Tuesday, August 07, 2007

Memaknai Lagi Peran Guru BK


Guru Bimbingan dan Konseling (BK) masih kerap difungsikan tidak sebagaimana mestinya.

PEMBICARAAN tentang peran guru Bimbingan dan Konseling (BK) sangat ramai dalam sebuah blog (www.bimbingankonseling.wordpress.com). Sebuah diary maya itu memang dimaksudkan sebagai forum komunikasi guru BK, baik di dalam negeri maupun negara tetangga.

Pelbagai kesan, saran, dan penilaian terhadap guru BK pun tertuang di sana.
Naniek K, guru BK SMAN 6 Jakarta, menilai, guru BK di desa-desa sejauh ini masih belum berfungsi sebagaimana mestinya.

"Hanya disuruh kepala sekolahnya untuk pukul lonceng atau tukang pencet bel. Kasihan kan? Kalau kepala sekolah yang mau maju, pasti BK ditempatkan yang layak," tulis Nanik di blog tersebut.

Komentar menarik juga datang dari Wannef Jambak, guru BK SMP Negeri 2 Sirandorung, Tapanuli Tengah, Sumatera Utara. Menurut dia, dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), guru BK tak digolongkan sebagai kegiatan pengembangan diri, melainkan aktivitas tambahan yang sejajar dengan Unit Kesehatan Sekolah (UKS), Pramuka, atau kegiatan seni. "Menyedihkan sekali," tulisnya.

Wannef tak habis pikir dari mana datangnya pemikiran seperti itu. Di negara-negara Barat, semisal Amerika Serikat, Inggris, atau Prancis, mereka sangat menghargai peran guidance and counseling (bimbingan dan konseling). "Tapi di negeri kita yang corak dan latar belakang budayanya berebeda-beda, malah BK dianaktirikan.''

Memang, tidak semua guru BK ditempatkan tidak semestinya. Hanya, profesi ini lazim dilekatkan dan diidentikkan dengan anak-anak bermasalah, mulai dari yang bernilai jelek, sering telat masuk kelas atau yang sering melanggar aturan sekolah.

Sejatinya ada tiga fungsi yang harus dijalankan seorang guru BK. Pertama adalah remedial. Yakni, membuat siswa berfungsi pada tingkat normal menurut budaya. Dengan kata lain, setidaknya guru BK mampu berperan membantu menghilangkan hal-hal negatif dari seorang siswa.

Kedua, guru BK harus mengembangkan siswa agar mencapai kemampuan psikologi semaksimal mungkin sesuai tahap perkembangannya. Ketiga, fungsi pereventif agar siswa bisa mengembangkan potensi individu, menyesuaikan diri dengan lingkungan, dan mampu memecahkan sendiri masalahnya.

Ch Wahyudi dari SMP Frater Xaverius 1, Palembang, mengutarakan, banyak suka duka dia jalani selama tujuh tahun sebagai guru BK. Dia bergembira ketika anak-anak mau menumpahkan isi hati mereka. "Menarik napas panjang sebagai tanda sebuah kelegaan bahwa ia telah menemukan sebuah solusi atas kesulitan hidupnya," tulis Wahyudi di blog tersebut.

Selain itu, bergaul dengan anak-anak juga memberinya kesenangan tersendiri. Melihat canda dan air mata mereka, melihat kenakalan mereka, melihat kebengalan mereka, dan melihat segala kepolosan. Dukanya? "Petunjuk dari pemerintah kurang pada tataran operasional. Guru harus merancang sendiri, tidak seperti guru-guru bidang studi," tulis Wahyudi.

Tak bisa dipungkiri bahwa peran guru BK sangat penting untuk menggali dan mengoptimalkan potensi siswa. Selain itu, mereka juga seharusnya berfungsi mengarahkan siswa dalam mengambil pilihan, semisal jurusan atau memilih universitas.

Menurut Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) Departemen Pendidikan Nasional, Fasli Jalal, guru BK dituntut memiliki multiple intelligences (kecerdasan jamak). Ini penting untuk mendukung perannya dalam menggali potensi siswa.

Multiple intelligences dikembangkan Howard Gardner, psikolog dan profesor dari Harvard University. Dalam teorinya, Gardner mengemukakan, terdapat tujuh jenis kecerdasan, yakni linguistik, bermusik, logika matematika, spasial, kinestetik, interpersonal, dan intrapersonal.

Dari jabaran teori itu, demikian Fasli, bila seorang siswa menolak mata pelajaran yang tidak diminatinya, itu bukan lantaran dia tidak suka. Bisa jadi siswa berperilaku seperti itu karena merasa diperlakukan tidak adil atau tak diberi kesempatan dan penghargaan di bidang yang sebenarnya dia kuasai.

"Dengan kata lain, siswa dipaksa berpacu dengan orang lain di bidang yang memang bukan multiple intelligence siswa tersebut," katanya.

Untuk memahami seorang siswa, mereka yang berada di sekeliling siswa harus memahami teori itu. Tak hanya guru, tapi juga manajemen sekolah dan orang tua. Dengan demikian, diharapkan mereka dapat membimbing siswa belajar dalam berbagai macam cara dan membantu mengarahkan siswa belajar secara mandiri.

Pelaksanaan BK di sekolah, antara lain, bertujuan agar siswa dapat memahami dan menerima diri sendiri serta merencanakan masa depan atas kekuatannya sendiri. "Mereka dapat membantu siswa memahami dan mengetahui kekuatan dan kelebihan mereka. Diharapkan siswa nantinya mampu mengidentifikasi aktivitas dalam dunia nyata sebagai rangsangan pembelajaran," jelas Fasli.

Kegiatan BK dinilai berhasil bila menekankan pada empat aspek pokok, yakni bertujuan dan makna penuh di mana siswa sebagai subyek pada makna itu. Lalu, menempatkan kegiatan BK sebagai usaha mencari dan menemukan diri sendiri. Hasil proses BK dapat berupa pemahaman, pengertian, kejelasan, kesadaran, perubahan perilaku/kebiasaan, dan perkembangan. Terakhir, hasilnya harus dapat dimanfaatkan siswa untuk menghadapi tantangan hidupnya.

Dengan demikian, praktik-praktik pendidikan harus sejalan dengan psikologi anak. Oleh karena itu, peranan besar guru BK sangat diperlukan. "Guru BK harus lebih profesional dari (guru) yang lain, karena kekuatannya bukan pada portofolio, tetapi kemampuan memengaruhi orang lain. Hal itulah yang paling berat," ujar Fasli.

Ika Karlina Idris

Dimuat di Jurnal Nasional, Rabu, 1 Agustus 2007

No comments: