Wednesday, September 12, 2007

IPB="Institut Pleksibel Banget"

Pada situs forum komunikasi mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB), ada sebuah dialog tentang kepanjangan IPB. Selama ini, kepanjangan IPB selalu dipelesetkan menjadi Institut Publisistik Bogor atau Institut Perbankan Bogor. Gara-garanya, sebagian besar lulusan mereka sukses berkarier di bank atau media massa.

Sebenarnya, di dunia perbankan IPB diuntungkan oleh pembangunan Orde Baru. Kala itu, semua hal berbau pertanian dan ekonomi pertanian adalah disiplin ilmu yang "lupa" diantisipasi oleh Fakultas Ekonomi. Salah satu bank yang berperan dalam pertanian adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan akhirnya banyak mengambil lulusan IPB.

Selain di perbankan, lulusan IPB juga sukses di bidang ekonomi seperti Didik Rachbini, Iman Sugema, dan kawan-kawan mereka di Indef (Institute for Development of Economics and Finance Indonesia), Tubagus Feri dari CSIS (Center for Strategic and International Studies), pakar pemasaran semisal Handito (MarkPlus) dan Asto Subroto (MARS). Baru saja IPB membuka Fakultas Ekonomi dan Manajemen, yang tentunya jauh dari pertanian. Akhirnya, IPB pun sering dijuluki dengan Institut Pleksibel (Fleksibel) Banget.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah minat pelajar terhadap dunia pertanian menurun? Ataukah memang tak ada lapangan kerja yang menampung mereka selepas kuliah?

Akhir Agustus lalu, Perwakilan Mahasiswa Pertanian Indonesia mengeluh ke Presiden SBY. Mereka bilang bahwa minat masyarakat khususnya generasi muda untuk menekuni sektor pertanian sangat berkurang. Hal itu terlihat dari menurunnya jumlah mahasiswa Fakultas Pertanian di sejumlah Universitas secara drastis.

Akibatnya, sejumlah kampus terpaksa menutup Fakultas Pertanian mereka. Sebut saja Universitras Mercu Buana Jakarta, Universitas Borobudur Jakarta, dan Universitas Islam `45 Bekasi. Menurut perwakilan dari Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (Popmasepi), Alqudsi Angelina Adam, akan ada beberapa universitas lagi yang menyusul.

"Kalau boleh ditanya kepada adik-adik kita di SMP dan SMA, apakah ada yang tertarik ke sana (Fakultas Pertanian), saya kira tidak," katanya.

Yang jelas, Rektor IPB Ahmad Ansori Mattjik menampik hal itu. Dalam pidato menyambut dies natalis ke-44 IPB, Sabtu (1/9), ia mengatakan bahwa minat siswa dalam dunia pertanian meningkat. Utamanya pada tahun ajaran baru 2007-2008 di IPB.

Peminat Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) meningkat 12,6 persen dibanding tahun lalu. Jumlah siswa yang mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) meningkat 24,9 persen, peminat Beasiswa Utusan Daerah (BUD) meningkat 260 persen, peminat diploma meningkat 22,5 persen, dan peminat Sekolah Pascasarjana meningkat 25,6 persen. Total mahasiswa baru program sarjana tahun ini adalah 3124 mahasiswa atau meningkat sekitar 10 persen dari tahun lalu.

Kalau memang minat siswa meningkat, mengapa banyak lulusan IPB tak bekerja di dunia pertanian?

Rupa-rupanya, mahasiswa IPB dibekali kemampuan nalar yang tinggi sehingga mampu beradaptasi di berbagai bidang. Dan itu dilakukan pada satu tahun pertama masa kuliah mereka yang disebut dengan Tingkat Persiapan Bersama (TPB) .

Menurut Kepala Humas IPB Agus Lelana, selama setahun itulah sekitar 3000 mahasiswa diasramakan bersama. Pada masa itu, mahasiwa diberikan semua disiplin ilmu dasar.

"Sehingga mereka mendapat kompetensi umum dan jadi bisa adaptasi dengan semua situasi. Mulai dari kimia, fisika, biologi, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, sosiologi, ekonomi, hingga kewirausahaan. Jadi, meski mahasiswa datang dari latar belakang IPA, misalnya, tapi dia juga bisa mendapat pengetahuan IPS," kata Agus pada Jurnal Nasional.

Selain itu, masa TPB juga digunakan untuk memaksimalkan kemampuan akademik dan adaptasi multibudaya. Dalam bidang akademik, siswa akan dibagi dalam kelompok kecil dan dibimbing oleh seorang mahasiswa senior.

"Mereka dibantu untuk memahami pelajaran, pengulangan materi, bahkan ada kelas-kelas khusus agar DO (drop out) bisa ditekan," katanya. Lalu, karena mahasiswa IPB datang dari 2.000 SMA yang ada di Indonesia, maka diharapkan mereka dapat belajar berkomunikasi lintas kultural. "Di sinilah mereka membangun jejaring pertemanan."

Yang menjadi nilai tambah, selama masa TPB mahasiswa harus membuat laporan kegiatan yang sifatnya kuantitatif. "Mahasiswa sudah terbiasa membuat laporan berdasarkan data, jadi kalau mereka nanti bekerja di media massa rasanya sudah siap sekali," tutur Agus.

Tak salah rasanya jika Ahmad mengibaratkan mahasiswanya sebagai benih unggul. Rektor yang akan habis masa jabatannya itu mengatakan bahwa mahasiswa IPB akan berkembang di tanah apa pun. "Tuggulah tiga bulan. Jika ia ditanam jadi guru maka akan jadi guru yang baik, kalau jadi reporter pastilah reporter yang baik."

Lulusan IPB, memang, "pleksibel" banget.

1 comment:

Anonymous said...

IPB juga kepanjangan dari Institut Pesantren Bogor. Terbukti dari banyaknya mahasiswi yang mengenakan kerudung ataupun jilbab dengan gamis yang muslimah banget!
dan TPB juga dikenal dengan Tingkat Pembantaian Bersama. Nah, mereka yang survive , bisa dijamin survive di segala bidang! Buktinya, banyak yg sukses jd wartawan atau pun berkarier di perbankan. Yang wirausaha juga buanyyak. Toph deh.. hehe..