Tuesday, December 26, 2006

Ada lima tulisan dengan tema Lost Generation. Dimuat di Jurnal Nasional edisi 4 Desember 2006. seluruhnya ada 15 tulisan, sisanya ditulis oleh partner saya, Christine dan Dian Suci.

Intinya, kami ingin memberi tahu kondisi pembangunan di Indonesia, baik itu pembangunan pendidikan, infrastuktur, ekonomi, dan kesehatan. Dan apakah kondisi pembangunan saat ini berpotensi ke arah Lost Generation? atau malah tidak? silahkan interpretasikan sendiri.

Sekilas tentang Pembangunan Manusia
Jakarta-Jurnal Nasional

Konsep tentang pembangunan manusia dicetuskan oleh Mahbub ul Haq, seorang ekonom asal Pakistan di tahun 1990. Awalnya, konsep ini ditujukan untuk menyaingi World Development Reports (Laporan-laporan Pembangunan Dunia) yang dikelurkan oleh Bank Dunia.

Menurut Mahbub, laporan tersebut lebih fokus ke segi fisik pembangunan.
Padahal, pembangunan seperti itu telah membawa dunia ke dalam tiga krisis mendasar, yaitu kemiskinan, kerusakan lingkungan hidup, dan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian konflik.

Konsep pembangunan ini juga didukung oleh pemenang nobel ekonomi Amartya Sen. Di dalam Freedom as Development (1999), ia menyebutkan bahwa inti pembangunan adalah kebebasan.

Sedang yang menjadi sumber ketidakbebasan adalah kemiskinan dan tirani, rendahnya peluang ekonomi dan pemiskinan sosial sistematis, pengabaian fasilitas publik, dan tekanan dari negara.

Menurut Sosiolog Paulus Wirutomo, inti dari pembangunan manusia adalah pambangunan dari, untuk, dan dengan partisipasi manusia. “Pembangunan manusia dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia. Kalau kualitas manusia malah merosot, berarti bukan pembangunan.”

Adapun pembangunan manusia diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia. Di antaranya dilihat dari pemenuhan atas pangan, pendidikan, kesehatan, dan rasa aman. Pembangunan ini tidak hanya mengukur dari pendapatan per kapita yang seringkali menyembunyikan ketimpangan.

Semuanya ukuran tersebut disajikan dalam Human Development Report (HDR). Setiap anggota PBB mengirmkan HDR-nya masing-masing.

“Hal ini berguna untuk mengetahui apakah suatu negara menjalankan atau malah mengabaikan pembangunan manusianya,” papar Paulus.

Hingga kini, HDR menjadi instrumen penting bagi United Nations Development Program (UNDP) untuk mencapai tujuannya, yaitu pemberantasan kemiskinan. Meski demikian, setiap tahun topik yang diusung selalu berbeda, hal ini untuk memberi masukan tentang mekanisme penanganan setiap masalah. (Ika Karlina Idris)

No comments: