Friday, September 15, 2006

Incuvestor: Cara Cerdas Mengembangkan UMKM di Indonesia

Jakarta-Jurnal Nasional

Modal bukanlah hal utama yang dibutuhkan kelompok Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Ada yang lebih penting, yaitu Incuvestor berupa Financial Assistance (Pendampingan Keuangan) dan Techincal Assistance (Pendampingan Teknis).

Dalam wadah ini, UMKM diinkubasi hingga memiliki nilai tambah untuk bertahan di persaingan bisnis yang semakin kompetitif. Selama masa inkubasi, UMKM diberi pengarahan, pelatihan, pendampingan dalam hal keuangan, dan penjaringan usaha.

Menurut Dr. Laurence Hewick, direktur Canadian Business Incubators, Cina sebagai salah satu negara yang aktif dalam perdagangan global pun telah melakukan hal serupa. Mereka tidak lagi fokus ke area manufaktur, namun mengalihkannya ke peningkatan profesionalisme manajerial.

Dalam proses inkubasi para pelaku UMKM harus dibekali dengan keahlian untuk berpikir kreatif, kemampuan menganalisa, ahli dalam berkomunikasi dan bernegosiasi, tidak mudah menyerah, dan kompak.

Selama ini, kesulitan finansial selalu mengemuka dalam diskusi tentang UMKM. Masalahnya antara lain banyaknya jaminan yang diminta oleh bank, prosedur pengajuan kredit yang berbelit-belit, tingginya tingkat suku bunga perbankan, serta kurangnya informasi permodalan.

Sementara perbankan merasa bahwa UMKM adalah sektor yang berisiko tinggi, memiliki keuntungan yang kecil, dan jumlah jaminan yang terbatas.

Meski seringkali “terlupakan”, namun UMKM merupakan salah satu pelaku usaha yang memiliki peranan penting.

Kepala Biro Kredit Bank Indonesia Ratna E. Amiaty mengatakan,”Pada waktu perekonomian Indonesia collapse (jatuh), yang tetap bertahan hanyalah UMKM. Mereka bukanlah sekedar peran pendukung dalam ekonomi nasional.”

Dalam pelatihan “International Best Practices for Increasing Incubator Efficiences” pada Rabu (10/05), di Jakarta, dibahas tentang peranan UMKM dalam sistem ekonomi global.

Survei Ernst&Young di awal tahun ’90-an menunjukkan bahwa 80% dari perekonomian dunia digerakkan oleh aktivitas wirausaha. Bahkan, 95% dari lapangan kerja yang ada ternyata dibuka oleh bisnis kecil.

Menurut Tutty Cholid, pelaku UMKM dan juga incuvestor di bisnis sutera, Program Inkubator haruslah sejalan dengan permodalan. Mereka tidak hanya diberikan teori-teori saja, tapi modal pun harus ada. Jika keduanya tidak beriringan tentunya akan sulit. (Ika Karlina Idris)

No comments: