Thursday, October 12, 2006

40 Hari Perjalanan Rohani

Agam, Sumatera Barat-Jurnal Nasional

Selama 40 hari, Zamrosi tinggal di surau. Hanya untuk bersyikir dan bersyalawat. Ia cuti berjualan baju di pasar. Katanya, rezeki sudah diatur Allah SWT.

Tepat sebelum azan Dzuhur tiba, Anita dan ketiga orang anaknya melintasi sawah-sawah. Mereka menuju ke sebuah bangunan berwarna hijau muda yang ada di tengah sawah. Rupanya bangunan tersebut adalah sebuah surau. Bertingkat dua dan terbuat dari kayu.

Di dinding depan bagian atas tertulis Surau Ittihadul Muhaqiqin, Jalan Baso-Batusangkar Km 1, Air Tabit, Kecamatan Baso, Agam, Sumatera Barat.

Anita dan ketiga orang anaknya membersihkan kaki di kamar mandi yang ada di depan surau. Setelah itu, mereka membuka sandal jepit mereka. Layaknya seseorang yang akan masuk ke sebuah ruangan, mereka mengucap,”Assalamualaikum.”

Sewaktu memasuki surau, ada pemandangan yang jarang ditemui di dalamnya. Cahaya lampu dibiarkan temaram, tak ada satu pun jendela yang dibuka. Kata Buya Yonri, pemimpin surau, “Dalam gelap, seseorang dapat beribadah lebih Khusuk.”

Hampir seluruh ruangan dipenuhi kamar-kamar kecil yang hanya bersekat kain putih. Luas setiap kamar hanya sekitar 1 x 2 meter. Mengingatkan kita pada luas kuburan.

Di dalamnya, terletak kasur kapuk beralas sajadah. Di sekeliling kasur, terdapat barang-barang pribadi semisal baju, mukena, sarung, ataupun balsam dan minyak kayu putih.

Di tempat itulah, Zamrosi, 46 tahun, suami Anita, sedang melakukan apa yang dikenal oleh masyarakat Minangkabau dengan nama Basuluak.

Basuluak berasal dari kata Bersulukun atau melakukan Sulukun. Sedang Sulukun sendiri berasal dari bahasa Arab Salaka yang berarti perjalanan rohani.

“Basuluak adalah menjalani suatu latihan kejiwaan untuk mencari ilmu dan mengantarkan seseorang dengan mudah ke surga. Dengan kata lain, ini adalah pelatiahn untuk mengingat Allah SWT terus-menerus selama 40 hari,” ujar Buya Yonri.

Tradisi ini, diambil dari sebuah hadis yang menyebutkan bahwa barang siapa yang bisa shalat berjamaah tanpa putus selama 40 hari, maka akan diberi dua keistimewaan oleh Allah SWT.

Pertama, terlepas dari azab kubur. Kedua, tidak akan mati dalam keadaan munafik.

Basuluak dilakukan 10 hari sebelum bulan Ramadhan ditambah 30 hari di bulan Ramadhan.

Seseorang yang akan mengikuti basuluak terlebih dulu harus mandi taubat, semata-mata untuk menyucikan diri mereka. Setelah itu, mereka harus meminta maaf pada keluarga, tetangga, dan para kerabat mereka. Dimaksudkan agar tak ada satupun beban dunia yang ikut bersama mereka.

Selama basuluak, mereka tidak diperkenankan keluar jauh-jauh dari surau. Kalaupun keluar, hanya boleh sebelum Dzuhur dan setelah Ashar. Sisanya, mereka melakukan ibadah seperti sholat, baca Al-quran, bersyikir, dan bersyalawat.

“Sewaktu basuluak, Wudhu tidak boleh putus. Jadi, kalau ada hal-hal yang membatalkan wudhu, seperti kentut atau buang hajat, setelah itu mereka harus segera berwudhu lagi,” tegas Buya Yonri yang sudah mendirikan surau tersebut sejak 1998.

Makanan yang mereka makan pun diatur. Tidak boleh ada daging. Daging hanya di makan setiap 20 hari, yang berarti pada tanggal 9 Ramadhan dan sehari sebelum Idul Fitri.

Daging tidak boleh dimakan sering-sering karena akan membuat darah panas dan mempengaruhi pikiran. Demikian alasan mereka.

Adapun sebelum mengikuti basuluak, setiap peserta harus membawa beras sebanyak 20 kilo gram. Beras itu nantinya untuk makan mereka. Tetapi, lauk-pauk tetap dibawakan dari rumah oleh masing-masing keluarga.

Hal itulah yang sedang dilakukan Anita. Ia datang membawakan lauk-pauk untuk Zamrosi yang sedang basuluak di surau.

Sehari-harinya, Zamrosi adalah seorang pedagang baju dan kain di pasar. Tapi, karena mengikuti ‘perjalanan rohani’, makanya ia cuti berjualan.

“Sudah ada 11 bulan yang saya pakai untuk mencari rezeki. Masa tak boleh satu bulan untuk mengingat Allah? Rezeki itu kan dia juga yang memberi,” ujar Zamrosi yang sudah kali kedua mengikuti basuluak.

Peserta lain, yaitu Yarni, 38 tahun mengaku, merasa lebih tenang selama mengikuti basuluak ataupun sesudahnya. Karena itulah, ia mengajak serta suaminya.

Dengan suara yang pelan, ia berujar,”Saya merasakan kasih Allah SWT dan jiwa saya lebih tenang.” (IKA KARLINA IDRIS)

No comments: