Thursday, July 05, 2007

Bens Leo: Media Massa harus Bertanggung Jawab

Jakarta | Jurnal Nasional

Media massa turut bertanggung jawab atas kurangnya lagu anak-anak. Pasalnya, mereka tak menyediakan ruang untuk video klip penyanyi anak diputar. Karena tak ada tempat promosi, tentu industri rekaman kesulitan dalam "menjual" lagu anak-anak.

Hal tersebut dikatakan pengamat musik Bens Leo tentang minimnya ruang berkreasi anak di televisi. Berikut petikan wawancaranya dengan Jurnal Nasional:

Seperti apa ruang untuk bermusik bagi anak-anak di televisi?

Saat ini, stasiun televisi sama sekali tak menyajikan acara musik. Yang masih punya program hanya TVRI dan space toon. Hanya saja, tak semua orang tahu space toon karena menurut mereka salurannya susah dicari.

Sejak tiga tahun terakhir, stasiun televisi menjadi sangat komersil. Untuk memasang video musik, hanya dibatasi 30 detik, dengan bayaran tiga juta sekali tayang. Itu pun untuk pemusik yang sudah mengeluarkan album. Artinya, stasiun televisi menganggap pemutaran video musik sama dengan pemutaran iklan.

Lalu, kualitas lagu anak-anak sendiri seperti apa?

Selama ini, lagu anak-anak juga tak semuanya baik. Saya setuju dengan pendapat pak AT Mahmud, bahwa lagu anak-anak harus dibatasi. Secara nada, mereka hanya bisa satu oktaf, maksdunya, hanya sebatas do-re-mi-fa-sol-la-si-do. Lebih dari itu, akan merepotkan mereka.

Nanti, seiring dengan bertambahnya usia si anak, maka nadanya bisa ditambahkan.

Untuk lirik, baiknya yang bersifat edukasi. Bisa bercerita tentang keluarga, lingkungan, ataupun yang menyangkut kemampuannya. Hal ini terjadi pada lagu-lagu AT Mahmud, seperti balonku ada lima atau naik-naik ke puncak gunung.

Memang ada lagu-lagu orang dewasa yang seringkali dinyanyikan anak-anak. Semisal anak-anak menyanyikan lagu Peterpan, itu karena lagu itu sering diputar di televisi, diapresiasi oleh mereka, dan disukai. Tapi sebenarnya melodinya tidak pas dengan mereka.

Apakah lagu anak-anak masih diminati oleh produser rekaman?

Sebenarnya iya. Dulu, Sony BMG pernah membuat perusahaan Sony Wonder yang khusus memproduseri lagu anak-anak. Hanya saja, karena tak ada ruang promosi, bagaimana industri mau memasarkan produk mereka? Ya akhirnya kan tidak produksi lagi.

Itulah juga yang membuat sebagian besar penyanyi anak-anak diproduseri sendiri oleh orang tuanya.

Solusinya seperti apa?

Begini saja, televisi itu kan sering mengadakan dan mensponsori acara musik. Hanya saja, selama ini tak ada ruang untuk lagu anak-anak. Kenapa tak mereka masukkan saja kategori lagu anak di situ?

Kalau sudah ada media promosi, otomatis industri akan jalan. Bagaimanapun, media massa sebenarnya turut bertanggung jawab.

Lalu, mungkin stasiun televise bisa memberi waktu untuk program musik anak. Paling tidak setengah jam setiap minggu. Kalau acaranya bagus, pada akhirnya orang tertarik menonton dan apresiasi musik pun meningkat.

Yang paling penting, bagaimana media massa memberi kesempatan pada anak untuk berkreasi. Tak selamanya di media massa khusus anak-anak, di segmen deawasa kan juga bisa beri halaman. Bisa halaman keluarga atau apa saja yang membuka kreativitas anak.

Selain itu, produser juga bisa memanfaatkan tv lokal sebagai media promosi. Saat ini kan jumlahnya banyak sekali, biayanya masih murah, dan tak akan memotong lagu.

(Ika Karlina Idris)

No comments: