Wednesday, October 10, 2007

Lindungi Anak dari Penculik

"Kalau saat ini dia masih hidup, pasti sudah 2 tahun 2 bulan umurnya," kata Sani pilu.

Saat masih berumur empat bulan, putrinya diculik orang. Berbagai upaya dilakukan Sani dan keluarga. Sampai-sampai mereka tahu siapa yang menculik, tempat tinggal keluarga si penculik, hingga lokasi keberadaan penculik.

Sayang, anaknya tidak juga ditemukan, sampai detik ini. Dengan nada putus asa, ia menyalahkan pihak kepolisian. Sani dan keluarga bertempat tinggal di Yogyakarta, sedang ia mencurigai si pelaku ada di Bekasi. Dengan penuh harap ia melapor ke Polres Bekasi, tapi malah "penolakan" yang dia terima.

"Polisinya bilang yang tangani harus kepolisian di TKP (tempat kejadian perkara). Sedang polisi di Sleman tak mau berbuat apa-apa. Malah akhirnya istri saya dituduh menjual anak kami," kata Sani, masygul.

Bersama dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Sani datang ke Jakarta. Siang itu, Selasa (25/9), di kantor KPAI, ia mengeluarkan semua unek-uneknya di hadapan peserta debat "Penculikan Anak: Dapatkan Dicegah?". Diskusi itu tak hanya menghadirkan pihak sekolah, tapi juga orang tua pelaku penculikan dan orang tua korban, pesinetron Cece Kirani, Kepala Satuan Remaja Anak dan Wanita (Kasat Renakta) Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Ahmad Rivai.

Akhir-akhir ini media massa sering sekali memberitakan penculikan anak. Terakhir yang paling besar adalah berita penculikan Raisya, anak Ali Said, Ketua Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP-Hipmi). Akan tetapi, korban penculikan anak tak hanya dari keluarga kaya, tapi juga keluarga pemulung.

Menurut Rivai, anak-anak orang kaya biasanya diculik karena faktor ekonomi atau dendam. Sedang anak-anak dari kelurga kurang mampu diculik untuk dijadikan pengemis, diadopsi, dijadikan pekerja seks, dijual organ tubuhnya, atau dieksploitasi dalam berbagi bentuk.

Berdasarkan anatomy of crime (anatomi kejahatan), pelaku penculikan biasanya orang-orang yang dikenal oleh korban. Paling tidak, informasi tentang di anak mereka dapat dari orang-orang dekat korban. Pada kasus Raisya, misalnya, penculik mendapat informasi dari guru mengajinya.

"Orang dekat itu bisa siapa saja, pembantu, sopir, guru, ataupun kerabat sendiri. Pokoknya orang-orang yang berinteraksi dengan anak," ujar Rivai.

Jika penculik adalah orang-orang yang tak dikenal oleh korban, modusnya adalah kekerasan seksual, eksploitasi, atau pemerasan. Ia mencontohkan sebuah kasus paedofilia yang dilakukan warga negara Australia pada sejumlah anak jalanan beberapa waktu lalu. Saat diselidik, ternyata si pelaku mengoleksi celana dalam anak-anak yang pernah dicabulinya.

Untuk itulah, orang tua harus mencegah agar penculikan itu tidak terjadi. Rivai mengatakan ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Pertama, anak harus diajarkan tak cepat percaya pada orang asing. Kedua, tidak memakaikan perhiasan yang berlebihan pada anak.

"Kalaupun pakai anting-anting, cukup satu atau dua gram saja, janga terlalu mencolok," tutur Rivai yang pernah menjabat Kepala Kepolisian Sektor Tanah Abang dan Cempaka Putih.

Kedua, meningkatkan pengawasan anak, baik di rumah ataupun sekolah. Ketiga, meningkatkan pengawasan di lingkungan rumah terhadap orang asing. "Lalu bersosialisasilah, perkenalkan anak anda pada tetangga. Siapa tahu tetangga anda ada yang melihat kejadian," urainya.

Kelima, saat mencari pembantu, suster, guru mengaji, atau guru les, cari tahulah identitas lengkapnya, kepribadian, asal-usul keluarganya. "Kalau bisa, simpan fotonya. Kalau tak enak meminta, siasati saja. Misalnya difoto bersama saat sedang menggendong anak. Kalau ada foto, lebih gampang bagi polisi untuk menemukannya," papar Rivai.

Jika sudah kadung terjadi, maka orang tua harus sesegera mungkin melapor pada polisi. Tak perlu panik agar dapat mencari saks-saksi di sekitar TKP dan mengingat jika ada hal-hal aneh sebelum kejadian. Yang paling penting, tugaskan seseorang di keluarga yang dapat tenang jika menerima telepon pelaku. "Agar dapat diketahui keberadaannya," katanya.

Dalam kesempatan itu, hadir juga Ali Said, ayah Raisya. Menurutnya, sangat penting bagi keluarga korban agar tak membeberkan keadaan sebenarnya ke media. Memang, informasi perlu disampaikan untuk menjadi pembelajaran masyarakat. Hanya saja pemberitaan juga mempengaruhi tindakan penculik terhadap anak.

Ia juga menyarankan agar sekolah selalu mendampingi siswa dalam setiap kegiatan. "Pengamanan itu harus termasuk mendaftar siapa saja yang menjemput ataupun ingin bertemu si anak," kata Ali.

Dimuat di Jurnal Nasional, 28 September 2007

No comments: