Tuesday, August 07, 2007

Mengubah Kecenderungan Lama


FENOMENA Sutardji Calzoum Bachri (SCB) dan puisi-puisinya membuat pengajaran sastra di sekolah harus menyesuaikan diri. Tanpa itu, hampir dipastikan pengajaran sastra akan gagal memenuhi fungsi edukatif dan kulturalnya.

Selama ini, tujuan pengajaran sastra mencakup dua hal, yakni agar siswa memperoleh literary experience (pengalaman) dan literary knowledge (pengetahuan). Pengalaman diperoleh melalui kegiatan berapresiasi dan berekspresi sastra. Sedangkan pengetahuan, baik teoritis maupun historis, diberikan untuk bekal memperoleh pengalaman.

Menurut Dekan Fakultas Sastra Universitas Nasional Yogyakarta, Suminto A Sayuti, saat ini terdapat tiga kecenderungan dalam pengajaran sastra. Pertama, jika berkenaan dengan makna teks, guru sering mengistimewakan intensi pengarang secara berlebihan. “Mereka melihatnya sebagai yang terbaik,” kata Suminto.

Kedua, guru cenderung menyarankan bahwa sejumlah interpretasi terhadap teks tak bisa dilakukan dengan sederhana. Bahkan, teks sering dianggap dunia yang tertutup bagi siswa. Ketiga, guru sering mendevaluasi latar belakang dan pengalaman siswa dalam membaca teks.

Semua itu terjadi karena sastra selama ini dianggap sebagai teks yang ditulis oleh individu yang sangat berbakat. Seolah individu itu mendapat
dorongan ilahiah yang secara langsung mengomunikasikan kondisi-kondisi manusia. ‘’Anggapan itu sangat kuat dan mengakar,’’ ujar Suminto.

Sementara pembaca dianggap sebagai individu bebas, ahistoris, bercita rasa baik, dan dapat mengakui adanya satu kebenaran abadi. Hasilnya, pandangan ini membuat siswa percaya bahwa hanya ada satu interpretasi terhadap teks yang benar secara obyektif, sehingga siswa beranggapan bahwa selalu ada hubungan langsung antara bahasa dan realitas.

Padahal, siswa tak mungkin menangkap makna puisi-puisi SCB dengan cara seperti itu. Karya SCB selama ini selalu menolak kata sebagai sarana mengantarkan pengertian. SCB beranggapan bahwa kata adalah pengertian itu sendiri. Kata harus bebas dari penjajahan pengertian dan dari beban ide.

‘’Menulis puisi bagi SCB adalah membebaskan kata-kata dan mengembalikannya pada mantra, sebagai kata pertama,” ucap Suminto.

Jadi, selama pengajaran sastra masih menggunakan cara-cara lama, selama itulah puisi SCB tak bisa dimaknai. (Ika Karlina Idris)

Dimuat di Jurnal Nasional, Senin, 23 Juli 2007.

No comments: