Friday, September 15, 2006

Jakarta Memberantas Preman

Preman ada di mana-mana. Tidak hanya bertindak sendiri, tapi seringkali membawa nama organisasi, kesukuan, atau bahkan agama.


Jakarta-Jurnal Nasional

Tengok saja apa yang terjadi di terminal-terminal. Selalu ada orang-orang yang meminta uang kepada pengemudi bus atau angkutan umum. Tentunya bukan pungutan resmi.

Menurut Romli (35), pengemudi KWK 31 jurusan Harapan Indah-Pulo Gadung, dirinya bisa mengeluarkan biaya 30 ribu setiap hari untuk pungutan yang tidak jelas.

“Kadang minta karena kebetulan saya ngambil penumpang di tempat dia berdiri, tapi ada juga yang emang minta duit, misalnya kalau mobil mau keluar terminal. Padahal waktu ngetem di dalam juga sudah ada yang mintain,” katanya.

Diding, salah seorang pengelola wc umum di terminal kampong Rambutan, Pulo Gadung, dan Kali Deres juga mengakui bahwa dirinya harus mencari penjaga wc yang “garang” agar tidak takut dengan preman.

Lelaki yang juga berasal dari Tasikmalaya ini berkata,”Nggak semua orang yang masuk wc mau bayar. Utamanya ‘orang terminal’ seperti sopir, kenek, dan pedagang. Kalau pun bayar, biasanya 1000 untuk satu hari. Tapi, kalau preman, udah nggak bayar, malah mainta duit ke kita.”

Belum lagi posko ormas yang berdiri hamper di setiap jalan. Posko tersebut dilengkapi dengan spanduk atau bendera seolah menunjukkan wilayah “kekuasaan” ormas tersebut. Anggota mereka juga memakai atribut semial jaket, topi, ataupun stiker.

Mengenai tudingan premanisme dan radikalisme yang dilakukan sejumlah organisasi masyarakat (ormas), Kepala Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya Inspektur Jenderal (Pol) Adang Firman menampik bahwa hal itu merupakan tindakan ormas.

Menurutnya, ''Bukan ormasnya yang salah. Tapi oknum-oknum dari ormas yang bertindak melanggar hukum. Kalau terbukti melanggar hukum, akan kita tindak. Siapa pun itu.''

Tak salah jika dirinya mengutamakan pemberantasan preman. Dirinya mengaku bahwa kata premanisme itu hanya istilah yang diberikan oleh masyarakat.

“Setahu saya, kata itu sendiri berasal dari kata free man alias orang yang ingin bebas,” katanya.

Kata premanisme atau juga preman sebenarnya tidak ada dalam istilah hukum. Dalam hukum, yang ada itu istilah pemerasan, pemalakan, pencurian, dan lain sebagainya.

Awalnya, masyarakat memberikan istilah tersebut untuk orang atau sekelompok orang yang melakukan hal-hal tersebut. Sedang istilah radikalisme, menurut Adang adalah tindakan main hakim sendiri yang tentunya melanggar tatanan hukum.

Dirinya dan seluruh jajaran aparat di Kepolisian Daerah Metro Jaya berkomitmen untuk membasmi premanisme dan radikalisme. Meski istilahnya premanisme sendiri belum jelas, namun kami pasti membrantas segala tindak kejahatan yang meresahkan masyarakat.

Ia menambahkan, “Selain itu, kami juga akan mengadakan tindakan antisipasi. Salah satunya adalah pendekatan terghadap ormas-ormas yang ada. Kalau ada anggota mereka yang melakukan tindakan premanisme ataupun radikalisme, tentu yang harus mendapat perhatian adalah latar belakang mereka melakukan hal tersebut. Kami harus tahu motivasinya agar lebih mudah melakukan antisipasi.”

Sejak Juni lalu, Polda Metro Jaya pun melakukan Operasi Brantas Jaya. Adapun sasarannya adalah pelaku pencurian dengan kekerasan, pencurian dengan alat berat, pencurian kendaraan bermotor, penggunaan senjata tajam dan senjata api, pencopet, calo, pengamen, dan tindakan lain yang meresahkan masyarakat.

Hal ini diakui pula oleh Kapolres Jaktim Komisaris Besar (Kombes) Robinson Manurung.

“Kami sudah seminggu ini kami adakan operasi anti premanisme dengan melakukan pemeriksaan KTP, salah satunya untuk mengantisipasi penodongan. Untuk sementara, daerah sasaran kami adalah daerah yang ramai,” katanya.

Adapun wilayah yang dimasudnya di bekas gedung bioskop Nusantara Jatinegara, perempatan Pasar Rebo, Utan Kayu, Terminal Pulo Gadung, Pasar Injo Pisangan Timur, Terminal bayangan Pondok Kopi, dan jalan raya Cakung serta Cilincing.

Hal senada diungkapkan juga oleh Kapolres Jakarta Pusat Kombes Bambang Hermanu.

Adapun yang menjadi titik sasarannya yaitu sekitar Stasiun Gambir, Sawah Besar, dan Mangga Besar, depan ITC Roxy Mas, jalan Ir. H. Juanda, dan jalan Merdeka Barat.
Operasi yang sama dilakukan juga di Depok, Bekasi, Tangerang, Tanjung Priok, Kepulauan Seribu, dan Bandara Soekarno Hatta.

Menurut Kepala Biro Operasional Polda Metro Jaya Komang Udayana, meski saat ini sedang diintensifkan, namun sebenarnya kegiatan seperti ini sudah rutin dilakukan Polda Metro Jaya.

“Kami akan menjaring orang-orang yang tidak punya identitas di terminal dan tempat-tempat rawan. Sasaran kami adalah kelompok orang yang biasa berkumpul dan kegiatan mereka tidak jelas serta meresahkan masyakarat,” ujarnya.

Komang juga mengatakan bahwa pihaknya tidak akan serta-merta melakukan penahanan, melainkan sesuai dengan bukti yang ada. Jika seseorang terbukti tidak memiliki KTP, maka akan diserahkan ke Pemda DKI Jakarta untuk diberi pengarahan.

Ia menambahkan,”Untuk operasi khusus anti premanisme, sebenarnya belum ada. Tapi memang kegiatan rutin ini diintensifkan dalam rangka menyambut Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus mendatang.

''Agenda pemberantasan premanisme dan radikalisme sesuai harapan masyarakat. Itu yang menjadi prioritas saya ke depan,'' tambah Adang.

Namun, menurut dia, mengingat keterbatasan jumlah personil kepolisian dalam pengamanan wilayah Ibu Kota, maka pihaknya meminta masyarakat ikut membantu dalam mencegah terjadinya anarkisme. Seperti, melakukan pengamanan intern di lingkungan masyarakat masing-masing.

Sebagai kepala keamanan di Ibu Kota, Adang Firman sadar bahwa tugasnya tidak ringan. Apalagi, Jakarta sebentar lagi bakal menggelar pesta demokrasi pemilihan kepala daerah (pilkada) DKI Jakarta yang digelar 2007. Karena itu, kapolda tetap mencermati adanya bentuk-bentuk anarkisme yang berusaha menciptakan Jakarta rusuh dan terjadi perpecahan. (Ika karlina Idris)

No comments: