Friday, September 15, 2006

Puluhan Juta Rupiah dari Bisnis Wc Umum

Jakarta-Jurnal Nasional

Peluh menetes di dahi Wulan, alisnya pun bertaut dan sesekali ia mengelukan suara-suara seperti mendesis. Maklum saja, ia sedang kebelet buang air kecil. Dan keinginannya itu sudah ia tahan sejak dari tol Cipularang hingga terminal Pulo Gadung.

Begitu bus memasuki terminal Wulan segera melompat dan mencari wc umum terdekat. Tanpa peduli dengan kondisi wc yang kotor dan bau, ia pun segera melepaskan keinginannnya tersebut.

Sesudah itu, ia keluar dan memasukkan 1000 rupiah ke kotak kayu yang terdapat tepat di depan pintu masuk wc.

Mungkin anda juga pernah mengalami hal yang sama dengan Wulan. Walau di terminal sekalipun, jika memang kebelet, anda tak akan peduli dengan kondisi wc umum yang ada.

Akan tetapi, jangan sampai kondisinya yang kotor dan bau mengecoh anda. Hanya dengan tarif 1000 rupiah untuk buang air dan 2000 rupiah untuk mandi, wc umum di terminal dapat menjadi lahan pengahasilan bagi sebagian orang.

Lihat saja apa yang dilakukan Agus (25). Sehari-harinya, ia dan 3orang rekannya bergantian “menjaga” wc umum yang terdapat di terminal Pulo Gadung, tepatnya di sebelah jalur bus dalam kota .

Bagunan yang memiliki 8 unit wc dan 4 unit kamar mandi umum ini menjadi tempat mereka mencari makan.

Waktu 24 jam mereka bagi ke dalam dua bagian jaga. Pukul 07.00-16.00 untuk shift pagi dan pukul 16.00-07.00 untuk shift malam. Dalam satu waktu jaga, satu orang bertugas menarik ongkos penggunaan wc atau kamar mandi, sedang yang lainnya bertugas untuk membersihkan.

“Kalau denger namanya aja, penjaga wc, kayaknya hina banget. Tapi, kerjaan ini kan halal. Lumayanlah buat makan ama uang rokok,” kata pemuda asal Jawa Tengah ini.

Wc yang sudah dijaganya sejak setahun lalu sebenarnya bukan miliknya sendiri. Wc tersebut milik seseorang bernama H.Imron. Namun, Agus belum pernah bertemu dengannya. Uang hasil jaga wc pun hanya ia titipkan ke petugas terminal. Nanti akan ada “orang H. Imron” yang datang mengambilnya.

Menurut Agus, wc dan kamar mandi umum yang ia jaga memberikan hasil yang lumayan, sekira 200.000-350.000 rupiah setiap harinya. Sedang setiap bulannya, ada retribusi yang harus dibayarkan pemilik ke peugas di terminal. Ia sendiri tidak tahu berapa. Yang jelas, pengeluaran rutin untuk biaya kebersihan seperti membeli karbol dan sabun, habis 50.000 per bulan.

Selain dikelola oleh perorangan, wc dan/atau kamar mandi umum juga dikelola oleh perusahaan. Salah satunya adalah PT Karya Amanah Indah. Sekira tahun 1970-an, pendiri perusahaan ini, yaitu Alm.H.Uju Juandi, mengambil alih pengelolaan wc umum.

Saat itu kondisi kebersihan wc umum di Jakarta begitu memperihatinkan.
Alm.H. Uju yang juga seorang pensiunan tentara memenangkan tender pengelolaan wc yang diadakan oleh pemda DKI.

Namun, saat terjadi reformasi, hal yang dilakukannya tersebut dinilai sebagai suatu monopoli sehingga sebagian pengelolaannya dikembalikan pada pemerintah.

Hingga kini, jumlah wc dan/atau kamar mandi umum yang dikelola PT Karya Amanah Indah tinggal 14 tempat. Semuanya tersebar di Terminal Pulo Gadung, Kampung Rambutan, Kali Deres, Tanjung Priok, Blok M, Gambir dan Kota.

Setelah ia wafat, perusahaan kini dikelola oleh istri dan anak-anaknya. Sedang untuk operasional di lapangan, Nyonya Uju atau Tuti Juandi mempercayakannya pada Diding (50) dan Amay (42).

Menurut Amay, sewaktu masih menguasai pengelolaan semua wc umum, bisnis ini dapat menghidupi keluarga pengusaha asal Tasikmalaya tersebut. Sayangnya, saat ini bisnis sudah tidak begitu bagus.

Kalaupun masih berjalan, semata-mata karena rasa tanggung jawab moral keluarga. Maklum saja, sekira awal tahun 2000, PT Karya Amanah Indah pernah menerima penghargaan dari Sutiyoso atas kebersihan wc dan/atau kamar mandi umum yang mereka kelola.

Adapun di setiap unitnya, biasanya ada minimal 2 orang yang menjaga wc siang malam sekaligus mengelola kebersihannya. Setiap hari mereka diupah 5.000 rupiah, belum termasuk biaya makan dan rokok.

Penghasilan setiap unit, berkisar antara 50.000-100.000 rupiah per hari. Jika sebulan ada 30 hari, lalu dikalikan 14 tempat yang mereka kelola, maka sebulan dapat mencapai sekira 21-42 juta rupiah.

“Tapi itu kan jumlah kotornya. Dari jumlah tersebut 30% bagian pengusaha, 20% untuk karyawan di lapangan, 20% untuk retribusi, dan 30% untuk relasi di terminal semisal kepala terminal atau bagian lainnya. Kita ini kan usaha di terminal, ya harus ngasih juga ke orang terminal,” ujar Amay.

Untuk penjaga wc, sebagian besar orang yang mereka kenal atau masih ada hubungan saudara. Tapi, Amay mengakui bahwa penjaga wc haruslah orang yang berani. Kalau perlu, lebih galak dari preman.

Lelaki yang juga berasal dari Tasikmalaya ini berkata,”Nggak semua orang yang masuk wc mau bayar. Utamanya ‘orang terminal’ seperti sopir, kenek, dan pedagang. Kalau pun bayar, biasanya 1000 untuk satu hari. Tapi, kalau preman, udah nggak bayar, malah mainta duit ke kita.”

Kendala lain yang biasanya ditemui adalah penipuan. Tindakan ini biasanya dilakukan 2 atau 3 orang. Modusnya adalah menitipkan barang sebelum masuk wc, lalu salah seorang diantara mereka akan keluar dan mengambil barang. Si pemilik barang pun menuduh penjaga wc yang mengambil barang.

“ Para penipu ini biasanya nuntut ganti rugi. Tapi petugas terminal kan nggak bego. Yang seperti itu biasanya ketahuan. Makanya, sekarang di depan pintu masuk sudah kami tulisi ‘tidak menerima titipan barang’,” kata Diding.

Ia juga mengakui bahwa banyak orang yang tergiur dengan bisnis pengelolaan wc dan/atau kamar mandi umum. Tapi menurut Diding, mereka hanya tergiur jumlahnya saja dan melupakan besarnya biaya yang harus ditanggung untuk pemeliharaan. Setiap bulan, wc harus disedot, saluran air dibersihkan, belum lagi biaya untuk bayar air dan listrik.
(Ika Karlina Idris)

No comments: