Wednesday, November 29, 2006

Balanced Scorecard Mencegah Korupsi

Jakarta-Jurnal Nasional

Dalam sebuah proposal kegiatan, selain rencana pemasukan dan pengeluaran dana, selalu tercantum sasaran dan tujuan kegiatan. Anehnya, sebagian besar laporan kegiatan hanya menyantumkan laporan keuangan.

Lantas, apakah sasaran dan tujuannya tercapai? Jawaban paling mudah adalah,”Lihat saja saat acara berlangsung.”

Masalah yang paling banyak ditemui dalam laporan pertanggung jawaban adalah patokan kesuksesan atau keberhasilan yang tidak jelas.

Menurut Ronald A. Annas, penilai dari Deputi Akuntabilitas, Kementerian PAN, “Harusnya kita bisa menjadikan ukuran yang tadinya kualitatif menjadi kuantitatif. Harus bisa diukur.”

Sejak awal tahun 1990, perusahaan di Amerika menggunakan ukuran dengan konsep balanced scorecard. Konsep ini diperkenalkan oleh David P Norton dan Robert Kaplan. Buku-buku mereka pun menjadi bacaan wajib bagi setiap mahasiswa manjemen ataupun akuntansi.

Istilah balanced scorecard terdiri dari dua kata, yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Berimbang maksudnya mengukur kinerja perusahaan tidak hanya dari keuangannya tapi juga non-keuangan. Sedang kartu skor digunakan untuk menyatat skor hasil kinerja.

Menurut Yono Reksoprodjo, seorang konsultan strategi perusahaan, ada empat unsur penting dalam Balanced Scorecard. Yang dimaksudnya adalah Proses pembelajaran dan pertumbuhan, proses bisnis, kostumer, dan keuangan.

“Keempat hal tersebut bisa saja berbeda cara penerapan dan prosesnya, bergantung pada misi setiap perusahaan,” tegas Yono yang pernah menangani strategi perusahaan seperti Bank Mandiri, Merpati dan Telkomsel.

Balanced scorecard sebenarnya bukan hanya alat pengukuran semata, ia juga bagian dari sistem manajerial. Ia digunakan untuk membantu suatu organisasi melakukan klarifikasi terhadap visi dan kiat penterjemahannya menjadi misi.

”Yang pasti, alat ini dapat memetakan aset yang kita miliki. Bahkan, dapat digunakan untuk menyelesaikan suatu masalah. Ada mekanisme plan-do-check-act,” ujarnya.

Jika hal ini diterapkan di lembaga pemerintah, tentunya dapat digunakan sebagai langkah pencegahan korupsi. Apalagi jika diturunkan ke setiap departemen.

Yang harus diperhatikan adalah ukuran yang digunakan. ”Agar tidak kusut, sebaiknya jumlah indikator sekitar 16-20 saja.” Setelah terbiasa, barulah indikator itu ditambah lagi.

Pengukuran kinerja tidak hanya dengan balanced score card. Ada banyak alat ukur lain seperti baldrige scorecard, six sigma, atau ISO. Di Kementerian PAN sendiri ada yang disebut sistem AKIP. Sistem ini terdiri dari input, output, outcome, benefit, dan impact.

“Apapun alat ukur yang digunakan, tidak masalah. Asalkan semua satuan penukuran ditentukan dengan jelas,” kata Ronald. (Ika Karlina Idris)

No comments: