Friday, December 07, 2007

Mengenali Arus Sungai Digoel

Rabu, 31 Okt 2007

Arti sebuah gejala alam tergantung makna yang diberikan padanya. Begitupun dengan fenomena arus sungai Digoel yang terdapat Kabupetan Mappi, Papua.

Selama ini, banyak terjadi kecelakaan di sungai tersebut. Karenanya, masyarakat sekitar menganggap sungai Digoel terlarang. Rupanya, Louis F Wagatu, Apolimus M Mabur dan Hiacentha F Rumlus justru penasaran dengan larangan tersebut.

Setelah bertanya ke beberapa orang, ada satu jawaban yang membuat mereka terhenyak. Seorang kakak kelas memberi tahu Apolimus bahwa kecelakaan yang terjadi di sungai Digoel akibat gelombang sungai yang sangat tinggi, sekitar 2-4 meter. Tak haya itu, rupanya gelombang tersebut juga membawa potongan-potongan kayu. Jadi, sampan atau perahu nelayan tak hanya dihantam gelombang tapi juga potongan kayu.


"Kapal bisa tenggelam karena hantaman kepala arus yang gelombangnya mencapai 2-4 meter dengan kecepatan 3,5 km per jam serta gemuruhnya mirip pesawat Hercules," kata Louis.

Ketiga siswa SMA 1 Oba`a, Mappi, pun mulai meneliti arus sungai Digoel. Mereka tak hanya mengamati, tapi juga mencari data pendukung. "Cari data paling sulit. Kami harus menghubungi banyak pihak meminta data itu dikirimkan. Makan waktu enal bulan baru datanya terkumpul. Kami dibantu Dinas Perhubungan Kabupaten Merauke dan Kesatuan Bahari Indonesia," kata Apolimus yang akrab disapa Ari.

Dalam meneliti, mereka membandingkan tiga sungai yakni Digoel, Maro dan Kumbe. Ternyata, kepala arus bisa muncul karena beberapa hal, yaitu sumber air dari hulu sungai, kecepatan air pasang surut, panjang dan lebar sungai, kecepatan arus sungai dan laut, kedalaman, pasang, kecepatan angin dan lebar muara sungai.

"Arus dari hulu sungai sangat kencang, lalu bertemu arus dari laut yang lebih kencang lagi. Saat berbenturan itulah bisa timbul gelombang tinggi," ujar Ari.

Dengan penelitian ini, ia berharap dapat menyadarkan masyaralat akan pertanda timbulnya arus dan menunda perjalanan mereka melintasi sungai. Tanda-tanda tersebut adalah air sungai surut jauh melebih kenormalan, timbul gelembung-gelembung air, dan angin bertiup kencang. "Tak ada waktu pasti terjadinya arus ini, jadi harus selalu berhati-hati," ujar Ari.

Hasil penelitian mereka rupanya manarik perhatian juri Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) bidang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang diadakan Lembag Ilmu Pengetahuan Indoensia (LIPI). Ari dan kedua kawannya pun menjadi juara pertama, sedang juara kedua dipegang oleh Andrea Aprilia dan Monika Setiawan dari SMA Stella Duce I Yogyakarta di tempat yang meneliti tentang pengaruh lidah buaya terhadap minyak jelantah dan juara ketiga dipegang oleh Devina Oktavianingrum, Vivi AK dan Laily Immawati dari Lembaga Pengkajian Ilmiah Bina Bangsa, Jombang, Jawa Timur tentang larutan durian sebagai pengusir nyamuk. Ika Karlina Idris

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: