Thursday, October 12, 2006

Mahalnya Mendaftar Calon Pegawai Negeri Sipil

Jakarta-Jurnal Nasional

Puluhan orang memadati ruang Sentra Pelayanan Masyarakat di Kepolisian Resor Bekasi. Hampir semua datang dengan tujuan yang sama, membuat Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Maklum saja, Departemen Luar Negeri sedang membuka lowongan. Meski tak mendaftar ke sana , sebagian besar pembuat SKCK mengaku menyiapkannya jika sewaktu-waktu ada departemen lain yang buka.

“Saya mau bikin dua SKCK, satu untuk persyaratan CPNS, satu lagi untuk keperluan mencari kerja,” ujar Dalva Rachmawati, 22 tahun.

Dan berapa biaya untuk membuatnya?

Pertama kali masuk ke ruangan tersebut, ada meja kecil tempat mendaftar. Di sana, tertulis syarat pembuatan SKCK, yaitu membawa pengantar dari Kecamatan, foto kopi KTP, pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 lembar, sidik jari, dan telah mengisi lembar biodata.

Tapi, setelah itu semua, pemohon harus membayar Rp.15.000 setiap jenis SKCK. Karena membuat untuk dua kepentingan, maka Dalva harus membayar Rp.30.000. Setelah itu, ia masih harus membayar Rp.10.000 saat mengisi surat sidik jari.

Tak ada satupun biaya tersebut yang memakai tanda terima alias masuk ke kantong petugas!

Lain lagi dengan Retno Rita Sari, 21 tahun. Karena tak membawa Surat Pengantar dari Kecamatan, petugas tak mau memproses pembuatannya. Tapi, karena Retno butuh SKCK dan tak ada waktu lagi untuk kembali keesokan harinya, ia pun memberi “uang pelicin”.

“Ngomongnya pas lagi sepi. Kalau banyak orang, bapaknya jaim (jaga image). Saya sempat dimarahin dulu, tapi langusng mau pas saya nawarin goban (Rp.50.000),” ujarnya.

Saat Jurnal Nasional berada di sana , jumlah pemohon begitu banyak. Saking banyaknya, pemohon harus berdiri mengantri ataupun menunggu di luar ruangan karena tak ada tempat di dalam.

Tanpa malu-malu, petugas di meja pendaftaran langsung meminta Rp.15.000 jika ingin berkasnya diproses. Sepengamatan Jurnal Nasional, tak ada satupun pemohon yang berani menanyakan tentang pungutan tersebut.

“Nggak nanya aja bapaknya sudah ketus, gimana kalau kita nanya! Bisa-bisa nggak dibuatin,” ujar Izkandar Sulkarnaen, 27 tahun, yang akrab disapa Izul.

SKCK berfungsi untuk menyatakan bahwa seseorang tidak sedang dalam proses tindak pidana atau kejahatan lainnya. Yang mengherankan, kenapa harus dibedakan natara keperluan melamar CPNS dan keperluan melamar kerja? Bukankah keduanya sama saja.

“Begini ya, itu bukan kami yang tentukan, tapi pihak di sana (perusahaan),” ujar petugas di meja pendaftaran dengan nada ketus.

Saat mencari konfirmasi tentang pungutan tersebut, Brigadir Kepala Jajat Sudrajat dari Satuan Bina Mitra Polres Bekasi mengatakan bahwa seharusnya uang tersebut jangan dilihat sebagai pungutan.

“Mereka yang di sana (SPK) itu kan harus bekerja cepat. Malah kadang ada yang mau selesai buru-buru. Jangan dilihat sebagai pungutan, anggap saja karena mereka telah melayani,” katanya.

Namun, ia tetap enggan menegaskan apakah pungutan tersebut resmi atau tidak. Saat mencoba bertanya ke Kepala Satuan Intelejen dan Keamanan, petugas yang ada di sana berkata bahwa Kasat sedang berada di Bangkok .

“Belum tahu sammapi kapan. Memangnya anda keberatan kalau dimintai uang?” ujarnya dengan nada sinis.

Sayangnya, hingga saat ini, belum ada konfirmasi dari Kepala Polres Bekasi. Beberapa kali Jurnal Nasional menghubungi nomor telpon selulernya tapi tidak diangkat.

Untuk mebuat SKCK, pemohon diharuskan membawa surat pengatar dari Kecamatan. Prosesnya, harus membuat pengantar dari Kelurahan, lalu membawanya ke Kecamatan.

“Di kelurahan, saya dimintai Rp.5.000, plus satu kupon PMI (Palang Merah Indoensia) sebesar Rp.1.000. Di Kecamatan, saya dimintai RP.3.000. Semuanya nggak pake tanda terima,” kata Izul.

Selain SKCK, pendaftaran CPNS juga mensyaratkan adanya Kartu Tanda Pencari Kerja atau yang dikenal dengan Kartu Kuning. Kartu tersebut dibuat di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Dan biayanya? Cukup Rp.5.000 saja setiap orang. Lagi-lagi tanpa tanda terima!

“Saya sebenarnya memperpanjang aja. Dua bulan lalu, pas bikin pertama kali, saya disuruh bayar Rp.3.000. Eh ternyata sekarang udah naik,” ujar Usella, 25 tahun.

Total kedua persyaratan tersebut Rp.39.000. Belum lagi biaya foto kopi dan cuci cetak foto. Bahkan untuk persyaratan mendaftar kerja pun ternyata mahal. (IKA KARLINA IDRIS)

No comments: