Monday, May 28, 2007

Menyoal Peran BUMN dalam Pemberdayaan MasyarakatJakarta

Kamis, 26 April 2007

SEJATINYA kemiskinan yang terjadi di Indonesia bisa dikurangi dengan pemberdayaan masyarakat. Peran ini tak hanya diambil oleh lembaga swadaya masyarakat, tapi juga dapat dilakukan oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta.

Salah satu caranya melalui program tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).Khusus BUMN, CSR dilakukan melalui Program Kemitraan Bina ingkungan (PKBL).

Dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, disebutkan tujuan BUMN tak hanya mencari keuntungan tapi juga memberi bantuan dan bimbingan kepada masyarakat. Adapun program PBKL ditujukan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat khususnya masyarakat yang berdomisili di sekitar perusahaan BUMN itu berada.

"Kami menganggap program ini penting. Bagaimanapun kelangsungan usaha BUMN tergantung pada disparitas antara perusahaan dengan masyarakat. Kalau ingin perusahaan tidak terganggu, maka disparitas itu harus dikurangi," urai Menteri Negara BUMN, Sugiharto, Selasa (24/4), usai memberikan paparan dalam konferensi CSR Indonesia 2007 di Jakarta.

Menurut Sugiharto, dalam Surat Keputusan Menteri BUMN Nomor 236 tahun 2003 telah diatur setiap BUMN harus menyisihkan laba yang mereka dapatkan untuk PBKL. Jumlah yang harus disisihkan untuk Program Kemitraan sekitar 1-3 persen dari laba bersih dan maksimal 3 persen untuk Program Bina Lingkungan.

Pada Program Kemitraan, dana disalurkan dalam tiga bentuk. Pertama, dalam bentuk pinjaman untuk modal kerja atau pembelian alat produksi. Kedua, dalam bentuk pinjaman khusus untuk membiayai kegiatan usaha atau meningkatkan penjualan. Ketiga, dana berbentuk hibah yang digunakan untuk pembinaan dan pelatihan mitra.

"Hal ini sudah dilakukan sejak tahun 1989. Sepanjang sejarah, BUMN sudah menyalurkan Rp3,796 triliun kepada sekitar 427 ribu mitra binaan," kata Sugiharto.

Tahun lalu saja, 20 ribu unit usaha telah mendapatkan bantuan modal kerja melalui program ini. Jumlah dananya sebesar Rp456,9 miliar.

"Jumlah itu akan terus meningkat karena keuntungan BUMN juga meningkat tajam," tegas Sugiharto.

Distribusi dana tersebut sebanyak 33,4 persen di sektor perdagangan, 20,2 persen di sektor industri, 19,5 persen untuk sektor jasa, 6,4 persen untuk sektor pertanian, 6,1 persen untuk sektor perikanan dan peternakan, serta sisanya untuk sektor lain.

"Memang yang paling besar disalurkan ke sektor perdagangan dan industri karena bidang ini yang paling efektif untuk meningkatkan kesejahteraan," terang Sugiharto.

Ia mengakui tingkat pengembalian non-performing loan (NPL) dana tersebut berada di atas rata-rata nasional untuk pinjaman perusahaan kecil dan mikro.

"NPL-nya sekitar 15 persen. Sebagian besar mitra kita kan tidak bankable. Karena itu tingkat resikonya juga lebih tinggi. Tingkat bunga untuk PKBL juga sangat rendah sekitar 6-10 persen. Tapi akan kami turunkan lagi seiring turunkan BI rate (suku bungan Bank Indonesia)"Sugiharto menjelaskan, hambatan yang terjadi untuk pengembalian kredit, disebabkan oleh tiga hal.

Pertama, adanya persepsi dana PKBL dana pemerintah. Kedua, adanya aturan yang kurang tegas untuk PKBL sebab BUMN juga dibebankan fungsi mencari profit. Ketiga, adanya bencana alam, seperti yang terjadi di Aceh dan Yogyakarta.

"Saat terjadi gempa di Yogya, banyak pengrajin yang kena. Karena itu kami harus tahu diri juga, apakah dana itu direstrukturisasi atau di lay off. Saya kira kedua kemungkinan itu dimungkinkan," paparnya.

Pada Program Bina Lingkungan, Sugiharto berencana melakukan ekspansi penyaluran dana. Saat ini, bentuk bantuan masih sebatas bantuan korban bencana alam, pembangunana fasilitas pendidikan dan pelatihan masyarakat, fasilitas kesehatan dan sarana umum, serta beasiswa bagi masyarakat tak mampu di sekitar wilayah BUMN.

"Nantinya, akan kami perluas, seperti pembangunan sarana olahraga atau yang lainnya," ujar Sugiharto.

Realisasi penyaluran dana PKBL sepanjang 2006 sebesar Rp723,724 miliar. Rinciannya, sebesar Rp78,58 miliar untuk korban bencana alam, Rp237,803 miliar untuk pendidikan dan pelatihan masyarakat, Rp210 miliar untuk sarana umum, Rp118 miliar untuk sarana ibadah, Rp69 miliar untuk peningkatan kesehatan, dan Rp9 miliar untuk bidang lain.

Saat ini, katanya, Kementerian BUMN sedang menyusun aturan dana Program Bina Lingkungan agar tidak tumpang tindih.

"Jumlahnya maksimal 30 persen dari dana Program Bina Lingkungan. Dana itu nantinya bisa kita salurkan jika ada bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, atau bahkan luapan lumpur. Kalau sudah sentralisasi, bisa dibuat semacam posko-posko BUMN di lokasi bencama itu,"

Terkait hal itu, Ketua Yayasan Bina Swadaya, Bambang Ismawan menanggapi positif pelaksanaan CSR oleh BUMN. Hanya saja terkadang apa yang mereka lakukan tak sebanding dengan dampak kerusakan lingkungan akibat beroperasinya perusahaan itu.

"Supaya wajah mereka dalam memperlakukan lingkungan tidak buruk, maka dirias dengan CSR," katanya.

Seharusnya, kata dia, CSR tak hanya sebatas kegiatan Public Realtion (PR) tapi sudah menjadi panggilan etik suatu perusahaan. Kalau memang suatu perusahaan bersikap profesional, seharusnya mereka peduli dengan lingkungan, baik itu lingkungan hidup maupun sosial.

Menurut Humas PT Permodalan Nasional Madani (PNM), Asri Al Jufri, pihaknya sering membantu pelaksanaan program CSR perusahaan tambang, seperti Prima Coal, Newmont, hingga PT Pertamina.

Sebenarnya, jika melihat dampak lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan pertambangan, nilainya tidak sebanding. "Bagaimanapun kerusakan lingkungan itu kan tidak ternilai. Namun, paling tidak sudah ada perubahan pola dalam program CSR yang mereka kerjakan," ujarnya.

Dulu, perusahaan pertambangan lebih sering melakukan CSR dalam bentuk pemberian uang tunai kepada masyarakat sekitar. Hal itu, kata Asri, bisa membawa dampak yang kurang baik karena ada kemungkinan pembagian yang tidak merata.

"Mereka mau gampangnya saja, ingin yang bersifat seremonial, dihadiri bupati dan diliput media massa. Padahal masyarakat butuh diberdayakan," tegas Asri.

Saat ini, beberapa perusahaan yang sudah bekerja sama dengan PNM sudah memikirkan kepentingan jangka panjang masyarakat di sekitar perusahaan. Salah satunya dengan membuat Lembaga Keuangan Mikro (LKM) seperti koperasi. Di wadah tersebut, masyarakat tak hanya diberi pinjaman modal tapi juga dilakukan pemberdayaan.

"Ada mitra PNM di Kalimantan yang melakukan pelatihan penanaman pada masyarakat sekitar tambang. Mereka bahkan didatangkan ke Bandung untuk pelatihan itu. Nantinya, mereka juga mendapat bantuan permodalan," terang Asri.

Sementara Humas PT Pertamina Toharso menambahkan, pihaknya menghitung tingkat kerusakan yang ditimbulkan dan tingkat kebutuhan masyarakat.

"Sifat pertambangan yang dilakukan Pertamina berbeda dengan pertambangan lain. Selama 50 tahun kami beroperasi, Pertamina selalu memperhatikan masalah lingkungan dan kebutuhan masyarakat di sekitarnya," ujarnya membela.

Dia mencontohkan, di daerah Balongan pihaknya menyediakan tanah di sekitar kilang minyak untuk digarap masyarakat. "Bahkan kami memberi bantuan permodalan dan pemasaran. Hal yang kurang lebih sama juga kami lakukan di daerah lain," imbuhnya.

Contoh lain, Pertamina juga turut menanami kembali hutan bakau yang ada di wilayah Jakarta Utara. Selain itu, saat pipa Pertamina meledak di Porong, pihaknya juga memberi bantuan beasiswa mulai TK hingga perguruan tinggi pada 23 anak.(Ika)

No comments: