Friday, December 07, 2007

Kurikulum PT Luar Negeri Tak Bisa Seenaknya

Rabu, 21 Nov 2007

Peraturan Presiden (Perpres) No 77 Tahun 2007 dinilai membuka peluang terjadinya liberalisasi pendidikan. Perpres tersebut menyebutkan, sektor pendidikan, baik pendidikan dasar, menengah, tinggi maupun nonformal, dapat dimasuki investor asing dengan penyertaan modal maksimal 49 persen. Dengan Perpres tersebut banyak praktisi pendidikan mengangap pemerintah telah menjadikan sektor pendidikan sebuah bidang usaha atau perdagangan jasa yang tidak berbeda dengan bidang lainnya.

Wajar bila kemudian muncul kekhawatiran bahwa, lewat pendidikan, pemodal asing dapat ''menjual'' ideologi, nilai yang dianut, dan memasarkan standar moralnya melalui pengajaran. Bisa jadi semuanya tidak sejalan dengan karakter dan nilai bangsa Indonesia.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta sekaligus Ketua Forum Rektor Indonesia, Prof Dr Edy Suandi Hamid MEC berkata, "Transfer of values itu dapat dilakukan secara langsung atau samar-samar melalui lembaga pendidikan," katanya.

Hal senada pernah dikatakan Dewan Pembina Forum Rektor Indonesia Prof Dr Sofian Effendi, MPIA. "Jika semua pendidikan asing diperbolehkan mendirikan pendidikan maka siapa yang akan bertanggungjawab menanamkan nilai-nilai bangsa seperti nasionalisme dan cinta tanah air," kata Sofian.

Menurut Sekretaris Majelis Pendidikan Direktorat Pendidikan Tinggi Depdiknas Johannes Gunawan, Perguraun Tinggi (PT) Indonesia tak lalgi memiliki daya saing. Laporan malajah Times baru-baru ini, kata dia, menujukkan 200 universitas unggulan dunia dan tak satupun PT Indonesia yang termasuk di dalamnya.

"Keterbukaan tak bisa ditawar lagi. Sekarang tinggal bagaimana regulasi pemerintah kita," ujarnya. Harusnya, tambah Johannes, hal tersebut tak usah dikhawatirkan karena sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Meski penyelenggara pendidikan asing masuk ke Indonesia, ada delapan standar minimum yang harus dipenuhi, yakni standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, penilaian pendidikan. Adapun kurikulum untuk jenis pendidikan umum harus mencakup kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.
Ika Karlina Idris

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: