Friday, December 07, 2007

Ujian Nasional SD--- Lulus Tidak Tergantung Sekolah

Jum'at, 09 Nov 2007

Ujian Nasional untuk siswa Sekolah Dasar (SD) yang berlangsung pertengahan Mei tahun depan akan berintegrasi dengan ujian sekolah/madrasah yang bersangkutan. Ada tiga mata pelajaran yang akan diujikan, yakni matematika, Bahasa Indonesia, dan ilmu pengetahuan alam. Adapun nilai kelulusan akan ditetapkan sendiri oleh pihak sekolah berdasarkan nilai minimum dan rata-rata mata pelajaran tersebut.

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) hanya akan menentukan 40 persen muatan soal ujian nasional yang terintegrasi dengan ujian sekolah/madrasah (Untus). Sedangkan 60 persen sisa soal akan ditetapkan oleh penyelenggaran Untus di tingkat provinsi. "Tentunya berdasarkan spesifikasi soal Untus tahun pelajaran 2007/2008 yang ditetapkan BSNP," kata Kepala Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Djemari Mardapi di hadapan sejumlah wartawan, kemarin, di Departemen Pendidikan Nasional, Senayan, Jakarta.

Menurut Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo, pada dasarnya tidak ada perubahan yang mendasar dalam pelaksanaan UN SD dengan ujian akhir tahun yang dilakukan sekolah saat ini.

Perbedaannya hanya materi soal ujian saja yang sebagian dibuat oleh pemerintah pusat dan sebagian dibuat oleh sekolah, namun porsinya juga lebih besar yang dibuat oleh masing-masing sekolah, sehingga dipastikan UN SD tidak akan terlalu memberatkan siswa.

"Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, prosesnya sama dengan saat ujian akhir sekolah, hanya beda soal saja," kata Bambang, Rabu, 7/11, usai peresmian Pelaksanaan Pembangunan Pendidikan di Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel).

Sedangkan kisi-kisi soal tersebut disusun berdasarkan materi kurikulum 1994, standar kompetensi dasar pada standar isi. Sebelumnya, soal-soal tersebut sudah diujicobakan pada tiga wilayah yang nilai siswanya paling kurang, yaitu Ambon, Palangkaraya, dan Bangka-Belitung.

Setelah itu, soal tersebut dikaji oleh pakar bidang studi, pakar pendidikan, dan guru. Jadi, soal yang diujikan hanyalah yang mampu dijawab siswa di ketiga wilayah tersebut.

Mendiknas juga yakin, kendati pelaksanaan UN SD tinggal sekitar lima bulan lagi, namun akan berhasil sebagaimana UN tingkat SMP maupun SMA. Ia juga berharap agar daerah mengejar ketertinggalan tingkat kelulusan UN SMP yang umumnya masih jauh dibandingkan dengan tingkat kelulusan UN SMA.

"Banyak daerah, di antaranya Kalsel yang tingkat kelulusan SMP-nya masih berada di bawah rata-rata nasional, ini harus dikejar, karena SD dan SMP termasuk dalam pendidikan dasar sesuai dengan program Wajib Belajar Sembilan Tahun," katanya.

Selain itu, Djemari menegaskan agar sekolah memperhatikan nilai sehari-sehari, perilaku dan akhlak siswa sehingga hasil Untus tidak semata-mata diperoleh dari ujian saja.

"Jika ada siswa yang nilai matematikanya 10 tapi akhlaknya jelek, tentu kepala sekolah bisa menilai apakah dia pantas untuk lulus atau tidak," ujarnya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Balitbang Depdiknas, Burhanuddin Tolla, mengatakan bahwa instrumen ujian nasional adalah satu-satunya cara untuk mengukur kemampuan akademik siswa secara masal dan murah. Dengan menyerahkan standar kelulusan ke pihak sekolah, ia berharap siswa dan guru lebih aktif dalam proses belajar mengajar.



Evaluasi Sekolah

Selain itu, Untus juga akan menjadi evaluasi dalam proses pertanggungjawaban kepala sekolah. "Berapa pun nilai kelulusan terserah sekolah dan bisa berbeda tiap mata pelajaran. Kalau kepala sekolah mau kasih standar lulus nilai dua ya terserah saja kalau memang tidak malu. Tapi kan itu juga jadi bahan evaluasi kita. Kami akan pantau sejauh mana sekolah memberikan nilai," uajr Burhanuddin.

Proses pemindaian dan pemeriksaan Untus akan dibuat lebih mudah. Peserta Untus tak harus menghitamkan lembar jawaban seperti pada UN SMP/SMA. "Cukup disilang saja, hasilnya akan terbaca oleh komputer. Hasil yang sudah ada akan dikirim ke provinsi diberi skor, dan dikembalikan ke sekolah masing-masing untuk dinilai kelulusannya," urai Djemari.

Jika nantinya nilai rata-rata Untus lebih besar dari standar kelulusan, maka pihak sekolah dapat mengubah standar tersebut. Lalu, apakah perlu semacam perjanjian agar pihak sekolah benar-benar menetapkan standar sesuai kemampuan siswanya? "Hal itu akan kami pertimbangkan setelah Untus pertama dilakukan," jawab Djemari.

Yang jelas, siswa yang telah mengikuti Untus akan mendapat Surat Keterangan Hasil (SKH Untus) yang berisi nilai Untus. Nantinya, siswa dapat menggunakan SK tersebut untuk mendaftar ke SMP. Jadi, meski dinyatakan lulus, tapi seorang siswa belum tentu memenuhi standar nilai yang ditetapkan SMP.

Djemari juga menambahkan bahwa dengan Untus tak ada lagi sekolah yang mengatrol nilai siswanya. Dulu, Depdiknaslah yang menetukan standar kelulusan sekolah. Hal tersebut, katanya, membuat sekolah mengantrol nilai siswa mereka.

"Dengan sistem ini, kami harap sekolah akan meningkatkan dirinya sendiri. Kami juga akan lakukan evaluasi bertahap. Daerah yang sekiranya kurang tentu akan kita bantu," paparnya.

Untus tahun pelajaran 2007/2008 akan diikuti sekitar 5,2 juta peserta yang berasal dari 184 ribu SD/MI/SDLB. Menurut Burhanuddin, Untus membutuhkan biaya sekitar Rp23 Miliar untuk menyiapkan bahan ujian dan prosedur operasi standar.

"Biaya penyelenggaraan Untus menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Siswa gratis dan sekolah tidak diperkanankan memungut biaya," jelas Burhanuddin. (ika karlina)

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: