Thursday, November 01, 2007

Nano-edu bagi Siswa


Jurnal Nasional, Senin, 8 Oktober 2007


Salah satu kendala yang sering dikeluhkan guru dalam mengoptimalkan kelompok ilmiah remaha (KIR) adalah keterbatasan alat peraga. Itu hanya seputar alat peraga berupa organ tubuh manusia, mikroskop, ataupun komputer. Lalu, bagaimana cara mengenalkan ilmu yang lebih rumit lagi, nanoteknologi misalnya?

Saat ini, hampir semua negara di dunia sedang berpacu mengembangkan nanoteknologi. Soalnya, teknologi ini memungkinkan manusia mengontrol zat, material, dan sistem pada skala nanometer. Nantinya, zat baru ini akan menghasilkan fungsi yang belum ada.

Sebagai contoh, penemuan nano robot dapat digunakan untuk membunuh virus dalam pembuluh darah, atau menggabungkan sifat "anti nempel" daun talas ke material kaca, material besi yang lebih ringan untuk perangkat komputer atau ponsel.

Menurut Ketua Laboratorium Material Lanjut dan Nanoteknologi LIPI Nurul Taufiqu Rochman, nanoteknologi perlu dikenalkan sedini mungkin ke anak-anak Sekolah Dasar ataupun Menengah. Di Jepang, katanya, nanoteknologi bahkan sudah diperkanalkan sejak taman kanak-kanak.

"Dengan mengenalkan nanoteknologi sedini mungkin, diharapkan dapat membangkitkan minat anak-anak. Ke depannya, siapa tahu mereka bisa jadi penemu dalam pengembangan teknologi ini," kata Taufiqu Rochman.

Karena nanoteknologi mengembangkan zat berukuran nanometer (1 per 1.000.000.000 meter), maka tentu peralatan yang digunakan pun mahal. Untuk itu, Taufiqu Rochman dan peneliti lain di LIPI mengembangkan nano-edu. Sebuah alat peraga untuk membantu siswa memahami dan membayangkan dinamika atom dan fenomena alam pada level nano.

Nano-edu berbentuk pigura plastik seukuran kartu remi. Didalamnya, terdapat bola-bola kecil yang sama ukurannya. Bola-bola itu akan membentuk pola tertentu sesuai dengan gaya yang diberikan melaluigetaran atau ketukan.

"Pola-pola deretan dari bola-bola itu dapat digunakan untuk membayangkan gerakan atom atau molekul lain. Atau bisa juga pola kristal dua dimensi yang tersusun dan saling berikatan. Nano-edu dimainkan dengan mengocok dan menggetarkannya melalui ketukan pada pinggir nano-edu," jelasnya.

Karena kesederhanaan bentuk, tak heran jika nano-edu karyanya diekspor ke Jepang. "Di sana yang pakai anak TK dan SD. Kalau di sini, anak SMP atau SMA,"kata Taufiqu Rochman sambil tertawa.

Yang jelas, pembelajaran nanoteknologi harus dilakukan sesegera mungkin. Sejak dipublikasikan pada 1998 lalu, perkembangan tekonologi ini sangat cepat. "Semua Negara mulai dari awal dalam mempelajari ini. Kita pun jangan mau ketinggalan," kata peneliti yang sudah memiliki 9 hak paten di bidang ini. (ika karlina idris)

1 comment:

juhaerisusanto said...

ya.memang haru sdiperkenalkan nano kepada anak sedini mungkin.....

www.nano.or.id