Thursday, July 27, 2006

ULANG TAHUN KE-23


Nobody loves you when you’re 23 (Blink-182)

Senin, 24 Juli, saya berulang tahun yang ke-23.
Dan saya sangat takut perkataan Blink 182 itu terjadi.

Entahlah, yang jelas, saya kehilangan seseorang yang sangat berarti di hari ulang tahun saya.
Tapi, saya juga mendapatkan kembali teman baik saya.

Thursday, July 20, 2006

sewaktu aku berkata, "Kenapa kamu harus pergi? Aku sedih."
Kamu menjawab," Aku lebih sedih lagi kot."

lalu, aku memberimu sebuah buku kosong yang kutulisi seperti ini:

kadang-kadang dari hari ke hari, rasanya aku hidup hanya karena pada malam hari aku bisa menceritakan apa yang telah terjadi padaku pada pagi hari.
(Umberto Eco, Baudolino)

Sayang, tulislah semua yang kamu alami di buku ini
kalau-kalau terlalu banyak yang akan kau ceritakan padaku

Friday, July 14, 2006

PRESTASI SAYA

Sudah tiga hari ini saya terus mengukir prestasi.

Hari Pertama: Selasa, 11 Juli 2006

Saya mengendarai mobil dari rumah ke kantor, lalu ke kosan tussie, lalu ke polda, lalu ke DPR, lalu ke kantor, dan pulang ke rumah.

Huahahaha!!!!
Rasanya saya ingin meloncat kegirangan atas prestasi saya. Kamu kan tahu kalau saya sangat payah dalam urusan setir-menyetir mobil. Ada beberapa orang yang hanya cukup dilatih oleh ayahnya atau kakaknya menyetir mobil, tapi saya harus dua kali ikut kursus menyetir mobil. Itu pun masih bego.

Selama kuliah, sudah banyak teman yang mengajari saya. Ada shinta, puti, dan aul. Tapi hasilnya nol besar.

Oh iya, hari pertama saya mengemudi sendiri bukannya mulus tanpa hambatan.
Mungkin ada puluhan mulut yang memaki saya karena mesin mobil yang mati tiba-tiba atau karena mengambil jalur tanpa menyalakan lampu sen.
Tapi, yang paling parah adalah sewaktu saya menggores mobil polisi yang sedang parkir.

Yah, saya memang belum bisa parkir dengan “rapih”.

Karena sehari-harinya saya wartawan yang “ngepos” di Kepolisian Daerah Metro Jaya, maka siang itu pun saya pergi ke sana. Setiba di parkiran, saya bingung. Ada satu tempat parkir, tapi letaknya di antara dua mobil. Maka saya pun memasukkan mobil saya ke sana.

TETAPI, saya terlalu ke kiri, jadinya saya memasukkan gigi mundur dan banting stir ke kanan. Tapi, entah bagaimana, saya lupa dan tidak ingat persisnya… hehehe…
Tiba-tiba mobil saya sudah melintang di antara dua mobil. Akhirnya, saya pun menelepon Mas Widi, teman saya wartawan Warta Kota.

Saya : Mas Widi, lagi dimana? [dengan suara panik]
Mas Widi : Lagi di SPK
Saya : Mas, aku bawa mobil niy, tapi aku nggak bisa parkir, sekarang mobilku melintang dan ngegores mobil orang.
Mas Widi : Hah? Kok Bisa?
Ika : Nggak tahu!! [dengan suara hampir menangis]Mas Widi ke sini dong… Please…
Mas Widi : Oke

Dan jadilah Mas Widi sebagai pahlawan saya hari itu. Dia datang dan mobilnya pun terparkir dengan manis.

Tapi ngomong-ngomong, selagi Mas Widi membenarkan posisi mobil saya, polisi yang mobilnya tergores pun datang dan mengomel ke saya.

Pak Polisi : Aduh! Gimana ini? kok bisa kayak gini???!!! Aduh! [sambil mengusap garis putih menyerupai cakaran kucing di mobil Avanza hitam miliknya]
Saya : Mmmmm…. Mmmmm…. [sambil bingung harus ngomong apa]
Pak Polisi : Kamu kok bisa dapat SIM sih?
Saya : Mmmmm…. Mmmmm…. [masih kebingungan dan berharap Mas Widi lekas turun dari mobil dan membantu saya menghadapi Pak Polisi]
Pak Polisi : ck..ck..ck.. [sambil beranjak pergi, mungkin dia pikir percuma berurusan dengan saya]




Hari Kedua: Rabu, 12 juli 2006

Saya masih menyetir mobil, tapi kali ini tidak ada satupun teman yang menemani saya, sejak dari rumah hingga ke TIM, lalu ke Polda, lalu ke kantor, dan pulang lagi ke rumah. Tapi, seperti kemarin, tentu saja hari ini ada kejadian menarik lainnya.

Pagi-pagi, saya nyasar sewaktu akan ke TIM, pokonya berkali-kali mutar. Untungnya sampai dan saya pun memarkir di TIM, padahal sebenarnya saya mau datang ke seminar yang diadakan di hotel yang jaraknya sekitar 75 meter dari TIM. Tapi, karena saya takut tidak bisa parkir di hotel, makanya saya ke TIM.

Pulang dari Polda, Ibnu, wartawan Koran Tempo, teman liputan saya, memberi tahu jalan yang harus saya lewati. Saat itu, saya cukup mengerti.

Tapi, entah kenapa, tiba-tiba saya masuk ke jalur 3 in 1 dan saya pun diberhentikan seorang polantas, tepat di depan Plaza Semanggi.

Polisi : Bu, ini kan jalur 3 in 1.
Saya : Maap pak, saya nggak tau kok bisa nyampe sini. [dengan muka panik]
Polisi : Ibu mau kemana?
Saya : Pak saya ini wartawan di Polda, abis pulang liputan. Saya mau ke Pemuda. Lewat mana ya????? [dengan air muka seperti orang nyasar di hutan]
Polisi: Gini bu, nanti terus aja, bla…bla…bla… Lalu ada Casablanca, nah ibu lewat situ saja.

Jujur nih ya… Saya nggak ngerti pak polisi itu ngomong apa, tapi karena saya senang tidak kena tilang, makanya saya cabut cepat-cepat.

Untung saja, saya bisa mengenali jalur yang biasa saya lewati. Tapi, saat di lampu merah Matraman, Saya harusnya lurus saja ke arah Pulo Gadung, tapi saya malah ke kiri, yang ke arah Senen. Jadilah saya harus menempuh macet dan memutar balik.

45 menit hanya untuk muter balik!! Ck..ck..ck…
Setelah itu, saya harus melewati macet di Pramuka. Dan sewaktu tiba di kantor, saya tidak bisa menulis satu kata pun. Saya Capek!



Hari Ketiga: Kamis, 13 Juli 2006

Saya tidak akan memberitahukanmu apa yang terjadi hari ini.
Yang jelas, saya pulang bersama seorang teman yang baik sekali.

Hari ini menyenangkan..


Ps: saya mohon maaf untuk bapak-bapak polisi dan semua pengemudi yang pernah dibuat kesal oleh saya.

Thursday, July 13, 2006




KOMUNITAS SAYA

Ada yang bilang, kalau kamu mau tahu seseorang, maka lihatlah bagaimana teman-temannya. Hmm. Saya punya banyak teman. Entah jika dibandingkan kamu, tapi rasanya saya punya cukup banyak. Bahkan, saya sering bingung harus membagi diri saya kalau akhir pekan tiba. Seringnya sih, saya punya dua acara dalam satu malam.

Bukan karena saya “gaul banget” atau apa, tapi karena saya selalu menjaga hubungan saya dengan teman-teman saya. Bahkan, kata pengantar skripsi saya butuh 4 halaman, hanya agar semua teman-teman saya tersebut. Saya sayang sama semua mereka.

1. Cindy, Witty, Dea, Vina

Sahabat-sahabat saya sejak SMU hingga sekarang. Terkadang ada yang kagum dengan persahabatan kami, soalnya jarang sekali ada hubungan yang langgeng seperti persahabatan yang kami miliki.
Angky, Adjie, Marwan, Sna, dan Dito berlalu. Toh kami masih saja tertawa dan menangis bersama. Oh iya, sekarang sudah ada Aviv! Ponakan kami, sekaligus lelaki yang paling kami sayang… (Haha!)




2. Ngarai Bentang
(Pendidikan Dasar Gunung Hutan tahun 1999)
Sekelompok murid-murid SMU 70 ikut pelantikan Organisasi Penjelajah Alam Sisgahana dengan bermacam motivasi. Ada yang karena dipaksa senior, ada yang mau “aman”, ada yang naksir sama ketuanya, ada yang suka jalan-jalan, dan ada yang ikut karena jaketnya warna merah (biar sesuai sama sepatu yang dia pake).

Sandy, Danar, Alfian, Wicak, Rismanda, Adit “dudut”, Eva, Ika, Arti, Arin, Rima, Obo, Dian, Chessy.

Sewaktu PDGH:
Ada yang bivaknya runtuh dan membuat satu kelompok terkubur dedaunan, ada yang jatuh dari pohon waktu praktek tidur kalong, ada yang makannya rakus, ada yang bibirnya kering sampai pecah-pecah, ada yang disuruh pulang sama senior, ada yang kena gampar, ada yang berguling dari ketinggian 50 meter sewaktu rapeling, ada yang tidak hapal lagu pancasila, ada yang baru ketahuan kalau asalnya dari madura, ada yang curhat, ada yang lihat kunang-kunang, ada yang jatuh cinta, ada yang menyanyi “leavin on a jet plane”, dan kami saling menggandeng tangan dan berpelukan sewaktu disebutkan nama ‘Nagarai Bentang’.

Setahun setelah PDGH:
ada yang pindah ke Bandung, ada yang cuma jadi penggembira, ada yang jadi anggota sismak (dibaca: Kamsis, dibaca: Keamanan Siswa, dibaca: tukang berantemnya SMU 70), ada yang kabur lewat genteng karena tidak boleh bertualang, ada yang sampai ke Rinjani, ada yang ke Semeru, ada yang disusul kepala sekolah ke gunung Batu karena ternyata tidak ijin ke orang tua, ada yang cinta lokasi dan jadian, ada yang jadian di belakang papan panjat sisgahana, ada yang diam-diam saling menyintai.

Sampai saat ini, semuanya masih ada. Meski kami berbeda tempat dan aktivitas, alam selalu mengumpulkan semua kami secara alamiah.
3. Geng-70 plus
Entah siapa yang memberikan nama ini. Dulu, sewaktu pertama kali berkuliah di Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, teman SMU saya ada beberapa orang. Sehingga itu, terbentuklah kelompok bermain yang didalamnya ada beberapa non-70.

Kety, Nuning, Dina, Mira, Galuh, Tussie, Ika, Isti, Shinta, Anda, Lucky.

4. Geng-Pek..pek...

Sahabat-sahabat saya di masa kuliah.

Kau mau tau persamaan kami? Masing-masing kami punya seseorang yang sangat kami sukai, sekaligus seseorang yang sangat menyukai kami. Anehnya, kami lebih memilih seseorang yang kami sukai, padahal sangat sulit untuk “dimiliki”. Oh iya, masing-masing kami, pernah menjalin hubungan dengan lebih dari satu orang! (kecuali saya lho! Hehehe…) Tapi, rekor masih dipegang Shinta kok! (Pun, saya memberitahumu rekor Shinta, kamu pasti tak akan pecaya. She’s the best player!)


5. Geng-Teman nebeng

Karena rumah saya di Bandung, sedang kampus saya nun jauh di ujung Bandung, makanya saya sering nebeng. Sempat pula dijuluki “ratu nebeng”. Rasanya, jika teman kampus saya mengucapkan kata ‘nebeng’ bisa dipastikan itu merujuk ke saya.

Aul:
Dia bukan hanya teman nebeng. Dia sahabat cowok terbaik yang saya punya. Persahabatan saya dengannya meruntuhkan ketidakpercayaan saya terhadap “pertemanan tulus antara lelaki dan perempuan”

Tussie:
Satu SMU, satu kampus, satu ikatan Beswan Djarum, dan sekarang satu kantor.
[ps: dia sempat dipromosikan untuk masuk ke Geng-Pek..pek.., tapi waktu itu dia masih naïf. Masih terbuai indahnya cinta. Haha! Sekarang sih dia sudah handal, lihai, dan licin. Pokoknya bermain cantik!]



6. Keluarga Karlina Idris dan keluarga Ambang Gemilang:

Ya! Itu nama belakang saya dan Puti. Awalnya, saat kami jadi panitia Orientasi Jurnalistik jurusan Jurnalistik Fikom Unpad. Kami bermain tebak gambar. Untuk membedakan kelompok, diambillah nama belakang kubu Karlina Idris untuk kubu saya dan Ambang Gemilang untuk keluarga Puti.
Anak-anaknya rame, bego, dan centil-centil. [well, tentu saja semua bukan dalam arti yang sebenarnya lho!]

Sukma, Indi, Yenny, Tongki, Sari, dan Hani.
7. Jurnal-jurnil 2001

Ini teman-teman sejurusan saya. Meski berbeda karakter, semua kami memiliki karakter yang sama. Karakter yang pasti kamu temukan pada jurnalis secara umumnya. Kamu tahu itu apa?
8. Fikom 2001

Berhubung saya bukan anak gaul, jadi dari 250 mahasiwa fikom angkatan 2001, paling-paling saya hanya akrab dengan separuh dari mereka. Biasanya kalau ada seseorang yang bertanya apakah saya kenal si Anu, si Ini, atau si Itu. Saya hanya menjawab kalau saya tidak tahu mereka, tapi saya yakin mereka tahu siapa saya! Haha!

Tuesday, July 11, 2006



9. Spektrum Unpad

Awalnya saya masuk Spektrum karena ingin dapat nilai A untuk mata kuliah fotografi. Tapi, lama-lama, selain makin menyukai kegiatan motret dan dipotret, saya juga mendapat teman-teman yang keren dan asyik banget!

Beberapa di antara mereka wartawan, beberapa mereka seniman, beberapa mereka pemuja perempuan, yang jelas mereka senang bermasturbasi secara emosional.