Friday, September 15, 2006

Syafitri: Dua Kepala, Satu Hati

Jakarta-Jurnal Nasional

Ada satu kejadian pada satu jam menjelang tengah malam di hari Selasa, 7 Agustus, yang telah mengubah hidup Mulyadi (32). Saat itu, istrinya, Nuryati (30), melahirkan anak ketiga mereka yang lalu diberi nama Syafitri.

Jika saja proses kelahiran tersebut seperti sebuah iklan produk susu kehamilan yang ada di televisi, tentu Mulyadi tak akan dikenal orang. Dalam iklan tersebut ditampilkan seorang ibu yang baru saja melahirkan. Dokter memperlihatkan si bayi yang masih merah kepada orang tua mereka sambil berkata, ”Putrinya sempurna.”

Setelah berkata seperti itu, sang ibu di dalam iklan lalu mengembangkan senyum bahagia. Bedanya, Nuryati malah tak henti-henti menangis setelah melihat kondisi putrinya.

Betapa tidak, Syafitri lahir dengan dua kepala dengan satu badan. Suatu hal yang pertama kali terjadi di dunia!

Bayi kembar siam yang gagal ini lahir dengan berat badan 3,9 kilo gram dan tinggi badan 45 senti meter. Dengan lingkar kepala kanan berukuran 32 senti meter dan lingkar kepala kiri 34 senti meter, Syafitri memiliki dua kaki, dua tangan, satu jantung, sepasang paru-paru, dan satu ginjal.

Kelainan juga terlihat dari tumbuhnya dua ekor dengan ukuran berbeda pada pantat Syafitri. Bagian yang menyerupai ekor tersebut adalah kaki yang gagal tumbuh. Ditambah lagi, bayi ini tidak memiliki anus sehingga kotorannya keluar melalui saluran kencing.

”Syafitri juga memiliki kelainan jantung dan saluran yang tidak normal antara paru-paru dan tenggorokannya,” ujar Ketua Tim Dokter Rumah Sakit Pelni, dr Ketut Lilamurti Spa.

Karenanya, bayi tersebut tidak dapat diberi minum melalui mulut. Seluruh gizi yang dibutuhkannya dimasukkan lewat infus.

Tepat tujuh hari setelah kehadiran Syafitri, Mulyadi melakukan aqiqah. Selayaknya mensyukuri kehadiran buah hati ke dunia, hajatan tersebut hanya dihadiri kelurga dekat saja.

”Tujuannya untuk selamatan. Tentunya juga untuk bersyukur atas pemberian Allah SWT. Saya sebagai manusia, hanya bisa pasrah,” ujar Mulyadi sambil menatap ke bawah, seolah memikirkan nasibnya.

Berbeda dengan Mulyadi, Nuryati butuh waktu lebih lama untuk menerima kondisi putrinya. Tidak hanya menangis, ia bahkan tidak ingin bertemu wartawan karena tak sanggup ditanya tentang kondisi anaknya.

Namun, tujuh hari setelah kelahiran anaknya, Nuryati sudah menerima kenyataan yang ada. Bahkan ia sudah bersdia mengungkapkan perasaannya.

”Kalau diberikan kue, mungkin saya masih bisa menolak kalau kuenya nggak enak. Tapi ini kan anak, tidak mungkin saya menolaknya,” ujar ibu muda ini.

Nama Syafitri yang berarti terlahir suci diberikan sejak pertama kali Mulyadi melihat anaknya di ruang bedah. Hingga kini, ia tetap memberikan satu nama saja untuk anaknya.

”Hanya ada satu nama untuk mereka. Sejak pertama kali melihatnya, saya yakin mereka memiliki satu hati,” kisahnya.

Meski dokter berkata bahwa Syafitri sebenarnya adalah dua individu yang berbeda. Lilamurti berujar, ”Bayi ini memiliki dua otak yang terbentuk sempurna.”

Hingga kini, bayi tersebut masih tergolek lemah di inkubator ruang bayi Paviliun Kenari, RS Pelni. Saat diperiksa pada Minggu pagi (13/8), bobotnya turun sebanyak 20 gram. Belum diputuskan tindakan medis yang akan ditempuh baginya.

Tim dokter yang menangani kasus variasi bayi kembar siam ini akan memutuskan jenis tindakan medis yang dilakukan pada Rabu, 16 Agustus mendatang.

”Itu akan diputuskan Rabu mendatang, setelah pertemuan antara tim dokter dari Rumah Sakit Pelni, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Rumah Sakit Harapan Kita,” urai Lilasari.

Tentunya, hal tersebut memerlukan biaya pengobatan dan perawatan. Saat persalinan saja, biaya yang ditanggung Mulyadi sudah mencapai Rp 4 juta. Untungnya, Uang sebesar itu ditanggung oleh perusahaan tempatnya bekerja sebagai anggota keamanan di PT Kekar Plastindo di Wisma Barito Pasific, Jalan S Parman, Jakarta Barat.

Ia juga mengaku dapat bantuan uang Rp 8 juta. Sisa uang itu, katanya, akan dilaporkan ke perusahaan, meski dia masih membutuhkan banyak biaya untuk masa depan putrinya.

"Saya sampai pinjam uang ke bank Rp 10 juta. Uang itu belum digunakan apa-apa. Buat simpanan. Tetapi uang itu tetap saja utang yang mesti saya tanggung. Saya sangat berterima kasih sekali apabila ada pihak lain yang mau meringankan beban saya," tutur Mulyadi yang bergaji Rp 1,3 juta per bulan.

Akan tetapi, Humas RS Pelni Dyah Purwanti mengatakan bahwa biaya tersebut akan dikembalikan dan semua biaya yang dibutuhkan nantinya akan ditanggung oleh Pemerintah daerah DKI Jakarta.

”Pasti akan kami gratiskan,” katanya.

Mengenai kemungkinan adanya pemisahan putrinya, Mulyadi mengaku pasrah. ”Jika memang tim dokter mengatakan harus dipisah, saya terima saja. Apapun yang diberikan oleh dunia kedokteran, asalakan itu dapat membuat anak saya jadi normal, saya pasrah saja,” katanya sambil tertunduk sedih.

”Saya ikhlas menerima keadaan ini,” ujarnya sambil menghela nafas panjang. (Ika Karlina Idris)

No comments: