Friday, December 07, 2007

Bukan Untus tapi UASBN

Yogyakarta | Senin, 19 Nov 2007

Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) mengubah kebijakan ujian nasional bagi siswa SD/Madrasah Ibtidayah yang sebelumnya bernama Ujian Nasional yang Terintegrasi dengan Ujian Sekolah (Untus) menjadi Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Hal tersebut dikemukakan Ketua Badan Standar Pendidikan Nasional (BSNP) Djemari Mardapi pada Sosialisasi Kebijakan dan Capaian Kerja Depdiknas 2005-2007, Sabtu (17/11) di Yogyakarta.

Perubahan tersebut tak hanya sebatas nama tapi juga proporsi soal Untus. Pekan lalu, Djemari mengatakan, 40% soal ujian akan dibuat pusat (BSNP) dan 60% oleh daerah. Pada soal UASBN proporsi soal buatan daerah bertambah jadi 75% dan pusat 25%. "Ini setelah kami bicarakan dengan DPR. Proporsi minimal memang 25%, setelah berbicara dengan DPR kami berkompromi," kata Dejmari.

Ia juga mengatakan bahwa BSNP dan daerah akan membuat kisi-kisi soal sebagai bahan latihan siswa. Pada ujian yang berlangsung 13-15 Mei 2008, ada 40 soal untuk tiga mata pelajaran yang diujikan, yaitu Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan Bahasa Indonesia.

Sekolah tetap memegang standar kelulusan siswa mereka. Adapun pemindaian hasil ujian akan dilakukan oleh kabupaten/kota dan penyekoran dilakukan Dinas Pendidikan di tingkat provinsi. Hasilnya diserahkan ke sekolah yang juga menentukan apakah seorang siswa lulus atau tidak.

"Jadi UASBN pada dasarnya dilakukan sekolah. Di sinilah kami akan menilai kejujuran mereka," kata Djemari.

Pemberian wewenang pada sekolah, tambahnya, diharapkan dapat membangkitkan motivasi guru dan siswa. Meski demikian, kelulusan siswa harus memenuhi empat syarat berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

PP tersebut mensyaratkan siswa sudah menyelesaikan seluruh program pembelajaran, memperoleh nilai minimal pada kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, estetika, dan kelompok mata pelajaran jasmani, olahraga, dan kesehatan, lulus ujian akhir sekolah, dan lulus ujian nasional.

Dengan demikian, kelulusan siswa tak hanya ditentukan oleh UN. Meski jumlah kasusnya kecil, tapi di daerah ada siswa yang tak lulus karena akhlaknya buruk. "Ada kejadian di Sulawesi dan daerah lainnya," katanya.

Maka itu, guru dan pihak sekolah harus melaksanakan tiga komponen lainnya dengan baik dan objektif. Standar kelulusan bagi siswa SD ditetapkan oleh sekolah agar tak ada katrol nilai yang dilakukan guru-guru ataupun membantu nilai siswanya.

Motivasi Belajar

Dalam kesempatan tersebut, Djemari juga menegaskan, Ujian Nasional dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik. Pada 2004, Djemari dan beberapa rekan sempat melakukan penelitian dampak Ujian Akhir Nasional (UAN) siswa SMP dan SMA di enam provinsi. Hasilnya menunjukkan bahwa 87% guru menyatakan siswa lebih semangat belajar, 70% guru menyatakan siswa lebih rajin mencari sumber bacaan, dan 82% menyaratkan UAN mendorong mereka giat mengajar.

"Siswa yang tingkat akademiknya rendah pasti perlu motivasi belajar yang tinggi untuk mencapai standar kelulusan. Kecemasan tak lulus UN harus diubah jadi motivasi, jangan stress," urainya.

Sementara itu, BSNP juga akan menaikkan standar minumum nilai UAN SMP/SMA sebesar 4,25 untuk masing-masing mata pelajaran dan rata-rata skor minimum 5,25. Tahun depan, terdapat tambahan mata pelajaran IPA bagi siswa SMP. Untuk siswa SMA jurusan IPA akan ada tambahan mata pelajaran fisika, kimia, dan biologi, jurusan IPS ditambah matematika dasar, geografi, dan sosiologi, jurusan Bahasa ditambah sastra Indonesia, bahasa Asing selain Inggris, matematika dasar dan antropologi.
Ika Karlina Idris

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: