Friday, December 07, 2007

MOS yang Cerdas dan Asyik

Selasa, 04 Des 2007
Masa Orientasi Sekolah (MOS) selama ini selalu menjadi tradisi sekolah dan dilakukan dengan cara yang sama. Padahal saat MOS itulah guru berkesempatan mengenali siswa. Bukan sekedar tahu asal sekolah mereka, biodata, nilai rapor, atau hasil psiko tes.

Pada dasarnya, peralihan ke sekolah yang lebih tinggi mungkin tidak terlalu sulit bagi sebagian siswa. Namun ada banyak faktor yang mempengaruhi siswa-siswa lain sehingga mereka membutuhkan waktu lebih lama untuk melakukan penyesuaian diri dengan sekolah barunya. Bahkan, siswa baru kini tidak semata-mata harus menyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah yang baru, tapi juga harus menjadi bagian dari budaya sekolah yang mendasari komunitas pembelajar.

Menurut Direktur Konsultan Manajemen dan Pendidikan Open Mind Tendi Naim, selama ini guru selalu memberitahu murid, padahal harusnya terjadi komunikasi dua arah sehingga mengerti tentang anak. "MOS berpotensi sebagai dasar penciptaan komunitas belajar. Kegiatan ini juga bisa digunakan untuk mengenal anak dari awal, termasuk potensi masalahnya," kata Tendi.

MOS haruslah bertujuan untuk orientasi siswa, pondasi pengembangan komunitas pembelajar, serta mengembangkan keahlian dan nilai siswa. Lalu melalui kegiatan ini, sekolah juga harus mengadakan pemetaan siswa. Maksudnya, sekolah harus bisa membuat rekomendasi dari setiap anak dan langkah-langkah untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

"Untuk itu, sekolah juga membutuhkan data lain, seperti karakteristik siswa, kebiasaan, target, komitmen, potensi masalah, dan potensi dukungan masalah," jelas Tendi.

Salah satu sekolah yang sudah menerapkan MOS seperti ini adalah SMP Taruna Bakti, Bandung, Jawa Barat. Sejak tahun ajaran 2006-2007, sekolah tersebut ingin menerapkan MOS yang berbeda. "Bukan tradisi yang itu-itu saja," kata Tendi.

Jika MOS diadakan selama tiga hari, lanjutnya, maka biarkanlah hari pertama diisi oleh Osis. Setelah itu barulah kesempatan untuk mengembangkan skill dan value. "Skill yang harus dikembangkan terdiri dari self management, motivasi, komitmen, develop vision, komunikasi, teamwork. Sedang nilai yang harus ditanamkan adalah kejujuran, tanggung jawab, disiplin, visioner, kerja sama, adil, dan peduli. Sekolah sebisa mungkin harus membuat permainan dengan kombinasi nilai tersebut."

Selain itu, kegiatan ini juga harus menggali karakteristik unik siswa dan potensi masalah yang akan muncul di kemudian hari. Semuanya, lanjut Tendi, harus dilakukan dengan fun (gembira), sehingga kesadaran mengenai diri sendiri, lingkungan, dan masa depan mereka diperoleh dengan sendirinya.

Yang tak kalah penting, MOS harus melibatkan guru Bimbingan Konseling (BK). Selama ini, guru BK hanya berperan dalam mengatasi siswa bermasalah, padahal potensi itu bisa dikurangi. "Guru BK juga harus bisa membuat murid merasa dihargai. Kalau selama ini dipanggil ke ruang BK karena bermasalah, cobalah memanggil siswa hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun atau prestasi belajarnya," kata Tendi.

Lalu, untuk menjaga keberlangsungan pengembangan skill dan penanaman nilai, sebaiknya ada tindak lanjut dari kegiatan MOS. Kegiatan tersebut bisa disesuaikan dengan karakteristik sekolah, bisa berupa ekstrakurikuler, Latihan Dasar Kepemimpinan, atau sistem Big Brother and Big Sister (kakak dan adik). Dalam sistem kakak adik, setiap anak kelas III memiliki adik angkat anak kelas II dan I.

"Kalau ada masalah dengan si kakak, si adik bisa mengingatkan. Jadi ada rasa tanggung jawab untuk memberi contoh yang baik pada adiknya," kata Tendi. Ika Karlina Idris

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: