskannya. Sayang, redaktur saya bodoh. Fetaure yang dimuat di koran jadi jelek dan kehilangan esensi dari apa yang ingin saya sampaikan.
Karenanya, saya masukkan ke sini untuk kamu baca, kamu tangkap maknanya, dan kamu kritisi. Untuk membuat saya terpacu menulis dengan baik.
Enjoy!
Membeli Air Terjun
Gemericik air yang jatuh ke kolam dan suara gesekan tanaman bambu menemani Abdul Muis (61) di halaman rumahnya. Ia duduk di sebuah kursi taman sambil memandangi ikan-ikan koi yang berenang di kolam.

Di suatu siang, Emely (55) berdiri di tengah-tengah taman rumahnya. Ia sedang mengamati percikan air yang tumpah dari air terjuan buatan ke kolam renang di tengah taman. Suara air mengalir dari ketinggian 3 meter menambah kesejukan taman di halaman rumah Emely.

Di kiri dan kanan bawah air terjun, terdapat tanaman-tanaman hias, seperti anggrek, bougenville, dan mawar. Selain itu, terdapat pula pot-pot besar tanah liat yang seolah menyatu dengan nuansa terakota dari keseluruhan taman.

Muis dan Emely senang menikmati air terjun buatan yang ada di halaman mereka. Air terjun buatan, kolam hias, taman bunga, atau gazebo taka sing lagi dijumpai di rumah-rumah warga Jakarta.

Seringkali taman tersebut juga dihiasi dengan relief binatang seperti Bangau, Kuda, Ikan, dan Jerapah. Bahkan, ada pula yang menghias tamannya dengan relief dewa-dewa Yunani, Yesus, dan Bunda Maria.

Karenanya, di beberapa jalan seringkali terdapat pembuat taman ataupun air mancur. Mereka ada di sepanjang jalan Ahmad Yani (Pulomas), seberang Taman Ria Senayan, sekitar terminal Lebak Bulus dan daerah Klender.

Menurut salah seorang pembuat air terjun di daerah Pulomas, Sugian Togatorop, biaya pembangunan air terjun bervariasi. Biasanya sekitar 500 ribu sampai 1 juta rupiah per meter. Tinggi air terjun pada umunya 3 meter, meski ada juga yang membangun lebih tinggi.

“Saya bahkan pernah membangun air terjun seharga 200 juta di salah satu rumah sekretaris menteri di daerah Cipulir. Air terjun itu tingginya 12 meter dan dilengkapi dengan 3 kolam besar. Luas tanahnya 400 meter dan dikerjakan 15 orang selama 2 bulan,” cerita Sugian.

Menurutnya, jika dilihat dari bawah kolam itu menyerupai gunung. Apalagi dengan gazebo ukuran besar dan kolam dibuat bertingkat-tingkat.

Untuk tren saat ini, banyak orderan untuk air terjun minimalis, yaitu yang menempel di tembok. Batu alam yang digunakan pun biasanya batu andesit yang berwarna hitam atau putih.
Jenis ini diminati karena praktis dalam perawatan dan tidak berisik. Tidak seperti air terjun klasik yang bertingkat-tingkat, jenis air terjun ini tidak butuh ruang yang luas. Walau luas tanah hanya 1 meter, tapi tetap bisa dibangunkan air terjun minimalis.

Selama 25 tahun menekuni usaha ini, Sugian melihat bahwa warga ibukota membangun air terjun dan kolam hias di rumah mereka tidak hanya untuk estetika.

“Mendengar suara air terjun, melihat ikan-ikan yang berenang, ataupun melihat air yang mengalir bisa menghilangkan stres. Apalagi warga ibukota biasanya hanya melihat gedung-gedung bertingkat,” ujar Sugian.

Menurut ahli sosiologi perkotaan Tubagus Haryo, hal ini bisa jadi karena taman umum yang baik sangat jarang dijumpai. Kalaupun ada, justru malah dipagari sehingga menghalangi warga untuk mengaksesnya.

“Taman kota memilki banyak fungsi. Pertama, sebagai paru-paru kota. Kedua, sebagai public space (ruang terbuka umum), tempat dimana maksyarakat berkumpul sambil menikmati suasana yang asri. Malahan, public space bukan di taman tetapi di pusat perbelanjaan,” ujar Tubagus yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Forum Warga Jakarta.

Selain itu, ada juga fungsi psikologis, yaitu untuk melepas kepenatan seusai bekerja. Hal ini diakui pula oleh Muis yang sehari-harinya bekerja sebagai dosen di Universitas Muhammadiyah.

Warga Ciputat ini bahkan memiliki dua air terjun yang masing-masing dilengkapi kolam hias di rumahnya. Di halaman depan, air terjun setinggi 3 meter dilengkapi dengan kolam ikan. Satu lagi di tengah rumah berukuran lebih kecil namun dihiasi dengan batu alam dan rumpun bambu jepang.

Meski membutuhkan biaya sebesar 4 juta rupiah, namun menurutnya sangat banyak manfaat yang ia peroleh dari air terjun di rumahnya.

“Air terjun dan kolam berfungsi untuk terapi alam, sirkulasi udara, dan menghilangkan stres. Hal ini perlu karena dalam hidup butuh keseimbangan. Tidak hanya antara dunia dan akhirat, namun jasmani dan rohani kita juga. Setelah bekerja seharian, kita butuh olah raga dan melihat yang hijau-hijau untuk keseimbangan pikiran,” ujar lelaki yang gemar memandangi ikan-ikan koinya.

Lain lagi menurut Emely, awalnya ia membangun kolam renang dan air terjun untuk menambah nilai jual rumahnya. Meski hanya berukuran 4x6 meter, tapi ia menghabiskan biaya sekitar 50 juta untuk pembangunannya.

“Setelah ada air terjun dan kolam, saya jadi suka jalan-jalan di taman. Saya suka mendengar suara airnya. Seperti berada di gunung,” ujar Emely yang bekerja sebagai karyawan swasta di sebuah perusahaan minyak.

Budayawan dan sastrawan Seno Gumira Ajidarma dalam bukunya berjudul Affair: Obrolan tentang Jakarta juga menangkap fenomena ini. Menurutnya, air terjun dalam rumah adalah suatu karya baru, ketika manusia Jakarta yang terpaksa hidup berdesak-desak menerjemahkan alam dalam dirinya yang merindukan sesuatu.

Hal tersebut adalah gemericik air yang membawa warga Jakarta ke suatu tahap kontemplatif.

“Bukan sekedar masalah ruang yang sedang dihadapi di sini, melainkan kejiwaan – dan seterusnya…” (IKA)

Thursday, May 18, 2006

Manusia Inbox (2)

Saya menghapus semuanya dengan sekali tekan
Dan semuanya hilang hanya dalam 3 hitungan
Sudahlah, biarkan saja...

Tuesday, May 16, 2006




Ternyata kau masih mengingatnya


Impian kita untuk menjadi diri sendiri

yang kita semai sewaktu kau masih memakai tas kuning yang norak dan aku berjalan mengangkang seperti anak laki-laki

yang kita bayangkan sambil sesekali ditilang polisi, mengisap sampoerna mild merah, kebingungan dengan topik liputan, mengetik hingga larut, dan juga menonton di bioskop sebagai pelarian karena tugas yang menumpuk


Impian kita untuk bahagia

Berdiri di depan jendela sebuah apartemen sambil menikmati kopi hangat yang baru saja dituang dari mesin cappucino bikinan luar negeri
Tergesa-gesa berpakaian sambil sarapan, membuang sampah, memberi makan kura-kura, dan juga melihat berita pagi di televisi plasma

Belum lagi wisata safari ke Afrika, menyelam di pulau berau untuk melihat ubur-ubur, bungee jumping, berfoto di puncak rinjani, atau makan siang di venesia..


Aku bahkan sudah bahagia hanya dengan membayangkannya

Sore ini, kau mengingatkanku semuanya
Kau mengatakan semuanya sewaktu sinar emas matahari senja jatuh di jari-jariku yang sedang mengetik

Aku belum separuh jalan, meski mulai lebih dulu

Kawan, bukan masalah jika kita gagal

Dan apakah yang sebenarnya kita inginkan?

(Untuk Puti, untuk waktu-waktu bahagia yang kita lewati meski tidak harus menjadi masokis)

Sunday, May 14, 2006

Kenapa hidup seringkali berulang?
Aku di tempat ini, suara-suara ini, udara ini, dan langkah tergesa-gesa ini
Semua tertawa
Dan kali ini aku turut serta..
Aku tertawa hingga mataku menyipit dan semua mengabur

(Ya, tempat cd-nya lima ribu, lima ribu. Ya, airnya yang haus, yang haus.)
Tuhan, aku mengintipmu tadi
sebentar saja..
Sewaktu kabut menutupi gunung dan tetesnya jatuh di wajahku dan membuatnya kebas
Setelah dua detik yang lama, keindahan itu perlahan-lahan menyusut
Dan aku menjadi marah
pada entah siapa...


(Setelah saya melihat awan bergerak-gerak cepat seperti di dalam film, Halimun, 07 Pebruari 2005, 20:25)

Thursday, May 11, 2006

INTERNATIONAL BEST PRACTICES FOR INCREASING INCUBATORS EFFICIENSCIES


Inilah yang kualami seharian kemarin, Rabu (10/05):

= Bangun pagi, mandi, dan naik angkot

= Sewaktu sedang tidur di angkot, sekitar 10 meter sebelum terminal Pulo Gadung, ada telepon dari JN Tongki:

Tongki : “Ka, lo dimana?”
Ika : “Gue di angkot, udah di Pulo Gadung. Kenapa ton?”
Tongki : “Lo di suruh nelpon Pak bos. Dari tadi Hp lo gak bisa dihubungin.”
Ika : “Kenapa emang ton?”
Tongki : “Nggak tau. Lo telpon dia aja.”
Ika : “Oke, Ton. Thanks ya.”

Ika menghubungi pak bos
Ika : “Halo selamat pagi. Pak bos ini Ika. Ada apa, Bos?”
Pak bos : “Kamu udah nyampe mana, Ka?”
Ika : “Masih di jalan, bos. Masih di Pulo Gadung. Kenapa?”
Pak bos : “Nanti kalau kamu di sana, bilang saja dari Jurnal Nasional. Kemarin Tono sudah daftar. Harusnya sih nggak ada masalah. Tapi kalau ada apa-apa, kamu telpon aja.”
Ika : “Oh… Oke..Oke.”

Setelah itu, saya naik Mayasari P15 jurusan Pulo Gadung-Blok M. Turun di pinggir jalan, naik jembatan penyeberangan, dan masuk ke dalam Bidakara.

Ika : “Pak, kalo hotel Bimakarsa dimana ya?”
Pak satpam : “Oh, masuk aja terus. Nanti keluar pintu belakang, lalu jalan ke kanan, nah disitu hotelnya.”
Ika : “Iya..Iya.. Makasih, Pak!”

Lalu saya pun mengikuti instruksi pak satpam. Masuk ke hotel dan melewati serangkaian pemeriksaan dari sekuriti hotel. Setelah itu bertanya ke petugas di lobby:

Ika : “Pak, kalo seminar ini di mana ya?”
[Sambil memperlihatkan selembar kertas yang sudah lecek]
Lobby man : “Coba liat aja di situ, mbak.”
[Sambil menunjuk ke papan pengumuman yang ada pas di depan mata saya]
Ika : “Aduh kok nggak ada ya pak?”
Lobby man : “Coba liat mbak.”
[Sambil menunjuk ke kertas lecek yang saya pegang]
Lobby man : “Kok nggak ada ya mbak?”
Ika : (Lha? Nih orang gimana sih?!!! Kan gue udah bilang kalo nggak ada!)

Lalu saya pun menelepon Tongki

Ika : “Halo. Ton, gue udah di Bumikarsa tapi orang hotelnya nggak tau seminar itu di ruangan mana.”
Tongki : “Ada di lantai 2, Ka.”
Ika : “Oke, Ton! Thanks ya.”

Lalu saya pun berjalan ke arah lift, masuk ke lift, melihat ada karpet kuning yang bertuliskan kata Rabu (Wednesday), memencet tombol 2, dan pintu pun tertutup.

Setiba di lantai dua, saya mendaftar ke penerima tamu sebelum masuk ke ruangan Bimasakti.

Mbak-mbak : “Dari mana, Mbak?”
Ika : “Dari Jurnal Nasional.”
[Sambil tersenyum manis sedikit dipaksa, maklum mbak-mbak seperti ini hanya menawarkan senyum palsu, keramahan yang dipaksakan]
Mbak-mbak : “Lho? Mas Tononya ke mana?”
Ika : Oh, dia liputan di tempat lain. Gantian ama saya.”
[Sementara saya menjawab pertanyaannya, dia malah sibuk mengambil map besar berwarna biru. Betul kan? Hanya basa-basi. Kenapa juga harus saya jawab ya?]
Mbak-mbak : “Ini mbak bahannya.”
[Masih dengan senyum palsu]
Ika : “Makasih”
[Juga dengan senyum yang sama palsunya]

Akhirnya, pertarungan yang sesungguhnya dimulai…

Saya ternyata datang terlambat. Sudah ada seorang ibu berbadan gendut di podium. Di sebelahnya ada seorang moderator. Biar konsentrasi saya tidak pecah, seperti biasa, saya memilih duduk di depan. Kali ini, barisan kedua dari depan, karena di baris paling depan sudah ada yang menempati. =(

(Aduh! Saya benar-benar tidak tahu harus bagaimana. Saya tidak mengerti apapun tentang materi ini. Judulnya saja susah dibaca: International Best Practices for Increasing Incubators Efficiences.)

Dan seminar itu pun berlanjut…
Wasweswos… Wasweswos… Weskeweskewes…

Sekitar pukul 09.45 waktu hotel Bumikarsa, seorang perempuan dengan baju ketat dan rok mini dan riasan yang menor maju ke podium.

Perempuan dengan baju ketat dan rok mini dan riasan yang menor: “Bapak-bapak dan Ibu-ibu, [memangnya ada berapa banyak Bapak dan Ibu sih?] sekarang waktunya coffe break selama 10 menit. Sesi selanjutnya kita mulai pukul 10.05.”

Bapak-bapak dan Ibu-ibu: “Hah? Bukannya 10 kurang 5, Mbak?”

Perempuan dengan baju ketat dan rok mini dan riasan yang menor: “Eh iya. Maksudnya 10 kurang 5. Aduh kok saya bisa salah sih? [Sambil tertawa seakan malu, dan kalimat terakhir entah ditujukan pada siapa]”

Saya pun mengambil kopi di cangkir, menambahkan 1 sachet krim dan 1 sachet gula. Saya aduk dan saya minum. Ternyata enak lho!!! Mungkin kopi ini adalah hal terbaik yang saya temui hari ini =)

Setelah minum kopi, saya pun masuk ke rest room, pipis sambil mengirim pesan singkat ke Bapak saya.

To: Bokap Ganteng
Pah, telpon aku dong. Aku lg liputan seminar International Best Practices for Increasing Incubators Efficiences. Aku nggak ngerti.

Satu menit, dua menit, tiga menit…
Tidak ada respon. Saya pun harus masuk lagi ke seminar.
Kali ini, pembicaranya bule. Namanya Laurence Hewick. Dia mulai berbicara…

Blahblehbloh… Blahblehbloh… Blehkeblehkebleh…

Dan makan siang pun tiba.
Sebelum makan, saya memilih sholat zhuhur dulu. Setelah sholat saya makan. Setelah makan, saya mengirim beberapa pesan singkat.

To: Pak bos
Pak bos, dr hewick aku dapet gambaran tren bisnis global, cara berkompetisi, dan kendalanya di Indonesia. Apa sudah cukup? Ada masukan nggak?

To: Ongkel Oding [Om saya yang paling pintar di keluarga besar, seorang ekonom]

Om, nanya dong. Saya lg liputan seminar International Best Practices for Increasing Incubators Efficiences dari Canadian Business Incubators. Saya sudah dapat gambaran tren bisnis global, cara berkompetisi, dan kendalanya di Indonesia. Saya nggak tau mau nanya apa. Saya nggak ngerti. Ada masukan nggak om? Makasih.

Saya juga mengirim sms yang sama ke Bapak saya.

Teman saya Tongki juga mengirimi sms.

From: JN Tongki
Ka, gue udah bikin dua tulisan. Dari bu endang dan dari anak-anak muda. Lo wawancara bulenya aja. Have a nice day ya!

To: JN Tongki
Tongki yang manis dan imut-imut, gue nggak tau mau nanya apa niy. Lo ada masukan gak?

From: JN Tongki
Lo tanya aja bagaimana kondisi inkubator di Indonesia. Ntar juga ngalir sendiri.

[Yeah! Saya juga berharap semudah itu!]
Lalu, ternyata ada balasan dari bapak saya.

From: Bokap Ganteng
Pa2 juga buntu. Harap maklum.

Halah! Makasih pah! Membantu banget lho jawabannya!

Lalu ada balasan dari om saya.

From: Ongkel Oding
Sori om lg ngajar di sorong, jadi baru baca sms. Tanyakan prasyarat aplikasinya di Indonesia.

Setelah itu, sesi selanjutnya dimulai…

Wasweswos… Wasweswos… Weskeweskewes…
Blahblehbloh… Blahblehbloh… Blehkeblehkebleh…

Setelah berjuang menahan kantuk dengan menghabiskan semua permen mentos yang disediakan panitia, akhirnya saat yang saya nantikan pun tiba!

HORREEEEEE!!! Coffe break lagi!

Saat itulah, saat akan beranjak dari duduk saya, saya melihat bos saya maju ke podium dan berbincang dengan si Bule.

Setelah itu…
Ika : “Boss!!!! Kok sms ku nggak dibales? Aku pusing.”
Pak bos : “Tadi itu saya nggak sempet. Saya ketemu teman-teman.”
[Lalu???]
Ika :”Bos, Aku nggak ngerti seminarnya. Ini sama aja aku kuliah 6 sks nih.”
Pak bos : “Ayo kita ngobrol sambil ngopi. Ayo! Ayo!”
[Hah?? Sambil ngopi?? Saya sudah pusing nih… Otak saya sudah berdarah-darah!]

Lalu kami pun menuju ke meja prasmanan dan ternyata tidak ada kopi. Bos saya pun ke meja yang menyediakan makanan.
Pak bos : “Rasanya nggak ada wartawan yang nggak doyan kopi.”
Ika : “Ada kok. Si Tussie nggak doyan kopi.”
Tapi kalimat terakhir saya seperti angin lalu saja. Dia kembali mencari-cari kopi. Dan saya kembali bingung. Kan nggak ada kopi!!!
Pak bos : “Wah nggak ada kopi. Kita minum air saja.”
[Saya kan sudah bilang tidak ada kopi bos!]

Diambilnya segelas air putih untuk saya. Saya bilang “terima kasih”. Dia bilang “sama-sama”.
Pak bos : “Jadi, bagaimana?”
Ika : “Aku tuh nggak ngerti apa-apa. Aku cuma dapet bahan yang aku sms bos itu. Gimana cukup nggak?”
Pak bos : “Sori-sori”
Dan dia pun menghampiri si Bule, lalu memperkenalkan saya dengannya.
Pak bos : “Laurence, this is my reporter Ika.”
Si bule :”Nice to meet you.”
Ika : [dengan terbata-bata] “hehe..Me too.”

[Haruskah saya mewawancarai bule ini sekarang??]

Si Bule : “Were you there?”
Ika :”Yes.”
[Saya tahu ini standar banget, tapi apa kamu punya ide saya harus jawab apa?!!]
Si Bule : “How was it?”
[Sambil menatap ke mata saya, seakan mengharapkan sebuah jawaban yang cerdas]
Ika : “Well, too much to learn.”
Kemudian Si Bule, Pak bos, dan saya pun tertawa. Entah mereka tertawa karena yang saya ucapkan memang betul atau karena mereka pikir saya ini bego karena tidak mengerti materi yang sudah dia bawakan. Entahlah…

Karena bos saya sibuk bercakap-cakap dengan si Bule, saya pun menyingkir. Mending saya cari aman saja.
Saya pun mengobrol dengan dua orang ibu yang ternyata baru mendirikan inkubator.

Lalu sesi selanjutnya dimulai. Entah kemana perginya bos saya. Toh yang penting apa yang dikatakan bule ini.

Wasweswos… Wasweswos… Weskeweskewes…

Lalu ada pesan singkat yang masuk
From: Pak bos
Ika, bisa tlg telpon saya. Thanks.

Saya pun keluar ruangan dan meneleponnya.

Ika : “Halo, bos ini Ika. Ada apa bos?”
Pak bos : “Ika, kamu sudah selesai?’
Ika : “Ng… Udah sih.”
Pak bos : “Saya pulang duluan, sekarang sudah di jalan. Kalau kamu sempat, kamu mampir dulu ke kantor. Tapi kalau tidak, kamu pulang aja.”
Ika : “Tulisannya nggak harus hari ini bos?”
Pak bos : “Nggak. Besok juga nggak papa.”
Ika : “Oh… Iya. Iya. Udah ya.
Pak bos : “Ok. Thanks ya.”
Baru saja saya duduk, ada sms lagi.

From: Pak bos
Ika, bisa tlg telpon saya. Thanks.

From: Pak bos
Tono, bisa tolong mintakan ika telpon saya. Dia tidak bisa saya hubung. Thanks.

Ada apa sih dengan bos saya ini? Kok minta ditelpon melulu? Lagian, kenapa bukan dia yang menelepon saya?

Saya pun keluar lagi dan menelepon lagi.

Ika : “Halo, ada apa bos?’
Pak bos : “Nggak ada apa-apa.”
Ika : “Lho katanya minta ditelpon?”
Pak bos : “Oh, itu sms yang tadi pagi.”

[Yey! Makanya jangan pakai flexi atuh bos. Kan smsnya suka telat]

Lalu saya pun kembali ke ruangan dan bartanya-tanya. Tega banget nih si bos meninggalkan Saya di seminar 6 sks tanpa ngasih petunjuk apapun, bahkan tentang arah tulisan!.

Lalu saya pun kembali ke sesi terakhir seminar.

Wasweswos… Wasweswos… Weskeweskewes…


Perempuan dengan baju ketat dan rok mini dan riasan yang menor: “Sekian seminar kali ini. Sampai bertemu di seminar-seminar selanjutnya.”

Apa??!! Seminar selajutnya? Hanya di dalam mimpimu teman.

Lalu saya pun sholat ashar, lalu ada pesan singkat yang masuk
From: Pak bos
Tono, Ika. Thanks for the speedy response! Keep up the good spirit..

To: Pak bos
Thanks 4 d support. Sms pak bos pas banget.. Dari awal seminar otakku cm dijalanin gigi 1 mlulu, ga bisa lebih cepat lagi =D

From: Pak bos
Ika, tolong cermati sesinya Prof. Laurence. Kalau menarik, kita angkat jadi tulisan. Thanks.

To: Pak bos
Okeh bos! Emang dr td cuma doi yg ngisi materi. Pemateri dr bi cm bentar bgt.

From: Pak bos
Ika, mintakan kartu nama semua yang diajak ngobrol, ya. You've done very well!

[Yey! kartu nama mah pasti atuh bos!]

Setelah itu saya pun kembali ke kantor..

Di perjalanan, di atas bus Mayasari Bakti, saya tertidur. Dan tiba-tiba sudah sampai di kantor.

Sesampainya di kantor, saya pun mencari-cari rekan satu desk saya, si Tongki.

Ika : ”Tongki!!!! Tongki!!!”
Tongki: “Gimana? Dapet apa?”
Ika : ”Tongki, otak gue berdarah-darah nih. Gue kuliah 6 sks barusan.”
Tongki : “Ayo sini. Sini. Emangnya yang lo nggak ngerti yang mana?”

Dan kamipun berdiskusi panjang lebar. Sungguh! Diskusi panjang lebar! Diskusi seperti ini terakhir kali saya lakukan sewaktu sedang belajar untuk sidang komprehensif, sekitar bulan november 2005 atau 6 bulan yang lalu.

Kami terlibat diskusi panjang lebar dan entah kenapa saya begitu bersemangat. Ternyata materi tentang International Best Practices for Increasing Incubators Efficiences tidak sesulit yang saya bayangkan. Ternyata, sewaktu saya membicarakan semua kebingungan saya, dtambah masukan dari si Tono a.k.a Tongki, materi itu tidak memusingkan lagi.

Dan saya pun berhasil melewati hari ini!



Cheers!
ps: Ngomong-ngomong, apa kamu bisa menebak isi seminar yang saya datangi?

Tuesday, May 09, 2006

"Kekurangan Sumber Daya Menyebabkan Penurunan Kualitas"

Teori itulah yang saat ini terjadi di antara saya dan 16 reporter junior lainnya di kantor saya.
(sebenarnya ada 23 reporter junior, tapi 5 orang lainnya berjenis kelamin laki-laki, jadi mereka tidak terkena dampak teori ini)

Mayoritas dari kami fresh graduate dan masih single alias jomblo! =p

Kami pun mulai melirik 'cow-cow' yang ada di kantor. Jumlah cow memang banyak, tapi semua sudah berumur (dengan tidak bermaksud berkata 'tua') dan sudah menikah.

Maka, 'cow-cow' yang berisisa pun mulai dilirik. Untuk 5 orang yang saya sebutkan di atas, rasanya tidak termasuk. Kalau bukan karena sudah punya pacar, berarti sifatnya "Nggak banget" (namanya juga satu angkatan, males lah....)

Setelah lirik sana, lirik sini.
Senyum ke si Ini, Menyapa si Itu.
Ditambah beberapa kali "musyawarah", akhirnya keluar juga tiga nama teratas yang jadi 'gebetan', 'kecengan', atau 'CCP-an' kami semua.

(Kamu mau tau siapa aja? Wah, itu sih harus tanya ke anak-anaknya dulu. Masalahnya ini rahasia umum. Saya bisa keluar dari geng kalau saya beritahu kamu.)

Pokonya, yang paling banyak penggemar itu adalah mentor saya. Dia 'digebet'/'dikecengin' karena beberapa alasan. Saya kutipkan beberapa pengakuan teman saya saja.

"Mas *** itu cool banget," kata seorang teman berjilbab.
"Dia tuh manis lagi," kata seorang teman yang juga kuliah di Unpad.
"Lo mau bergabung di ** fans club gak?" kata seorang teman berkacamata.

Saat ini, sewaktu saya membuat tulisan ini, saya memerhatikan semua anggota ** fans club. Tingkah mereka konyol. Ada yang pura-pura sibuk, tapi sebenarnya 'curi-curi pandang' ke Mas ***, ada yang pura-pura bertanya, dan ada juga yang sedikit agresif dengan mendatangi meja ** dan menebarkan pesonanya.

Menurut saya, semuanya sah-sah saja. Namanya juga lagi usaha! =D Whahahaha!

Ngomong-ngomong, untuk dua orang lainnya, mereka sedikit kalah pamor, tapi bukan berarti tidak ada yang meng'gebet' lho!

Kalau sedang luang, kami sering bergosip (baik terang-terangan ataupun melalui Yahoo Messenger) tentang ketiga orang itu.

Lucunya, ketiga orang itu sebenarnya biasa-biasa saja. Tidak cakep, tidak juga jelek. Tapi, mau bagaimana lagi? Sumber Daya Manusia yang bisa 'digebet' sangat terbatas, nyaris tidak ada.
Ketiga orang itu sudah yang terbaik di antara yang buruk-buruk.
Hehehe...

Tapi, yang paling penting, keberadaan tiga orang itu membuat kami saling berbagi cerita, berbagi kekonyolan, dan memiliki topik pembicraan yang selalu 'up to date'.

Apapun, selama kami bisa tertawa bersama.. =D

Cheers!

* ps: Menurut saya, sebenarnya Si Mas *** nggak cool. Yang cool itu teman saya yang namanya TonoCoolMan. Haha!
Redaktur Saya



Hari pertama kerja, saya ditugaskan di desk ekonomi. sebenarnya, saya berharap di tempatkan di desk ini. Ekonomi dan olahraga adalah kelemahan saya, jadi rasanya saya harus mulai dari hal yang paling susah.

Kita lewati saja tentang desk ekonomi karena saya baru satu hari di sana. Saya lebih tertarik bercerita tentang redaktur saya. lebih menarik =)

Laki-laki, 36 tahun, putih, rambut pendek bukan cepak (rapih), tinggi badan sedang, berat badan proporsional (kecuali di bagian perut, sedikit buncit rasanya), sepertinya memakai gigi palsu (karena di kedua sisi gigi geraham atasnya ada semacam kawat yang ada di gigi palsu ibu saya), mata berwarna coklat tua, dan punya banyak tahi lalat.

Karena sempat berdiskusi dengan jarak intim [menurut ilmu komunikasi, jarak intim adalah kurang dari 50 cm], saya tahu kalau tahi lalatnya banyak. Ada tiga di pelipis kanan (kalau tidak salah hitung), beberapa bintik kecil di leher, dan di jari-jari (terutama telapak tangan kanan).

Kamu pikir saya kurang kerjaan karena menghitung tahi lalat? Rasanya tidak. Coba saja berada di jarak itu dengan redaktur saya dan kamu akan tahu bahwa tahi lalat yang dia miliki adalah faktor paling dominan, meski bukan bagian daya tarik.

Hmm. Saya tahu kamu penasaran tentang hal ini, tapi dia masih lajang kok. 36 tahun dan melajang? Jika ada laki-laki usia matang, karier bagus, dan belum kawin saya selalu teringat perkataan teman saya Witty (kita lewatkan saja bagian muka, karena betapapun jeleknya seorang laki-laki, dia seringkali punya pacar atau istri yang cantik, bahkan mungkin supermodel!)

Tentang laki-laki seperti ini, menurut witty, "Pasti ada yang salah, kot! Pasti!"

[Haha!]

Apa iya? Mungkin.
Tapi saya masih belum sampai di kesimpulan akhir. Saya kan belum kenal dekat dengan dia.
Tapi, rasanya memang ada hal-hal yang janggal.

Pertama, kalau dibandingkan dengan 23 orang reporter lainnya, dia punya indikator yang berbeda tentang apa yang disebut lucu. Dengan kata lain, hal yang tidak lucu bagi 23 orang tersebut, bisa dianggap lucu atau sangat lucu olehnya. Sebagai contoh, dia bisa tertawa terbahak-bahak karena dialog ini:

Anu : "Si mbak ini udah pulang ya? Aduh! padahal saya mau nebeng."
Saya: "Udah, Mas! Tapi baru aja turun kok, mungkin masih di lantai 1."

Dan, redaktur saya pun tertawa kegelian. Saya bertanya tentang apa yang membuat dia tertawa. Katanya, "Kamu kok bisa tahu kalau si mbak ini masih di lantai 1? Huahahaha!"
Dan saya pun terheran-heran. Memangnya lucu ya?

Kedua, dia seringkali over excited atau mungkin over reacted. Jika sedang menjawab telepon, dia seringkali berteriak 'Yes!' atau 'Excellent!' atau kata lainnya. Dia meneriakkannya!

Dia juga pernah menarikan "tarian pengusir hujan" sewaktu dia pikir kelompoknya menang dalam permainan Samson, Delaila, dan Singa. PADAHAL, kelompoknya kalah.

For a 36 years old man, i think dats weird.

Tapi, dua hal itu belum membenarkan teori Witty. Toh saya belum kenal dekat dengannya.

Ngomong-ngomong, tadi malam saya baru selesai menulis sekitar jam 23. Padahal, tulisan yang saya bikin hanya 1,5 halaman A4, Times New Roman 12, Spasi double.

Itu semua karena dia over excited! cuma berhasil wawancara, dia bilang "Great". Saya minta informasi tambahan, dia bilang "Ok". Saya cuma membacakan transkrip wawancara, dia bilang "Thanks" sambil menunjuk dengan jari telunjuk ke arah saya dan jempol menghadap ke atas.

Ck..ck..ck...

Terlepas dari semua hal di atas, rasanya redaktur saya manis juga... Hehehe... =D

Monday, May 08, 2006

Hati-hati dengan Apa yang Kau Harapkan

Hari ini adalah hari pertama saya bekerja di kantor yang baru, sebuah harian nasional.
Hari ini saya ditugaskan di halaman ekonomi dan saya harus membantu menulis tiga artikel. Mengenai mergernya BEJ dengan BES, ekpansi Grup Medco, dan penurunan saham Microsoft sebesar 11%.

Kamu pikir saya tertarik dengan ketiga isu tadi? Tentu saja tidak! Tapi, isu-isu itu sama sekali baru untuk saya dan saya suka hal-hal yang baru.

Kenapa?
1. Karena saya harus belajar (tentang ekonomi)
2. Karena saya suka mengetahui hal-hal yang asing bagi saya

Rasanya saya harus memberi penekanan pada poin yang kedua. Tahu kenapa? Karena selalu ada rasa yang berbeda dalam proses tidak tahu menjadi tahu. Seperti saat saya mengetahui bahwa ternyata manusia tidak bisa tidak berkomunikasi.

Di buku-buku sup ayam, cinta seringkali digambarkan dengan sesuatu yang menggelitik di perut. Tapi, menurut saya, detik dimana tidak tahu menjadi tahu juga sama menggelitiknya. sama-sama menyenangkan.

Sore ini, tepat pukul 14:53 saya mengalaminya lagi. Saat itu saya sedang mewawancarai seorang nara sumber, namanya Roy Sembel, pakar ekonomi. Dia menerangkan tentang teori ekonomi creative destruction, hasil pemikiran seorang ilmuwan bernama Joseph Schumpeter.

Saat itu, saya mengalami sensasi yang rasanya seperti jatuh cinta.

Saya pun menulis hasil wawancara saya dengan perasaan seperti itu. Hasilnya? tentu saja amburadul. Saya tidak bisa berkonstrasi.

Alhasil, saya tulisan saya mengalami proses edit berkali-kali. Bahkan, saya pulang kantor paling akhir. Bukan karena saya tidak tahu, tapi karena saya tahu sedikit dan saya terlena dengan ketahuan saya itu.

Walah! Pokoknya memusingkan.

Meski menyukai rasanya, tapi proses ini membawa dampak yang tidak baik, yaitu pulang malam, capek, dan pusing.

Padahal, saya berharap sering mengalami proses ini lho.. proses dari tidak tahu menjadi tahu.

Friday, May 05, 2006

Stasiun Kota Hampir Malam

Pada suatu senja dengan langit yang jelek
Aku tak bisa turun
Tak bisa kembali
Sudah dua stasiun yang kulewati
Kereta ini kereta ekonomi
Banyak buruh, banyak seniman, banyak gelandangan, banyak kecoa, becek, udaranya pengap, lembab karena hujan.
Aku mati rasa
Dan suara itu bergema: "apa yang kulakukan di sini?"
Apa yang kulakukan di sini?
a-pa-yang-ku-laku-kan-di-si-ni??

Lalu hilang begitu saja bersama gerimis..

(stasiun kota, 24 Januari 2006)
Semoga Hilang!

Ada saat-saat dimana aku ingin menghilang
Tidak sengaja terbawa ke mars atau tenggelam di palung laut
Atau mungkin menghilang begitu saja
bukan karena panik atau ketakutan
Saat gambar hitam putih muncul tiba-tiba
Seperti gambar dari proyektor sewaktu aku masih sma, di laboratorium biologi
Gambar itu berganti dengan cepat, disertai bunyi mesin, terek..rekk..terek..rekk..
Saat itu aku ingin menghilang
Lebih baik dari pada menangis
I wish I'm not exist
Sekarang!
1..2..3..
Hilang!

-24 Januari 2006-
Camilan Sore Hari

Sepotong kue dengan aroma jeruk dan krim rasa keju dan buah stroberi dan coklat
Secangkir teh tarik yang tidak terlalu panas, instant, merek max tea
Lima halaman tulisan tentang bantuan bencana di Pakistan, masih amburadul
Sebuah pesan online dari teman dengan nick ontagaul: oi kot! oi!
Sebuah lagu mengalun... membawaku pikiranku mengembara
tentang suatu pagi di perempatan Dago
Sudah hampir jam lima sore sekarang, sebentar lagi pulang
Sebuah lagu masih mengalun..

penyesalanku semakin dalam dan sedih
tlah kuserahkan smua milik dan hidupku
aku tak mau menderita begini
mudah-mudahan ini hanya mimpi
(dipopulerkan kembali oleh Marshanda)

-2 Pebruari 2006-
Racun

Pernah ada yang berkata seperti ini padaku:

"Sayur disemprot pake pastisida, buat ngebunuh hama. Pestisida itu racun. Tapi hama di sayur jadi kebal ama pestisida karena sayurnya disemprot dua kali seminggu, selama tiga bulan."

Aku tidak menyiramkan pestisida
Mereka hanya rangkaian kata
Apakah kau hama?

Tenang saja..
Nanti juga kebal
Seperti hama yang bermutasi
Lalu membentuk anti bodi
Karena aku berencana mengirimkan lebih dari dosis yang dianjurkan..
Harus bagaimana lagi?
Buku harianku sudah tak muat

-2 Pebruari 2006-
KOPI

Saya punya komposisi kegemaran untuk kopi, susu, dan!
Enak banget!
Tidak kalah dari kopi di gerai-gerai kopi dari luar negeri!


Kopi koran pagi

Bahan:
1. kopi ganja dari Aceh yang gilingannya masih kasar
(1 sendok makan penuh)

2. susu diet tropicana slim rasa vanilla
(sesuai selera. Kalau saya suka 1 sendok teh karena jenis susu ini sangat pekat, kalau terlalu banyak bisa bikin rasa kopinya hilang. Jangan pakai susu kental manis atau susu bubuk lainnya karena tidak akan mendapat rasa yang sama dengan susu diet, entah kenapa susu diet rasanya menyerupai es krim!)

3. gula pasir
(sesuai selera. Kalau saya sih cuma 1 sendok teh)

Cara membuat:
1. ambil air mineral 1 cangkir (bukan mug atau gelas. Karena banyaknya air akan mempengaruhi kekentalan kopi dan susu. Karena saya suka yang kental, makanya saya pakai cangkir yang sedang. Sedikit lebih besar dari cangkir minum teh, tapi lebih kecil dari mug)
2. tuang air ke dalam panci bersama dengan kopi. Lalu didihkan. (kopi dimasak bersama air, bukan disiram air panas. Hal ini agar rasa dan aroma kopi lebih terasa)
3. setelah mendidih, saring ampasnya, lalu pindahkan air kopi ke dalam cangkir.
4. masukkan susu dan gula.
5. kopi siap diminum. Paling enak pagi hari sebelum jam 9. kopi ini paling cocok dinikmati sambil membaca koran pagi atau menonton acara infotainment di televisi.
Kenapa? Karena rasa kopi di minuman ini cukup kuat, sehingga bisa membuat mata melek dan membangunkan otak setelah semalaman tidur. Kerja otak kita butuhkan utnuk mencerna berita pagi di koran ataupun mencela para pekerja infotainment ataupun menganalisis berita perceraian artis yang ada di tv.



Kopi check e-mail

Bahan:
1. kopi nescafe bubuk 2 sendok teh atau dua bungkus kecil
(bukan yang 3 ini 1 atau yang sudah ada rasanya, tapi kopi yang sachet kecil itu lhooo...)

2. susu ultra putih (yang bungkusnya warna biru)
(sebaiknya yang 200 ml, tapi kalau tidak ada, yang 250 ml juga boleh asalkan diminum dulu sedikit biar susunya tidak kebanyakan)

3. gula pasir (sesuai selera. Tapi saya biasanya dua sendok teh)

Cara membuat:
1. panaskan susu ultra di microwave, selama 1 menit 30 detik. Kalau 1 menit terlalu sebentar, sedang 2 menit bisa bikin susunya habis.
2. tuang kopi kedalam mug. (kali ini pakai mug karena susunya cukup banyak, 200 ml)
3. setelah itu, masukkan susu. Lalu tambah gula dan aduk.
4. kopi siap diminum. Kopi jenis ini paling enak diminum sambil membaca e-mail atau bergosip di telepon.
Kenapa? Karena kopi jenis ini sangat terasa susunya. Tidak terlalu manis namun cukup gurih karena komposisi susu yang lebih banyak, apalagi dipanaskan selama 1 menit 30 detik. Kopi ini bisa juga dibilang kopi bohongan, karena rasa kopi yang masih samar-samar.
Susu membuat kita ingat mamah, ingat rumah, ingat kehangatan yang ada di dalamnya sehingga cocok diminum saat memeriksa e-mail sambil tertawa-tawa atau bergosip dengan teman di telepon.

Yah, itu dia komposisi kegemaran saya untuk kopi, gula, dan susu.

Sebenarnya ada banyak kopi lainnya, tapi nanti saja ya. saya belum tahu setiap jenisnya cocok untuk suasana yang seperti apa.

Cheers!
Napak Tilas

Malam ini aku akan melakukan napak tilas.
Sewaktu aku berdiri di antara kerumunan yang tidak kukenal.
Di depanku ada panggung dengan lampu-lampu biru, merah, hijau, kuning, ungu, dan pink.
Udaranya pengap.
Ada kau di sampingku.
Kadang kau ada di belakangku.
Kita menatap ke panggung, kadang kita ikut melantunkan lagu-lagu yang kita kenali.
Malam itu, tidak semua lagu aku nikmati.
Tapi aku menikmati bersamamu.
Kalau kau di samping, kau memegang tanganku.
Kadang kau merangkulku dan berbisik lagu yang sedang kau nyanyikan.
Kalau kau di belakangku, kau memelukku.
Merangkulkan kedua tangamu di pinggangku dan menaruh kepalamu di atas kepalaku.
Malam ini kita akan mengulang semuanya.
Tapi tidak akan ada tangan yang kau genggam dan pinggang untuk kau rangkul.
Semua sudah berbeda sayang...
Kau dan aku tahu itu.

Tapi aku akan tetap menikmati saat bersamamu, sosokmu disampingku.
Ombak rambutmu yang menyentuh bahu, tahi lalat di dekat bibirmu, mata coklatmu yang seringkali menunjukkan ekspresi bodoh, serta wangi tubuhmu.
Dulu kau selalu wangi sabun mandi lifeboy. Sudah setahun kau selalu memakai parfum. Aku suka keduanya.
Dan aku akan menikmati malam ini, sebelum kau pergi jauh.
I hope you'll never lost...

-3 Maret 2006-
2 Maret 2006

Belum pernah saya melihat petir seperti kemarin malam.
Saat itu sudah jam 21, saya baru saja pulang, masih di atas angkutan umum.
Lalu turun hujan deras sekali dan membuat kaca mobil buram dan udara tiba-tiba dingin dan perut saya melilit karena lapar, mungkin juga karena perasaan takut.
Seturun dari angkutan umum, saya lalu naik becak.
Saat itulah petir, kilat, guntur, thunder, gledek, atau apapun namanya mengagetkan saya.
Cahaya terang sekali, seperti lampu jauh mobil truk.
Suaranya menggetarkan tanah. Menggetarkan becak yang saya naiki dan membuat abang becaknya terus berkata "astagfirullah" dan membuat jantung saya berdetak lebih cepat dan perut saya melilit dan rasanya seperti sedang jatuh cinta.

Sumpah! belum pernah saya melihat dan merasakan kehadiran petir seperti tadi malam.
tik...tok...tik...tok....tik...tok....

aku mendengarnya datang perlahan
itu artinya aku harus SEGERA PERGI atau ia akan menerjangku lalu memotong badanku dengan cakar-cakarnya

Tapi, aku juga harus membuka lemari besi ini!
kombinasinya sulit!

-22 Pebruari 2006-



seandainya pikiran ini kertas, akan kulipat dan kubuat pesawat terbang atau burung
agar dapat kuterbangkan dan kukirim padamu
ah.. kata siapa jarak bukan masalah?

sewaktu aku melewati jalan-jalan berkabut
ada pusaran yang menarikku
di bawah sana ada kau dan aku yang sedang berjalan sambil mengantuk dan kelelahan..
pusaran yang membuatku mual dan ingin muntah
dan kau tahu?
saat ini, kuingin benar bersama dirimu...



(Halimun, suatu hari di Pebruari, jam 5 pagi waktu setempat)

aku melihat jakarta dari atas...

dan bermainlah nada-nada itu di kepalaku...

aku hanyalah manusia yang hidup dalam kenangan

dan kenangan itu adalah saat ini


(You will fly and you will fall, god knows even angels fall...)

-21 Pebruari 2006-
Manusia Inbox

Mencari, mencari
mencari, mencari
mencari, mencari
mencari, mencari
mencari, mencari

Dan kutemui kau di sana
Di suatu tempat bernama inbox...

(28 Januari 2005)
Kutipan

"Selamat menjadi buruh harian lepas."


Pelatihan Wartawan

Selama 9 hari, yaitu 22-30 April 2006, saya ikut pelatihan wartawan yang diadakan kantor tempat saya bekerja sekarang. Sembilan hari yang sangat menyenangkan!

Kami dapat materi-materi tentang jurnalistik dan juga berlatih menulis. lalu saya jadi teringat Orientasi Jurnalistik, ospek jurusan jurnalistik yang saya lakukan di semester IV. Rasanya sama persis. kami harus memilih sekian banyak informasi, menyusunnya, dan memberinya makna. toh memang itu yang dilakukan para jurnalis.

Ngomong-ngomong, di pelatihan itu saya bertemu orang-orang hebat. orang-orang yang saya baca bukunya sewaktu kuliah dulu. salah satunya adalah Ashadi Siregar.

di kampus dulu, saya baca buku Ashadi yang judulnya Bagaimana Mempertimbangkan Artikel Opini untuk Media Massa. kalau kamu lupa, Ashadi juga menulis novel yang cukup laris di zamannya, yaitu Cinta di Kampus Biru.

Sebenernya banyak yang saya bisa ceritakan tentang Ashadi. tapi yang paling berkesan buat saya adalah sinismenya. dengan blak-blakan dia menyindir media saya.

kira-kira begini:

“Seminggu pelatihan, mau jadi wartawan? saya cuma bisa bisa bilang seperti SBY. Subhanallah”

[kata Subhanallah yang diucapkan SBY ditulis di media massa nasional. SBY ngomong seperti itu karena merasa difitnah sama Amien Rais]

Lalu, dia juga menyindir PWI dan Dewan Pers. terutama tentang diakuinya para pekerja Infotainment sebagai anggota PWI. Ashadi menjelaskan seperti ini:

Lembaga pers ada karena menerima mandat dari masyarakat. hak untuk tahu dan mendapatkan informasi yang dimiliki masyarakat diberikan pada lembaga pers. pers pun lalu melakukan kegiatan jurnalistik, yaitu kegiatan mencari, mengumpulkan, menyusun, dan menyiarkan informasi.

Sedangkan, jurnalisme adalah kegiatan jurnalistik yang dilakukan untuk kepentingan publik. infotainment yang isinya tentang selebritas yang sedang hamil, kawin-cerai, ulang tahun, atupun bersengketa tidak ada hubungannya dengan kepentingan publik.

Menurut Ashadi, semua isi infotainment adalah tentang kepentingan pribadi. maka, para pekerja infotaniment bukan wartawan. mereka hanya melakukan kegiatan jurnalisik, bukan jurnalisme.

Saya sih setuju dengannya... ;-)

Hmm. kita tinggalkan Ashadi. sekarang kembali ke pelatihan lagi ya...

meski di Puncak 9 hari, tapi pelatihan efektifnya cuma seminggu. selama itu, kegiatan saya dan 22 teman lainnya adalah:

Bangun tidur, berenang, mandi, sarapan, masuk kelas, coffe break, masuk kelas, makan siang, coffe break, menulis, makan malam, menulis, menulis, menulis, dan menulis sampai larut, dan tidur.

Seru juga.. soalnya setiap tugas punya deadline. apalagi kalau tulisan kami harus direvisi. itu artinya tugas revisi akan menumpuk dan harus selesai bersamaan dengan tugas yang baru diberi.

FUN lah pokona mah,,,

Betapapun meletihkannya suatu aktivitas, selama kau menyukainya. saya yakin pasti tetap menyenangkan! hehehe...