Wednesday, June 20, 2007

Belajar Budi Pekerti Lewat Karawitan

Jakarta | Jurnal Nasional


"Lo nonton televisi nggak semalam? Ada Kapten lho."

"Yah, nggak. Mereka bawain lagu barunya nggak?"


Tiba-tiba saja percakapan tersebut berhenti saat seorang lelaki usia baya memasuki ruangan. Lelaki itu memberi instruksi agar para siswa, termasuk dua orang yang bercakap tadi, bersiap di posisi mereka masing-masing.


Pria itu lalu memukul gendang, sebagai perintah, lalu mulailah terdengar irama yang mendayu-dayu. Irama tersebut berasal dari gamelan, gendang, dan gong. Tak lama, alunan musik berhenti, lalu seorang siswi pun melantunkan tembang.


Itulah suasana latihan grup karawitan Sekolah Menengah Pertama (SMP) 231 Jakarta Utara. Sudah sekitar 3 tahun karawitan menjadi sebuah kegiatan ekstrakurikuler di sekolah tersebut. Saat ini, jumlah pesertanya mencapai 15 orang.


"Sebenarnya saya mau ikut sejak kelas satu, tapi jumlah murid yang ikut dibatasi. Saya baru kepilih pas kelas dua," kata Rosiana W, 15 tahun, yang duduk di kelas tiga.


Selain Rosiana, ada juga Andika Dimantara, 14 tahun. Selain dia, ada seorang lagi siswa laki-laki yang ikut ekskul ini, tapi sedang berhalangan hadir. Meski yang mereka pelajari adalah kesenian tradisional, namun Rosiana dan Andika tak merasa minder.


Awalnya, peserta ekskul ini juga mengambil ekskul lain, seperti basket atau volli. Namun, lama-kelamaan, keduanya lebih sering memainkan gamelan daripada bola.


"Di karawitan temen-temennya lebih cepat akrab. Satu-sama lain sudah nyambung," kata Andika.


Jika sedang istirahat, biasanya para pemain bersenda gura. Mulai dari pemain gong yang dibelakang hingga sinden yang berada di depan semua berkumpul ke tengah dan bercerita tentang apa saja. Mereka masih anak-anak sekolah yang bercerita tentang ujian, teman, atau grup band.


"Saya masih senang dengerin (grup) band, tapi karawitan juga senang," kata Rosiana.


Pengajar karawitan siswa-siswi tersebut, Sugito Wiyono, 65 tahun, mengatakan bahwa karawitan membawa banyak manfaat. "Utamanya dalam membentuk perilaku anak," katanya.


Dulu, Sugito pernah punya siswa yang sangat badung sampai-sampai selalu dipanggil guru. Setahun mengikuti ekskul karawitan, perubahan sangat terasa di murid tersebut. "Dia menjadi sangat santun. Bahkan dia bisa berprestasi di bidang lain," tambahnya.


Mengapa karawitan bisa mngubah murid tersebut? Kata Sugito ada nilai-nilai positif yang menjadi prinsip dasar karawitan. Dan syarat utama memainkan karawitan adalah dengan mematuhi prinsip tersebut.


Sebagai contoh, pemain karawitan duduk bersimpu dan bersila meski orang-orang lain duduk di kursi atau mahal berdiri. Menurutnya, hal tersebut mengajarakn siswa untuk bersikap nrimo (menerima) segala pemberian tuhan.


"Dan lebih penting, mengajarkan kita untuk ikhlas," kata Sugito yang sudah mengajarkan karawitan ke berbagai sekolak sejak 15 tahun lalu.


Selain itu, agar menghasilkan irama yang indah, maka para pemain harus saling bergotong-royong menciptanya. Jika sebuah lagu akan berakhir, ada sebuah pukulan penutup yang tak bisa dilakukan tanpa aba-aba pemukul gong. Terkadang, pemain harus menunggu beberapa saat hanya untuk pukulan penutup tersebut.


"Itu untuk mengajarkan mereka untuk menghargai orang lain. Jadi, tak ada yang mengakhiri sendiri tanpa aba-aba,"katanya.


Para peserta ekskul karawitan di SMP 231 berlatih seminggu sekali, setiap kamis, selama dua jam. Jika ada rencana tampil atau sekedar mengisi undangan, biasanya mereka menambah waktu latihan di Minggu siang.


Meski mereka masih belasan tahun, namun kemampuannya jangan ditanya. Siswa-siswi tersebut mampu memainkan lagu yang hanya dapat dimainkan oleh seorang siswa sekolah musik di tahun ke dua.


"Mereka bisa mainkan Ladrang Ayun-ayun dan sebuah komposisi lagu berbahasa Inggris," kata Sugito yang juga mengajar karawitan di Sekolah Menangah Atas (SMA) 8, 27, 30, dan Labschool.


Hal itu memungkinkan karena Sugito mengajari mereka sebuah lagu secara parsial, tak langsung semua. Biasanya, intro saja dimainkan berkali-kali hingga hafal. Kalau masih ada yg belum mengerti, maka akan diulang lagi.


"Kalau orang dewasa biasanya tidak sabaran dan maunya langsung belajar semua. Makanya, yang paling baik belajar ini adalah sejak anak-anak." (ika)

No comments: