Thursday, October 12, 2006

Berpuasa di Usia Senja

Jakarta-Jurnal Nasional

Empat orang nenek terlihat duduk di kursi plastik yang ada di beranda sebuah panti jompo. Mereka saling mengejek satu sama lain sambil bersenda gurau.

“Lu puasa kagak?” kata seorang nenek bertubuh gemuk yang menggunakan daster batik berwarna kuning.

“Ya puasalah. Emangnya elu kagak puasa,” balas nenek bertubuh kecil yang duduk di sebelahnya.

Setelah itu, mereka tertawa-tawa.

“Nenek-nenek emang kayak gini. Kalau sore kan kita udah pada lemes. Makanya duduk-duduk aja sambil nunggu buka puasa,” ujar Nurhaya, 87 tahun.

Meski sudah berusia lanjut, namun sebagian besar penghuni Panti Werdha I, jalan Bina Marga, Cipayung, Jakarta Timur, masih berpuasa.

Sebagian mereka mengaku lemas. Namun, merupakan hal yang wajar dialami orang yang berpuasa.

“Kuncinya, jangan makan terlalu banyak. Kalau buka puasa, nenek biasanya uma minum teh manis dan makan kolak atau bubur kacang ijo. Itu aja udah bikin nenek kenyang. Makan nasi ntar aja pas sahur,” ujar Nani, 72 tahun.

Ia juga mengakaui bahwa selama melakukan ibadah puasa, badannya terasa lebih sehat. Penyakit maag yang dimilikinya tak pernah kambuh, padahal biasanya telat makan sebentar ia langsung sakit perut.

Hal tersebut juga diakui Tukinun, 48 tahun, staf perawatan panti. Menurutnya, setiap bulan bisa ada sekitar 4-5 orang yang masuk rumah sakit. Namun, sejak awal bulan Ramadhan hingga saat ini, belum ada satupun penghuni panti yang masuk rumah sakit.

Selama bulan Ramadhan, tak ada kegiatan penghuni panti yang berubah. Tetap ada kelas merajut dan kelas mebuat kerajinan tangan.

Bahkan, kegiatan tersebut ditambah dengan serangkaian ibadah, seperti sholat berjamaah dan sholat tarawih.

Jumlah penghuni panti tersebut ada 99 orang. Yang tidak berpuasa ada 20 orang, diantaranya 7 orang non muslim dan 13 orang termasuk kategori renta.

Jika sholat tarawih tiba, penghuni yang ikut ada sekitar 40-an orang. Tak semuanya mampu sholat berdiri sehingga harus duduk. Di musholla kecil yang ada di panti, biasanya mereka sholat 11 rakaat, terdiri dari 8 rakaat tarawih dan 3 rakaat witir.

“Saya nggak bisa kelamaan berdiri, tapi saya mau ikutan sholat tarawih bareng temen-temen, makanya biar duduk juga nggak apa-apa. Lagian, suka ada yang ceramah, bikin tenang hati nenek,” kata Nurhaya.

Jika sedang tak ada kelas atau kegiatan, mereka menghabiskan waktu dengan berzikir. Lucunya, beberapa orang di antara mereka mengaku tak mengaji karena tak biasa membaca Al-quran.

Menurut pengakuan Sumiati, 69 tahun, sejak muda ia tak pernah belajar mengaji. Makanya, selain berzikir, ia hanya mengulang-ngulang surat yang dihafalnya saja.

Meski kesehatan penghuni panti membaik selama bulan Ramdhan, tidak begitu dengan kondisi psikologis mereka. Jika di hari-hari biasa mereka seolah tak memiliki beban, hal yang sebaliknya terjadi saat bulan Ramadhan tiba.

“Apalagi hari-hari menjelang lebaran. Tak tadinya ceria, tiba-tiba sering terlihat merenung atau diam-diam saja. Pokoknya tak bergairah,” ujar Tukinun.

Maklum saja, sebagian besar penghuni yang ada di sini tak punya anak yang bisa merawat mereka. Kalaupun ada, biasanya sanak keluarga yang hubungannya sudah jauh, misalnya keponakan, sepupu, ataupun anak angkat.

Makanya, Tukinun dan para pengurus lain biasanya mengajak lebih banyak pengunjung jika bulan puasa. Biasanya uztad, para donatur, atau anak-anak sekolah keperawatan.

“Siapa aja lah yang bisa ngajak mereka ngobrol. Kalau lagi pada nggak bisa, ya staf yang gantian nemenin mereka,” ujarnya.

Bahkan, jika Idul Fitri tiba, para staf selalu mengusahakan datang ke panti. Memang sebagian ada yang pulang ke sanak keluarga mereka. Tapi, biasanya hanya satu hari.

Nurhaya mengaku, setiap lebaran biasanya ia habiskan di rumah keponakannya di daerah Bogor , Jawa barat. Tak ada yang menjemputnya. Meski berjalan tertatih-tatih, ia mengaku ke sana menggunakan bus dan ojek.

“Nenek naik ojek dulu ke pangkalan bus. Alhamdulillah, biar udah nggak kuat jalan jauh, tapi masih nyampe Bogor . Makanya kalau nggak kuat lagi, nenek naik ojek saja,” katanya.

Akan tetapi, ia juga mengaku tak ingin berlama-lama di ruamh saudara. Selain tidak enak hati, ia merasa harus menghabiskan satu hari di antara dua hari Idul fitri bersama teman-teman panti.

“Kami kan satu nasib, sama-sama nggak punya keluarga. Kalau bukan kita-kita juga yang saling nyari, mau siapa lagi,” kata Nurhaya. (IKA KARLINA IDRIS)

No comments: