Friday, December 07, 2007

Kerja Keras Ciptakan SDM Berdaya Saing

Senin, 12 Nov 2007

Akhir Oktober lalu, The World Economic Forum mengeluarkan hasil riset tentang peringkat daya saing global (CGI/ The Global Competitiveness Index). Hasilnya, Indonesia berada pada peringkat 54 dari 131 negara di dunia. Posisi ini menurun jika dibandingkan tahun lalu yaitu peringkat 50. Padahal, pada 2006 peringkat tersebut naik pesat dari peringkat 69 pada 2005.

Di kalangan negara ASEAN, Singapura menduduki peringkat tertinggi, yaitu 7, Malaysia pada posisi 21, dan Thailand pada posisi 28. Peringkat Indonesia masih berada di atas Vietnam (68) dan Filipina (71).

Dalam menentukan GCI, The World Economic Forum menggunaka 12 pilar daya saing internasional, yakni institusi, infrastruktur, makro ekonomi, pendidikan dasar dan kesehatan, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, kecanggihan pasar finansial, kecepatan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi.

Pada pilar pendidikan dasar dan ksehatan, peringkat Indonesia turun dari peringkat 72 di tahun 2006 menjadi 93 di tahun ini. Pendidikan tinggi dan kesehatan turun 17 peringkat dari 53 (2006) menjadi 70. Sedang pilar efisiensi pasar tenaga kerja tetap pada peringkat 51.

Laporan tersebut jugamenyebutkan, sumber-sumber lemahnya Indonesia berkaitan dengan infrasturktur, stabilitasmakro ekonomi, pendidikan dasar dan kesehatan, serta kecepatan teknologi.

Menurut Ketua Indonesia Competitiveness Community (ICC/Komunitas Dayasaing Indonesia) Handito Hadi Joewono, indeks tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi kekuatan kompetitif suatu negara. Peringkat tersebut dapat digunakan untuk mencari hambatan kemajuan ekonomi. Benarkah pasar tenaga kerja tidak fleksibel? Benarkah infrastruktur ataupun pendidikan tak mencukupi? Atau benarkah inovasi dan pasar keuangan belum berkembang?

Daya saing sendiri didefinisikan sebagai kumpulan institusi,kebijakan, dan faktor penentu produkstivitas suatu negara. "Peningkatan kompetensi SDM Indonesia sudah mendesak untuk dilakukan," kata Handito pada sebuah diskusi terbatas tentang daya saing sdm Indonesia, Jumat (9/11), di Jakarta.

Menurut Ketua Komite Tetap Peningkatan Daya Saing Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Makfudin Wirya Atmaja, sebenarnya pemerintah sudah tahu akan statistik SDM, hanya saja tak ada upaya tidak lanjut. Di Malayasia, lanjut Makfudin, peningkatan kualitas SDM mereka terihat setiap peningkatan jenjang pendidikan. "Perbedaan kompetensi mahasiswa tingkat satu dengan tingkat dua terlihat jelas. Kalau di kita, sarjana pun sering tak jelas kompetensi yang mereka miliki."

Pendiri ICC M Moedjiman mengatakan, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas yang nantinya menentukan kualitas sumber daya manusianya. Hanya saja, kualitas ini tak bisa didapat tanpa kompetensi dan profesionalisme. "Tapi kan untuk mendapatkan kualitas tak bisa sim salabim. Ada tiga acuan dasar yang harus dipenuhi,"ujar Moedjiman.

Pertama, menentukan standar atau acuan kualitas SDM. Standar setiap profesi harusnya bisa diukur dan dirumuskan secara jelas. Begitupun jika seseorang mau naik level. Selama ini, profesi yang paling jelas standaranya adalah teknisi otomotif, terbagi atas tiga level dengan 120 unit kompetensi.

"Kalau mau naik level, mereka harus memenuhi kompetensi yang sudah ditetapkan. Harusnya, semua bidang seperti ini," jelas Moedjiman yang juga Ketua Umum Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Kedua, harus ada penataan kembali lembaga pendidikan dan pelatihan. Dan ketiga, harus ada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Selama ini, katanya, Indonesia terkenal kurang dipercaya karena adanya kasus jual beli ijazah. "Untuk membangun paradigma baru, sdm kita harus berbasis kompetensi dan disertifikasi," ucap Moedjiman.

Hal senada juga dikatakan Handito. "Sertifikasi bisa menjadi sarana penjamin mutu demi peningkatan daya saing berkelanjutan.

Makfudin menambahkan, daya saing SDM bisa ditingkatkan jika saja setiap lembaga bisa menjalankan fungsinya masing-masing. Selain itu, perlu sebuah visi yang jelas tentang arah peningkatan daya saing ini.

Komunitas Daya Saing Indonesia

Dengan kesadaran untuk ikut meningkatkan daya saing perekonomian nasional dan dunia usia, beberapa profesional mendirikan Komunitas Daya Saing Indonesia atau Indonesia Competitiveness Community (ICC) pada awal Oktober 2007. Anggotanya berasal dari kalangan dunia usaha, pemerintah, akademisi, dan pemerhati daya saing.

Sebagai komunitas nirlaba, ICC akan memberi layanan publik bagi masyarkat dannegara dalam bentuk kejian, penelitian, diskusi, pertemuan, publikasi, dan kegiatan lainnya.

Menurut Ketua ICC Handito Hadi Joewono, Malaysia adalah satu contoh negara yang sangat memperhatikan kompetensi sdm mereka. Bahkan, Perdana Menteri Malaysia membentuk lembaga khusus yang mengurusi kompetensi SDM. "Lembaga ini aktif mencari tahu kekurangan mereka dan mengundang pakar dari luar negeri untuk memberi masukan," katanya.

Ia juga menilai, dalam hal kompetensi SDM, selama ini setiap lembaga cenderung jalan sendiri-sendiri. "Agar harmonis, mungkin bisadibentuk komisi atau lembaga yang khusus mengurusi daya saing ini. ICC berusaha menyumbang lewat kegiatannya," kata Handito.

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: