Friday, December 07, 2007

Ia Dianggap Murtad


Rabu, 28 Nov 2007

Abu Zayd adalah pemikir Islam asal Mesir yang memperkenalkan motode pengkajian Al Quran dengan pendekatan hermeneutika. Menurutnya, tekstualitas Al Quran dapat dijelaskan melalui tiga hal. Pertama, Al Quran adalah pesan yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad melalui kode komunikasi bahasa Arab via Jibril. Sebagai pesan, Alquran meniscayakan dirinya untuk dikaji sebagai sebuah teks.

Kedua, urutan-urutan Al Quran yang ada di tangan kita sekarang tidak sama dengan kronologi pewahyuan (tartîb al-nuzûl). Urutan kronologis pewahyuan menunjukkan sifat realistik teks, sementara struktur kronologi pembacaan (tartib al-tilawah) yang ada sekarang menunjukkan tekstualitasnya.

Ketiga, adanya kenyataan bahwa Al Quran terdiri dari ayat-ayat muhkamât yang menjadi ‘inti' teks, dan ayat mutasyâbihât yang harus dipahami berdasar ayat-ayat muhkamât itu. Dengan menegaskan tekstualitas Al Quran, Abu Zayd hendak mengaitkan kembali kajian ilmu Al Quran dengan konteks studi kritik sastra.

Artinya, layaknya teks-teks lain, Al Quran mungkin didekati dengan pelbagai perangkat kajian tekstual modern. Sebagaimana dikatakan Abu Zayd, Al Quran adalah teks bahasa (nashs lughawiy) yang bisa digambarkan sebagai teks sentral (nashs mihwariy) dalam peradaban Arab. Jika demikian, mendudukkannya sebagai teks historis tidak berarti mereduksi keilahiannya. Justru historisitas tekslah yang menjadikan Al Quran sebagai subjek pemahaman dan takwil.

Karena pemikirannya itu, ia difatwa sesat oleh Pemimpin Mesir. Nasr Abu Zayd lahir di Tantra, Mesir, 7 Oktober 1943, menempuh pendidikan tinggi dari S1-S3 di jurusan Sastra Arab, Universitas Kairo. Dan di sana jugalah dia mengajar sejak 1972.

Pada mei 1992, Abu Zayd mengajukan promosi untuk menjadi guru besar di kampusnya. Selain itu, ia juga melampirkan semua karya tulisnya yang sudah diterbitkan. Namun ia dinyatakan tak layak menjadi profesor karena karya-karyanya dinilai kurang bemutu. Bahkan dinilai menyimpang dan merusak karena isinya melecehkan ajaran Islam, menghina Rasulullah SAW, meremehkan Al Quran, dan menghina para ulama salaf. Tentu saja, Abu Zayd protes.

Pada 10 Juni 1993, sejumlah pengacara memperkarakan dirinya ke pengadilan Giza. Akan tetapi, pengadilan membatalkan tuntutan terebut pada 27 Januari 1994. Di tingkat banding tuntutan tersebut dikabulkan.

Tepat dua minggu setelah Universitas Kairo mengeluarkan surat pengangkatannya sebagai profesor, pada 14 Juni 1994, mahkamah Al-Isti'naf Kairo menyatakan Abu Zayd telah keluar dari Islam alias murtad. Sampai-sampai perkawinannya dengan istrinya, Ebtehal Yunis, dibatalkan karena seorang murtad tak boleh mengawini perempuan muslim. Lagi-lagi, Abu Zayd mengajukan banding.

Pada 23 Juli 1995, bersama istrinya, Abu Zayd pindah ke Madrid, Spanyol, sebelum akhirnya menetap di Leiden, Belanda. Lalu, pada 5 Agustus 1996, Mahkamah Agung Mesir kembali menyatakan dirinya murtad dan membatalkan perkawinannya. Ika Karlina Idris

No comments: