Mungkin sekitar dua tahun terakhir, saya sudah malas berkumpul (istilah kerennya Hang Out) dengan teman-teman lama. Bukan apa-apa, saya malas karena topik pembicaraan tak jauh dari pencapaian-pencapaian.
Si A pindah ke stasiun TV X
Si B jadi redaktur majalah Y
Si C gajinya sekarang dua digit
Si D beli rumah
Si E beli mobil
Si F liburan ke luar negeri
Si G ikut kursus singkat ke luar negeri
Ujung-ujungnya semu topik pembicaraan hanya seputar pencapaian.
Dulu, saya dan teman-teman yang sama berbicara tentang mimpi, cita-cita, dan cinta. Saat yang satu gagal mecapai mimpinya, yang lain menyemangati. Saat yang lain terpuruk karena cinta, yang satu memberi semangat.
Teringat saya pernah menghabiskan sebuah malam di cafe di bilangan Cikini hanya untuk menunjukkan support ke seorang teman yang sedang patah hati. Pernah berpikir keras mencari 1001 kelebihan diri dari seorang teman yang saat itu gagal dalam wawancara kerja.
Ketika saya bertemu teman-teman yang sama, saya masih ingin berbagi mimpi dan cita-cita saya.
Tapi entah kenapa rasanya tak ada lagi yang peduli.
Setelah bertemu pasangan hidup, punya anak, punya pekerjaan dengan gaji yang lebih besar, punya rumah dan punya mobil.
Tak ada lagi yang mau bicara tentang cita-cita dan mimpi. Seolah-olah dua hal itu hanya dimiliki oleh orang-orang yang belum punya pencapaian.
Saat berkumpul yang dibicarakan melulu hanya prestasi.
Saya ingin kembali berkumpul sebagai seseorang dengan mimpi dan cita-cita yang banyak.
Saya malas berbicara tentang pencapaian. Well, yah.. bukan karena saya tidak mencapai sesuatu. Tapi karena saya merasa pencapaian itu tidak penting untuk diceritakan.
Lagipula, sepertinya hanya segelintir yang sadar bahwa setiap pencapaian tidak bisa dibandingkan dengan pencapaian yang lain.
Kalau seorang teman kerja di media bergengsi, belum tentu lebih baik dibandingkan saya yang hanya seorang guru.
Kalau dapat gaji dua digit, belum tentu saya yang bergaji satu digit ini lebih jelek kualitasnya.
Kalau seorang teman bisa liburan ke sanasini, belum tentu saya yang tak pernah liburan ini lebih hina.
Yah, kadang-kadang sih masih bersyukur kalau yang ngomong pencapaian itu tidak membadingkan dirinya dengan orang lain. Atau, tidak menggurui agar teman-temannya bisa jadi seperti dirinya.
"Ngerawat anak harus blablabla... kayak gue dong"
"Biar hamil harus wasweswos... kayak gue dulu"
Sudah berkorban waktu dan tenaga untuk ketemu makan malam, eh isinya hanya pencapaian. Pamer kerjaan, pamer anak, pamer harta.
Berasa lebih mulia dari yang lain hanya karena pencapaian hidup.
Teman, kita pernah ditempa dalam kondisi yang sama. Entah sekolah di tempat yang sama, kerja di instansi yang sama, pernah saling berbagi dan mendukung satu sama lain.
Ketika seseorang berhasil mencapai sesuatu, ingatlah bahwa dia pernah mendapat dukungan dari banyak teman-temannya. Termasuk dari saya.
Janganlah pencapaian itu membuat kita lupa akan mimpi, cinta, dan cita-cita yang pernah kita miliki.
*Ah, mungkin saya saja yang sedang iri hati*
Showing posts with label tentang saya. Show all posts
Showing posts with label tentang saya. Show all posts
Tuesday, March 08, 2011
Thursday, June 17, 2010
all you need is friends
Sudah lama saya tidak menulis blog. lama sekali. hmmm... sepertinya sejak menikah. bukannya tidak mau, tapi saya sempat membuat sebuah blog khusus tentang keluarga saya.
well, tetap saja sih tidak ada isinya.
sambil minum hot cinnamon cappucino, saya sempat berpikir: kenapa saya jadi malas menulis?
apakah:
a. karena perkejaan saya sebagai sekretaris jurusan menuntut waktu terlalu banyak
b. membimbing skripsi mahasiswa menuntut waktu terlalu banyak
c. sensitifitas saya terhadap sebuah masalah berkurang
d. saya kehilangan kemampuan menulis saya
hmmm... bisa jadi perpaduan semuanya. tepat saat saya berpikir seperti itu, sesosok makhluk bernama "ego" keluar dan menyapa saya: hi, you were a journalist. you supposed to be great in writing. damn the ego is right. i used to earn money from that kind of activity.
setelah berpikir beberapa saat, seorang teman-a pretty one-datang menghampiri. dan langsung saja saya menceritakannya tentang perasaan saya. dan, sepertinya sudah saja..
sebentar...sebentar.. jangan-jangan selama ini saya menulis blog karena saya tak punya teman yang cukup baik untuk mendengarkan saya?
well karena sudah ada nala mungkin ya, yang mendengarkan semua keluhkesah sumpahserapah saya? bisa jadi. dulu, ada cindywittydeavina, setelahnya lagi ada gengpekpek, lalu ada gengjurnas, dan ada gengfortadik.
setelah menjadi dosen?
i dont really have a friend. i do hang out with my colleges and nala still my husband, but you know.. i dont have a friend, the one that you told all your dirty secret..
sampai saya menemukannya. yap! i have found a great one. icha, dats her name. but unlike the other one. i'm gonna try to write this time. i promise. sumpah pramuka.
ikot
well, tetap saja sih tidak ada isinya.
sambil minum hot cinnamon cappucino, saya sempat berpikir: kenapa saya jadi malas menulis?
apakah:
a. karena perkejaan saya sebagai sekretaris jurusan menuntut waktu terlalu banyak
b. membimbing skripsi mahasiswa menuntut waktu terlalu banyak
c. sensitifitas saya terhadap sebuah masalah berkurang
d. saya kehilangan kemampuan menulis saya
hmmm... bisa jadi perpaduan semuanya. tepat saat saya berpikir seperti itu, sesosok makhluk bernama "ego" keluar dan menyapa saya: hi, you were a journalist. you supposed to be great in writing. damn the ego is right. i used to earn money from that kind of activity.
setelah berpikir beberapa saat, seorang teman-a pretty one-datang menghampiri. dan langsung saja saya menceritakannya tentang perasaan saya. dan, sepertinya sudah saja..
sebentar...sebentar.. jangan-jangan selama ini saya menulis blog karena saya tak punya teman yang cukup baik untuk mendengarkan saya?
well karena sudah ada nala mungkin ya, yang mendengarkan semua keluhkesah sumpahserapah saya? bisa jadi. dulu, ada cindywittydeavina, setelahnya lagi ada gengpekpek, lalu ada gengjurnas, dan ada gengfortadik.
setelah menjadi dosen?
i dont really have a friend. i do hang out with my colleges and nala still my husband, but you know.. i dont have a friend, the one that you told all your dirty secret..
sampai saya menemukannya. yap! i have found a great one. icha, dats her name. but unlike the other one. i'm gonna try to write this time. i promise. sumpah pramuka.
ikot
Tuesday, April 01, 2008
Waktunya untuk Berkomitmen
Saya memutuskan untuk menikah.
Saat Nala bilang kalau tidak ada alasan untuk menunda. Semakin menunda, akan semakin ragu.
Saya memutuskan untuk menikah saat Nala menjadi sangat bawel, sangat cerewet, dan sangat rese’. Semua dikomentarinya, semua dikeluhkannya, semua dikritiknya. Dia menjadi saya.
Saya memutuskan menikah saat saya lebih bersikap positif, lebih sedikit bicara, dan lebih menerima hal-hal yang sudah terjadi. Saya menjadi dia.
Saya memutuskan untuk menikah ketika pada suatu sore, kami menyusuri Jakarta dengan motor dan dia bilang, “Kesayanganku itu cuma kamu.”
Seorang teman pernah bertanya, “Kot lo sayang Nala atau si Lelaki-pujaan-sejak-dulu-kala-yang-gantengnya-bukan-main?”
Saya bilang kalau saya sayang pacar saya. Lalu, dia bertanya lagi. “Kalau Lelaki-pujaan-sejak-dulu-kala-yang-gantengnya-bukan-main datang ke hadapan lo dan bilang kalo dia sayang ama lo, gimana?”
Saya bilang, saya tak mau menemuinya. Resikonya sangat besar. Lebih baik tidak bertemu dan mengalami hal itu. Saya sudah berkomitmen memilih Love, bukan Lust.
** Tenang, kemarin itu baru lamaran. Nikahnya masih pertengahan tahun kok.
Saat Nala bilang kalau tidak ada alasan untuk menunda. Semakin menunda, akan semakin ragu.
Saya memutuskan untuk menikah saat Nala menjadi sangat bawel, sangat cerewet, dan sangat rese’. Semua dikomentarinya, semua dikeluhkannya, semua dikritiknya. Dia menjadi saya.
Saya memutuskan menikah saat saya lebih bersikap positif, lebih sedikit bicara, dan lebih menerima hal-hal yang sudah terjadi. Saya menjadi dia.
Saya memutuskan untuk menikah ketika pada suatu sore, kami menyusuri Jakarta dengan motor dan dia bilang, “Kesayanganku itu cuma kamu.”
Seorang teman pernah bertanya, “Kot lo sayang Nala atau si Lelaki-pujaan-sejak-dulu-kala-yang-gantengnya-bukan-main?”
Saya bilang kalau saya sayang pacar saya. Lalu, dia bertanya lagi. “Kalau Lelaki-pujaan-sejak-dulu-kala-yang-gantengnya-bukan-main datang ke hadapan lo dan bilang kalo dia sayang ama lo, gimana?”
Saya bilang, saya tak mau menemuinya. Resikonya sangat besar. Lebih baik tidak bertemu dan mengalami hal itu. Saya sudah berkomitmen memilih Love, bukan Lust.
** Tenang, kemarin itu baru lamaran. Nikahnya masih pertengahan tahun kok.
Wednesday, October 10, 2007
Sepatu
.jpg)
"Tuh kan! Kamu beli sepatu lagi!" kata pacar saya.
"Sepatuku tuh udah rusak, tau!" balas saya.
"Tapi sepatu kamu kan udah banyak," kata dia lagi.
"Iya, tapi udah pada rusak. Nggak bisa dipake liputan lagi," kilah saya.
Sebenarnya saya bukan tipikal perempuan yang gemar berbelanja sepatu atau tergila-gila dengan tas merek tertentu. Saya punya banyak sepatu karena pekerjaan saya membuat saya harus membeli sepatu.
Saya bukannya model sepatu, desainer sepatu, atau apa. Cuma seorang reporter. Tapi, pekerjaan ini menuntut mobilitas yang tinggi dan sepatu yang bagus (dalam artian cukup trendy, bisa dipakai berlari mengejar nara sumber, mudah dicopotdipakai segera, tahan hujan, dan tidak membuat kaki lecet kalau dipakai).
Dulu, saya memakai sepatu kets. Sekarang, saya memilih model yang sedikit lebih manis. Makudnya, model yang dipakai kebanyakan perempuan di Mall. Hehehehe...
Herannya, sekuat apapun, semahal apapun, dan merek apapun yang saya beli, sepertinya sepatu-sepatu itu selalu kewalahan menemani saya. Paling lama, sepasang sepatu bertahan 6 bulan! Itu pun kalau saya pakai bergantian dengan sepatu lainnya. Kalau saya pakai terus-terusan, paling-paling hanya 3 bulan.
Hmm... Seneng juga sih, jadi ada alasan beli sepatu. Hehehe...
Setelah bertanya ke beberapa teman sekator (yang perempuan), ternyata mereka juga mengalamai hal yang sama. Apa jangan-jangan sepatu-sepatu tadi dibuat sedemikian rupa sehingga tak tahan lama? Bisa jadi. Soalnya tiap jangka waktu itulah produsen sepatu mengeluarkan model-model terbaru.
Kalau dipikir-pikir, selain tunjangan ini itu, harusnya perusahaan media massa menganggarkan tunjangan sepatu ke reporter mereka. Kalau bisa, menjalin kerja sama dengan produsen sepatu tertentu! Hehehe...
Tuesday, July 24, 2007
Ini ucapan selamat ulang tahun yang paling membuat saya haru.
Tanpa mengecilkan semua kalian yang juga mengucapkannya.
Untuk ucapan, tahun ini banyak kejutan.
Ada yang selalu salah tanggal, tapi kali ini pas.
Ada yang selalu telat, tapi kali ini tidak.
Ada yang berkata, "Selamat ulang tahun ya sayang."
Saya berharap, semua doa untuk saya terjadi juga pada kalian.
from: meita_a@jurnas.com
to: ika@jurnas.com
subject: BUAT IKOT
to my beloved best friend
Ikot sayang, met ultah ya.. tenang..gue nga minta traktir kok..heuheuheuheu...gue cuma sekedar pengen ucapin selamat ulang tahun..
kalo biasanya orang - orang ngucapin met sukses ya..moga-moga panjang umur ya..and so on and so on...kalo gue mau ucapin...semoga lo sempet nyobain yang namnya roller coaster di disneyland, semoga loe sempet salaman ama pinguin, bermain salju dengan orang yang elo cinta (ama sih nala itu mungkin, hohohoho) semoga loe sempet nyobain dive di irian jaya, smoga lo bakal nyobain ngelus-ngelus harimau putih di taman safari, semoga nanti anak-anak lo jadi orang yang baik hati dan suka menolong, semoga lo menemukan jalan hidup lo, semoga lo dapat apa yang terbaik dunia ini bisa tawarkan ke talapak tangan lo, semoga lo bisa nyusul gw ke Jerman =')
semoga lo sempet datengin chocolat festival, semoga loe bisa noton F1 di sirkuit jalan raya di monaco, semoga lo ngga pernah kekurangan materi, tapi lo selalu kekurangan kesombongan, semoga loe selalu tahu jalan mana yang lo ambil, semoga lo selalu .......dapat yang terindah di semua sudut mata lo...
HEPY B'DAY MY DEAR... LUVU MUCH..!!!!!
Tanpa mengecilkan semua kalian yang juga mengucapkannya.
Untuk ucapan, tahun ini banyak kejutan.
Ada yang selalu salah tanggal, tapi kali ini pas.
Ada yang selalu telat, tapi kali ini tidak.
Ada yang berkata, "Selamat ulang tahun ya sayang."
Saya berharap, semua doa untuk saya terjadi juga pada kalian.
from: meita_a@jurnas.com
to: ika@jurnas.com
subject: BUAT IKOT
to my beloved best friend
Ikot sayang, met ultah ya.. tenang..gue nga minta traktir kok..heuheuheuheu...gue cuma sekedar pengen ucapin selamat ulang tahun..
kalo biasanya orang - orang ngucapin met sukses ya..moga-moga panjang umur ya..and so on and so on...kalo gue mau ucapin...semoga lo sempet nyobain yang namnya roller coaster di disneyland, semoga loe sempet salaman ama pinguin, bermain salju dengan orang yang elo cinta (ama sih nala itu mungkin, hohohoho) semoga loe sempet nyobain dive di irian jaya, smoga lo bakal nyobain ngelus-ngelus harimau putih di taman safari, semoga nanti anak-anak lo jadi orang yang baik hati dan suka menolong, semoga lo menemukan jalan hidup lo, semoga lo dapat apa yang terbaik dunia ini bisa tawarkan ke talapak tangan lo, semoga lo bisa nyusul gw ke Jerman =')
semoga lo sempet datengin chocolat festival, semoga loe bisa noton F1 di sirkuit jalan raya di monaco, semoga lo ngga pernah kekurangan materi, tapi lo selalu kekurangan kesombongan, semoga loe selalu tahu jalan mana yang lo ambil, semoga lo selalu .......dapat yang terindah di semua sudut mata lo...
HEPY B'DAY MY DEAR... LUVU MUCH..!!!!!
Tuesday, June 26, 2007
Waduh!
Waktu sudah 18:16
Seorang teman kerja di samping saya sedang buru-buru mengetik data yang didapatnya di lapangan.
Seorang teman di depan saya sedang menelepon.
"Pak, saya mau konfirmasi masalah si Anu yang itu. Apa benar?"
"Lho? Tadi si Anu udah ngaku sendiri kok. Dia bilang was wes wos....."
"Jadi bapak nggak mau berkomentar?"
"Oke... Lalu? Iya... Ooooh..."
"Baik, terima kasih pak"
Seorang redaktur yang mirip Omas berteriak-teriak minta diperhatikan.
"Aduh! Si Ucok ngirim beritanya ngaco! Masa aku harus ketik ulang semua?"
"Aduh! Maag gue kambuh!"
"Wah! Bagus ini, bisa buat halaman satu!"
Setelah berkata semuanya entah pada siapa, si Omas berlari melaporkan berita calon halaman satunya ke boss redaktur.
Seorang redaktur yang menderita sok-tahu-akut-mendatangi seorang repoter.
"Kamu dapat berita Itu? Coba kita bikin dari angle kanan. Koran lain pasti angle kiri. Kalau perlu kita dari atas dan dari bawah juga."
Seorang redaktur pemalas berteriak.
"Cumi-cumi, kamu dapat A? B? C? D? E?"
"Buruan dong ngetiknya"
Saya?
Sedang menulis harian. Sebelumnya sempat minum Ice Cappucino, menelepon pacar, kirim E-mail, dan mengatur tumpukan kartu nama. Sebentar lagi saya mau berangkat kuliah.
Tulisan yang saya buat?
Belum ada.
Waktu sudah 18:16
Seorang teman kerja di samping saya sedang buru-buru mengetik data yang didapatnya di lapangan.
Seorang teman di depan saya sedang menelepon.
"Pak, saya mau konfirmasi masalah si Anu yang itu. Apa benar?"
"Lho? Tadi si Anu udah ngaku sendiri kok. Dia bilang was wes wos....."
"Jadi bapak nggak mau berkomentar?"
"Oke... Lalu? Iya... Ooooh..."
"Baik, terima kasih pak"
Seorang redaktur yang mirip Omas berteriak-teriak minta diperhatikan.
"Aduh! Si Ucok ngirim beritanya ngaco! Masa aku harus ketik ulang semua?"
"Aduh! Maag gue kambuh!"
"Wah! Bagus ini, bisa buat halaman satu!"
Setelah berkata semuanya entah pada siapa, si Omas berlari melaporkan berita calon halaman satunya ke boss redaktur.
Seorang redaktur yang menderita sok-tahu-akut-mendatangi seorang repoter.
"Kamu dapat berita Itu? Coba kita bikin dari angle kanan. Koran lain pasti angle kiri. Kalau perlu kita dari atas dan dari bawah juga."
Seorang redaktur pemalas berteriak.
"Cumi-cumi, kamu dapat A? B? C? D? E?"
"Buruan dong ngetiknya"
Saya?
Sedang menulis harian. Sebelumnya sempat minum Ice Cappucino, menelepon pacar, kirim E-mail, dan mengatur tumpukan kartu nama. Sebentar lagi saya mau berangkat kuliah.
Tulisan yang saya buat?
Belum ada.
Monday, March 19, 2007

Para Prajurit Berbaju Pelaut dari Bulan
Dengan kekuatan bulan, akan menghukummu!
Kemarin saya ke toko DVD (bajakan). Sebenarnya, saya mau mencari film-film komedi romantis atau drama.
Karena sebagian besar sudah saya tonton, akhirnya saya melihat-lihat jenis film yang lain. Iseng-iseng, saya melihat DVD animasi. Dan disitulah mereka, para prajurit berbaju pelaut dari bulan a.k.a Sailormoon.
Usagi, Amy, Rei, Luna, Artemis, dan Tuxedo Bertoopeng. Saya melihat DVD film Sailormoon dan rasanya saya kangen sekali. Tanpa perlu lama-lama berpikir, saya membeli DVD itu.
Sampai di rumah, saya menontonnya sampai habis. Ah, sudah lama sekali rasanya.
Sampai di rumah, saya menontonnya sampai habis. Ah, sudah lama sekali rasanya.
Dulu, sekitar kelas 4-6 SD, Usagi dan teman-temannya mewarnai kehidupan saya. Bahkan, saya punya geng yang terdiri dari lima orang dan masing-masing kami mewakili satu prajurit.
Hmm...Dulu, saya adalah Sailor Mercury, Ami Mizuno, si rok biru, rambut pendek, serius, dan pintar (tidak seperti Usagi yang bodoh dan ceroboh).
Asal kamu tahu saja, saya mengoleksi komik dan kartu/stiker dengan gambar-gambar mereka. Bahkan, saya selalu berharap bisa punya pacar seperti Tuxedo Bertopeng. Ganteng bukan kepalang, pintar, pendiam, cool, jago bertempur, dan dengan mawar merah yang selalu siap sedia.
(Sayang sekali Tuxedo Bertopeng hanya tokoh dalam sebuah komik)
Ngomong-ngomong, rasanya saya masih ingat lirik lagu film Sailormoon.
Maaf kutak pernah berterus terang
Kutakut tak mempercayaimu
Namun sebelum ku berganti rupa
Ingin aku menemuimu
Dengan bermandi cahaya bulan
Yang cemerlang di malam yang gelap
Memang telah lama aku rasakan ingin menolong yang lemah
Kutakut tak mempercayaimu
Namun sebelum ku berganti rupa
Ingin aku menemuimu
Dengan bermandi cahaya bulan
Yang cemerlang di malam yang gelap
Memang telah lama aku rasakan ingin menolong yang lemah
Tiba-tiba keajaiban terjadi, kekuatan muncul di diri
Untung melawan s’mua kejahatan, kekuatanku harus digunakan
Menegakkan segala kebenaran, ini keajaiban alam
Aku mempercayainya
Ini keajaiban alam!
Menegakkan segala kebenaran, ini keajaiban alam
Aku mempercayainya
Ini keajaiban alam!
Dunia Seakan Menyempit
Bajuku dulu, tak begini
Tapi kini tak cukup lagi
Kupintar, kubesar, tambah tinggi...
Bagaimana kalau tambah gendut?
Hal itulah yang sedang saya alami.
November 2005, waktu baru saja lulus kuliah, berat badan saya 45 kilogram. Sebulan menganggur, lalu menjadi 47 kilogram.
Setelah bekerja, berat saya naik hingga 50 kilogram.
Saat ini, berat saya 55 kilogram dengan tinggi badan yang segitu-gitu aja, 148 senti meter.
(Tapi, kalau harus mengisi kolom tinggi badan di suatu formulir, saya biasanya menulis 150 senti meter! Hehehe...)
Ada beberapa penyebab berat badan saya terus naik. Sebulan lalu, saya sakit typus dan gejala demam berdarah. Meski bosan setengah mati, tapi saya harus istirahat total sekitar dua minggu.
Istirahat total itu artinya tidur sepanjang hari, makan, nonton TV, dan makan, dan tidur, dan makan, dan tidur...
Baru 10 hari, saya sudah kembali bekerja. Dan selama 10 hari itulah berat badan saya bertambah tiga kilo.
Penyebab kedua saya tambah gendut adalah karena punya pacar. Bisa jadi karena pacar saya gendut, mungkin juga karena saya bahagia, atau mungkin karena kami sering makan di luar.
Penyebab ketiga karena saya sedang kuliah S2 dengan mengambil kelas eksekutif. Untuk program ini, biaya kuliahnya lebih mahal dari kelas reguler. Sebagai gantinya, mahasiswa kelas eksekutif disediakan makan malam.
Hidangan prasmanan yang terdiri dari nasi, satu jenis sayur sop, tiga jenis lauk, dua-tiga jenis kue basah, buah, kerupuk, sambel, dan aneka minuman, seperti teh, kopi, jahe, atau es buah.
Makanan prasmanan ini adalah godaan terbesar untuk “diet tanpa makan malam” saya. Betapa tidak, hampir semua lauk yang disediakan rasanya enak. Padahal, kateringnya berganti-ganti tiap tiga bulan!
Penyebab keempat adalah waktu bekerja. Sejak pagi hingga siang, biasanya saya di lapangan. Mau tak mau, makan siang bukan prioritas dan kadang dilakukan terburu-buru, makan di warung terdekat, atau diundur hingga sore.
Sore, saya harus mengetik hasil liputan. Kamu tahu kan, mengetik itu berarti berpikir dan berpikir membutuhkan lebih banyak kalori daripada melakukan kegiatan fisik. Artinya, selepas mengetik (dan pasti malam hari), saya membutuhkan kalori dan dapat menikmatinya dengan lebih santai.
(Itu juga kenapa saya paling susah “diet tanpa makan malam”)
Penyebab kelima adalah mobil saya. Hampir setahun saya menyetir mobil ke tempat kerja, liputan, atau ke mana saja sejauh saya bisa. Dulu, saya naik bus ke mana-mana. Dulu, saya masih jalan ke halte bus, berlari-lari kecil mengejar bus, atau harus jalan ke tempat tujuan karena tidak dilewati bus.
Saya pernah sengaja tidak bawa mobil dan saya ngos-ngosan hanya karena berjalan dari depan gerbang kantor pusat PLN ke lobby. Hanya sekitar 25 meter dan saya ngos-ngosan seperti nenek-nenek!
Dan akhirnya, inilah saya..
Ukuran baju L (sebelumnya S atau M)
Ukuran celana 29 (sebelumnya 27)
Dan niat yang sangat besar untuk berdiet.
Doakan saya Yaaaaaaaaaaaa!!!
Semangat!
Ps: Sementara mengetik ini, saya sudah makan setoples rempeyek kacang, dua pisang coklat, dan satu kue pukis keju.
(Ya? Apa mah? Makan malam? Iya bentar, aku matiin laptop dulu!)
Bajuku dulu, tak begini
Tapi kini tak cukup lagi
Kupintar, kubesar, tambah tinggi...
Bagaimana kalau tambah gendut?
Hal itulah yang sedang saya alami.
November 2005, waktu baru saja lulus kuliah, berat badan saya 45 kilogram. Sebulan menganggur, lalu menjadi 47 kilogram.
Setelah bekerja, berat saya naik hingga 50 kilogram.
Saat ini, berat saya 55 kilogram dengan tinggi badan yang segitu-gitu aja, 148 senti meter.
(Tapi, kalau harus mengisi kolom tinggi badan di suatu formulir, saya biasanya menulis 150 senti meter! Hehehe...)
Ada beberapa penyebab berat badan saya terus naik. Sebulan lalu, saya sakit typus dan gejala demam berdarah. Meski bosan setengah mati, tapi saya harus istirahat total sekitar dua minggu.
Istirahat total itu artinya tidur sepanjang hari, makan, nonton TV, dan makan, dan tidur, dan makan, dan tidur...
Baru 10 hari, saya sudah kembali bekerja. Dan selama 10 hari itulah berat badan saya bertambah tiga kilo.
Penyebab kedua saya tambah gendut adalah karena punya pacar. Bisa jadi karena pacar saya gendut, mungkin juga karena saya bahagia, atau mungkin karena kami sering makan di luar.
Penyebab ketiga karena saya sedang kuliah S2 dengan mengambil kelas eksekutif. Untuk program ini, biaya kuliahnya lebih mahal dari kelas reguler. Sebagai gantinya, mahasiswa kelas eksekutif disediakan makan malam.
Hidangan prasmanan yang terdiri dari nasi, satu jenis sayur sop, tiga jenis lauk, dua-tiga jenis kue basah, buah, kerupuk, sambel, dan aneka minuman, seperti teh, kopi, jahe, atau es buah.
Makanan prasmanan ini adalah godaan terbesar untuk “diet tanpa makan malam” saya. Betapa tidak, hampir semua lauk yang disediakan rasanya enak. Padahal, kateringnya berganti-ganti tiap tiga bulan!
Penyebab keempat adalah waktu bekerja. Sejak pagi hingga siang, biasanya saya di lapangan. Mau tak mau, makan siang bukan prioritas dan kadang dilakukan terburu-buru, makan di warung terdekat, atau diundur hingga sore.
Sore, saya harus mengetik hasil liputan. Kamu tahu kan, mengetik itu berarti berpikir dan berpikir membutuhkan lebih banyak kalori daripada melakukan kegiatan fisik. Artinya, selepas mengetik (dan pasti malam hari), saya membutuhkan kalori dan dapat menikmatinya dengan lebih santai.
(Itu juga kenapa saya paling susah “diet tanpa makan malam”)
Penyebab kelima adalah mobil saya. Hampir setahun saya menyetir mobil ke tempat kerja, liputan, atau ke mana saja sejauh saya bisa. Dulu, saya naik bus ke mana-mana. Dulu, saya masih jalan ke halte bus, berlari-lari kecil mengejar bus, atau harus jalan ke tempat tujuan karena tidak dilewati bus.
Saya pernah sengaja tidak bawa mobil dan saya ngos-ngosan hanya karena berjalan dari depan gerbang kantor pusat PLN ke lobby. Hanya sekitar 25 meter dan saya ngos-ngosan seperti nenek-nenek!
Dan akhirnya, inilah saya..
Ukuran baju L (sebelumnya S atau M)
Ukuran celana 29 (sebelumnya 27)
Dan niat yang sangat besar untuk berdiet.
Doakan saya Yaaaaaaaaaaaa!!!
Semangat!
Ps: Sementara mengetik ini, saya sudah makan setoples rempeyek kacang, dua pisang coklat, dan satu kue pukis keju.
(Ya? Apa mah? Makan malam? Iya bentar, aku matiin laptop dulu!)
Sunday, March 18, 2007

You Belong to Me
See the pyramid along the nile
Watch the sunrise from the tropical isle
Just remember darling all the while, you belong to me
See the market place and all engine
Send me photograph and souvenir
Just remember when our dreams appear
You belong to me
Send me photograph and souvenir
Just remember when our dreams appear
You belong to me
I'll be so alone without you
Maybe you'll be lonsome too
Maybe you'll be lonsome too
Fly the ocean in a silver plate
See the jungle when it wet with rain
Just remember till you home again
You belong to me
See the jungle when it wet with rain
Just remember till you home again
You belong to me
Tuesday, February 13, 2007
Wednesday, January 10, 2007
Setiap Orang adalah Pahlawan dari Dirinya Sendiri
Sudah seminggu ini saya dipindah ke desk ekonomi. Utamanya, yang berhubungan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di alaman Jurnal BUMN, harus ada pelaporan mendalam tentang BUMN. Minimalnya, tiga tulisan dengan tema yang sama.
Lalu, pada suatu hari, saya disuruh meliput konfrensi pers awal tahun yang diadakan Perum pegadaian. Karena sebelumnya sudah pernah meliput konfrensi pers akhir tahun, saya pikir nanti kondisinya tak jauh berbeda.
Dan ternyata saya benar. Kedua liputan itu serupa. Ada rilis tertulis yang dibagikan ke wartawan dan Direktur Utamanya mau diwawancarai.
Sesudah itu, saya memutuskan untuk kembali ke kantor dan mengetik apa-apa saja yang sudah saya dapat di lapangan. (Sebenarnya sih, di aula ber-AC dengan hidangan Buffet yang melimpah. hehehe)
Pikir saya, ”Hari ini saya bisa pulang lebih sore, lalu bertemu pacar saya, lalu pulang ke rumah, lalu menyempatkan membaca sebelum tidur.”
Tepat saat mobil saya masuk ke halaman kantor, redaktur saya menelepon.
”Halo ika, sudah dapat apa saja?,” kata redaktur saya yang tambun.
”Ini mas, dapat bla...bla..bla...,” jawab saya sambil menyetir dengan satu tangan.
”Bagus. Bikin tulisan panjang ya,” tambah redaktur saya.
Hah?? Tulisan panjang? Memangnya bahan yang saya dapat cukup untuk 3 tulisan dengan karakter minimal 2500???
”Oke mas, nanti kita omongin di atas. Saya udah di parkiran nih,” kata saya sambil mengerem mendadak.
Sampai di atas, saya memutar otak secepat mungkin. Angle-nya apa aja ya? Sayang, redaktur saya keburu datang.
”Ka, gimana?” tanyanya.
Dan kami pun berdiskusi panjang. Hasilnya, angle berita saya tentang: program pinjaman dana tanpa agunan, perubahan status Pegadaian, dan Pendapat pakar (Hehehe... STD!)
Sore itu kawan, adalah sore terberat selama tiga bulan terakhir. Kenapa?
Karena:
1. Bahan yang saya dapatkan kurang untuk tiga tulisan.
2. Saya harus beradaptasi secepat kilat dengan istilah ekonomi.
3. Saya harus mewawancarai pakar yang sangat pintar (dan kritis) sehingga bertanya kembali setiap pertanyaan yang saya ajukan.
(Asal kamu tahu saja, saya paling sebel dengan nara sumber seperti ini. Hihih!)
Sore itu kawan, dengan segenap usaha dan kemampuan analisa yang saya miliki, akhirnya saya pun membuat tiga tulisan panjang tentang pegadaian.
Meski beberapa kali redaktur saya harus mengingatkan deadline.
”Ka, ditunggu lho tulisannya.”
”Ka, udah belum? Kalau bingung, tulis apa adanya saja, nanti saya yang tambah-tambahin.”
Well, tepat pukul 19:17 WIB tulisan saya selesai. Alih-alih, lega, saya malah merasa eneg, mual, kecapaian, dan kelaparan. Ketiga tulisan itu benar-benar menguras energi saya.
Saya pun lalu menelepon pacar saya, kami janjian makan di satu tempat, dan saya makan dengan lahap. Tidak pernah selahap ini, selama sebulan terakhir. Tak ada diet-dietan malam ini. Kalau mau tahu, saya makan sepiring nasi goreng, salad, dan segigit burger pesanan pacar saya.
Keesokan malamnya, saya bercerita tentang apa yang saya alami ke teman saya, Devi. Dan ternyata dia baru saja mengalami hal yang sama.
Devi harus menulis untuk halaman Jurnal Inspirasi. Sebelumnya, tulisan itu diisi oleh wartwan lain. Satunya sejarawan dan satunya lagi penggemar filsafat.
Yang pasti, Devi harus bertempur habis-habisan melawan ketidaktahuannya. Dia membaca banyak artikel dan menyarikan semuanya ke dalam satu tulisan. Dan, tulisan dia terpilih sebagai headline halaman edisi mingguan.
[Yey! We really did it, Dev!]
Malam itu, sehabis menulis begitu banyak, saya makan begitu banyak juga. Saya kekenyangan dan bahagia. Saya tiak tahu apa Devi juga makan banyak setelah itu, yang jelas dia juga merasa senang.
Masing-masing kami memenangkan pertempuran kami. Kami adalah pahlawan untuk diri kami sendiri. Saya yakin, kamu juga pernah menjadi pahlawan untuk diri kamu sendiri.
Cheers!
Ps: Kata teman saya Cindy, bukan happy worker, work harder. Tapi sebaliknya..
Sudah seminggu ini saya dipindah ke desk ekonomi. Utamanya, yang berhubungan dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Di alaman Jurnal BUMN, harus ada pelaporan mendalam tentang BUMN. Minimalnya, tiga tulisan dengan tema yang sama.
Lalu, pada suatu hari, saya disuruh meliput konfrensi pers awal tahun yang diadakan Perum pegadaian. Karena sebelumnya sudah pernah meliput konfrensi pers akhir tahun, saya pikir nanti kondisinya tak jauh berbeda.
Dan ternyata saya benar. Kedua liputan itu serupa. Ada rilis tertulis yang dibagikan ke wartawan dan Direktur Utamanya mau diwawancarai.
Sesudah itu, saya memutuskan untuk kembali ke kantor dan mengetik apa-apa saja yang sudah saya dapat di lapangan. (Sebenarnya sih, di aula ber-AC dengan hidangan Buffet yang melimpah. hehehe)
Pikir saya, ”Hari ini saya bisa pulang lebih sore, lalu bertemu pacar saya, lalu pulang ke rumah, lalu menyempatkan membaca sebelum tidur.”
Tepat saat mobil saya masuk ke halaman kantor, redaktur saya menelepon.
”Halo ika, sudah dapat apa saja?,” kata redaktur saya yang tambun.
”Ini mas, dapat bla...bla..bla...,” jawab saya sambil menyetir dengan satu tangan.
”Bagus. Bikin tulisan panjang ya,” tambah redaktur saya.
Hah?? Tulisan panjang? Memangnya bahan yang saya dapat cukup untuk 3 tulisan dengan karakter minimal 2500???
”Oke mas, nanti kita omongin di atas. Saya udah di parkiran nih,” kata saya sambil mengerem mendadak.
Sampai di atas, saya memutar otak secepat mungkin. Angle-nya apa aja ya? Sayang, redaktur saya keburu datang.
”Ka, gimana?” tanyanya.
Dan kami pun berdiskusi panjang. Hasilnya, angle berita saya tentang: program pinjaman dana tanpa agunan, perubahan status Pegadaian, dan Pendapat pakar (Hehehe... STD!)
Sore itu kawan, adalah sore terberat selama tiga bulan terakhir. Kenapa?
Karena:
1. Bahan yang saya dapatkan kurang untuk tiga tulisan.
2. Saya harus beradaptasi secepat kilat dengan istilah ekonomi.
3. Saya harus mewawancarai pakar yang sangat pintar (dan kritis) sehingga bertanya kembali setiap pertanyaan yang saya ajukan.
(Asal kamu tahu saja, saya paling sebel dengan nara sumber seperti ini. Hihih!)
Sore itu kawan, dengan segenap usaha dan kemampuan analisa yang saya miliki, akhirnya saya pun membuat tiga tulisan panjang tentang pegadaian.
Meski beberapa kali redaktur saya harus mengingatkan deadline.
”Ka, ditunggu lho tulisannya.”
”Ka, udah belum? Kalau bingung, tulis apa adanya saja, nanti saya yang tambah-tambahin.”
Well, tepat pukul 19:17 WIB tulisan saya selesai. Alih-alih, lega, saya malah merasa eneg, mual, kecapaian, dan kelaparan. Ketiga tulisan itu benar-benar menguras energi saya.
Saya pun lalu menelepon pacar saya, kami janjian makan di satu tempat, dan saya makan dengan lahap. Tidak pernah selahap ini, selama sebulan terakhir. Tak ada diet-dietan malam ini. Kalau mau tahu, saya makan sepiring nasi goreng, salad, dan segigit burger pesanan pacar saya.
Keesokan malamnya, saya bercerita tentang apa yang saya alami ke teman saya, Devi. Dan ternyata dia baru saja mengalami hal yang sama.
Devi harus menulis untuk halaman Jurnal Inspirasi. Sebelumnya, tulisan itu diisi oleh wartwan lain. Satunya sejarawan dan satunya lagi penggemar filsafat.
Yang pasti, Devi harus bertempur habis-habisan melawan ketidaktahuannya. Dia membaca banyak artikel dan menyarikan semuanya ke dalam satu tulisan. Dan, tulisan dia terpilih sebagai headline halaman edisi mingguan.
[Yey! We really did it, Dev!]
Malam itu, sehabis menulis begitu banyak, saya makan begitu banyak juga. Saya kekenyangan dan bahagia. Saya tiak tahu apa Devi juga makan banyak setelah itu, yang jelas dia juga merasa senang.
Masing-masing kami memenangkan pertempuran kami. Kami adalah pahlawan untuk diri kami sendiri. Saya yakin, kamu juga pernah menjadi pahlawan untuk diri kamu sendiri.
Cheers!
Ps: Kata teman saya Cindy, bukan happy worker, work harder. Tapi sebaliknya..
Thursday, October 19, 2006
Anak-anak S2
Ada angkatan 2001 yang baru aja lulus, belum bekerja, langsung kuliah S2, biaya di tanggung orang tua.
Ada yang maniak teknologi. PDA, HP, USB Flash Disk, laptop terkini, semuanya dipakai untuk menunjang kuliah.
Ada yang sangat modis. Baju ala bohemian, jeans ala J-lo, rambut dicat, sepatu blink-blik, bedak tidak pernah luntur, lipstik menempel, wangi, bulu mata disapu maskara. Biasanya, di sekeliling mereka selalu menempel banyak lelaki.
(saya pikir kumpulan seperti ini cuma ada waktu SMA saja!)
Ada dosen yang sudah tua dan belajar bersama anak-anak 2001 yang baru lulus. Biasanya mereka jadi korban saat dosen mengajukan pertanyaan dan tidak ada yang mau menjawab.
Ada ibu-ibu. Sukses dalam karir, usia di atas 40 tahun, jinjingan tas segambreng, selalu beli setiap buku yang ditawarkan.
Ada yang selalu masuk keluar kelas. Biasanya karena mengantuk, bosan, mau merokok, atau menerima telepon.
Ada yang mau aja ditunjuk jadi ketua kelas, sekretaris, bendahara. Dengan suka rela harus mengirim soft copy bahan kuliah ke milis, mengopi bahan-bahan kuliah, dan yang lebih hebat lagi, mereka melakukan semuanya sambil sesekali diprotes.
(Kembalian gue mana? kok gue nggak dapet bahan itu? bahan kuliah kemarin belum di posting ke milis ya? bla..bla..bla..
Ada yang jualan kue, jualan barang-barang lucu, jualan kosmetik.
Ada yang selalu datang terlambat.
Ada yang sering nitip absen.
Ada yang nyolot dan jadi musuh bersama. (tapi ini rahasia ya!! inisialnya D, tapi selalu ngotot dipanggil S)
Ada yang sering berkomentar lucu, komentar pedas, atau komentar bodoh.
Dan akhirnya ada saya. Datang nyaris terlambat, duduk paling depan, tertawa cekikikan dengan teman di samping, sehabis kuliah selalu panik bertanya apakah ada bahan kuliah yang harus dikopi, dan pulang paling cepat.
Ada angkatan 2001 yang baru aja lulus, belum bekerja, langsung kuliah S2, biaya di tanggung orang tua.
Ada yang maniak teknologi. PDA, HP, USB Flash Disk, laptop terkini, semuanya dipakai untuk menunjang kuliah.
Ada yang sangat modis. Baju ala bohemian, jeans ala J-lo, rambut dicat, sepatu blink-blik, bedak tidak pernah luntur, lipstik menempel, wangi, bulu mata disapu maskara. Biasanya, di sekeliling mereka selalu menempel banyak lelaki.
(saya pikir kumpulan seperti ini cuma ada waktu SMA saja!)
Ada dosen yang sudah tua dan belajar bersama anak-anak 2001 yang baru lulus. Biasanya mereka jadi korban saat dosen mengajukan pertanyaan dan tidak ada yang mau menjawab.
Ada ibu-ibu. Sukses dalam karir, usia di atas 40 tahun, jinjingan tas segambreng, selalu beli setiap buku yang ditawarkan.
Ada yang selalu masuk keluar kelas. Biasanya karena mengantuk, bosan, mau merokok, atau menerima telepon.
Ada yang mau aja ditunjuk jadi ketua kelas, sekretaris, bendahara. Dengan suka rela harus mengirim soft copy bahan kuliah ke milis, mengopi bahan-bahan kuliah, dan yang lebih hebat lagi, mereka melakukan semuanya sambil sesekali diprotes.
(Kembalian gue mana? kok gue nggak dapet bahan itu? bahan kuliah kemarin belum di posting ke milis ya? bla..bla..bla..
Ada yang jualan kue, jualan barang-barang lucu, jualan kosmetik.
Ada yang selalu datang terlambat.
Ada yang sering nitip absen.
Ada yang nyolot dan jadi musuh bersama. (tapi ini rahasia ya!! inisialnya D, tapi selalu ngotot dipanggil S)
Ada yang sering berkomentar lucu, komentar pedas, atau komentar bodoh.
Dan akhirnya ada saya. Datang nyaris terlambat, duduk paling depan, tertawa cekikikan dengan teman di samping, sehabis kuliah selalu panik bertanya apakah ada bahan kuliah yang harus dikopi, dan pulang paling cepat.
Surat Cinta
Dua hari lalu, teman saya, mas Nafi dari Koran Tempo, bercerita tentang surat cinta. Dulu, sewaktu mengajar di sebuah SMK yang ada di Jakarta, dia pernah dikirimi surat cinta dari salah satu muridnya.
Tiba-tiba saja, saya jadi ingat surat-surat cinta yang pernah saya dapat.
23 tahun umur saya, hanya ada satu orang yang mengirmi saya surat cinta. Ada banyak surat. Semuanya masih saya simpan di sebuah kotak bekas sepatu, bersama dengan kartu ulang tahun dan kartu lebaran yang pernah saya terima dari orang-orang.
Karena cerita Mas Nafi, saya pun membuka kotak itu dan membaca beberapa surat.
Saya paling suka surat yang pertama kali dia berikan.
lebih mirip kartu sebenarnya. Bentuknya seperti bunga yang punya enam kelopak. Terbuat dari karton warna merah dan ditengah-tengahnya ada kertas. Di kertas itu dia menuliskan perasaannya.
Saya tidak akan memberi tahu kamu isinya. (Itu kan rahasia!)
Tapi, saya ingat betul masa di mana dia memberikan surat itu.
Waktu itu, saya kelas dua SMA dan dia kelas tiga. Sudah sore, sudah jam pulang sekolah.
Kami sempat mengobrol sebentar dan tahu-tahu dia memberi saya surat itu. Waktu itu dia bilang,"Jangan bilang siapa-siapa."
Saya bilang,"Iya."
Lalu dia menyuruh saya berjanji. Dan saya pun setuju.
Tapi, ternyata saya bilang-bilang. Saya cerita ke Cindy, Witty, Dea, dan Vina. Bagaimana mungkin saya tidak cerita? Itu kan surat cinta pertama saya!
Setelah itu, dia mengirimi saya beberapa surat lagi. Bahkan setelah saya kuliah pun dia masih mengrimi saya surat cinta.
Yang terakhir, dia mengirimi saya sebuah buku seukuran buku saku. Isinya, kumpulan puisi dan surat-surat cinta selama setahun yang tidak sempat dia kirim ke saya.
Hmm.. Saya yakin kamu ada yang kegelian atau merasa sangat "ABG" sekali atau sangat "Rangga dan Cinta" (Hueeeeek!!!).
Tapi, menurut saya puisi-puisi itu bagus. Saya suka.
Betapapun picisannya isi surat dan pusi cinta itu, saya tetap suka membacanya. terkadang, di saat-saat tertentu, saya merasakan perasaan bahagia sewaktu membaca surat itu pertama kali.
Lagipula, kamu-kamu kan tahu kalau saya ini melankolis! hehehehe...
Jadi, apa kamu juga pernah dikirimi surat cinta?
Dua hari lalu, teman saya, mas Nafi dari Koran Tempo, bercerita tentang surat cinta. Dulu, sewaktu mengajar di sebuah SMK yang ada di Jakarta, dia pernah dikirimi surat cinta dari salah satu muridnya.
Tiba-tiba saja, saya jadi ingat surat-surat cinta yang pernah saya dapat.
23 tahun umur saya, hanya ada satu orang yang mengirmi saya surat cinta. Ada banyak surat. Semuanya masih saya simpan di sebuah kotak bekas sepatu, bersama dengan kartu ulang tahun dan kartu lebaran yang pernah saya terima dari orang-orang.
Karena cerita Mas Nafi, saya pun membuka kotak itu dan membaca beberapa surat.
Saya paling suka surat yang pertama kali dia berikan.
lebih mirip kartu sebenarnya. Bentuknya seperti bunga yang punya enam kelopak. Terbuat dari karton warna merah dan ditengah-tengahnya ada kertas. Di kertas itu dia menuliskan perasaannya.
Saya tidak akan memberi tahu kamu isinya. (Itu kan rahasia!)
Tapi, saya ingat betul masa di mana dia memberikan surat itu.
Waktu itu, saya kelas dua SMA dan dia kelas tiga. Sudah sore, sudah jam pulang sekolah.
Kami sempat mengobrol sebentar dan tahu-tahu dia memberi saya surat itu. Waktu itu dia bilang,"Jangan bilang siapa-siapa."
Saya bilang,"Iya."
Lalu dia menyuruh saya berjanji. Dan saya pun setuju.
Tapi, ternyata saya bilang-bilang. Saya cerita ke Cindy, Witty, Dea, dan Vina. Bagaimana mungkin saya tidak cerita? Itu kan surat cinta pertama saya!
Setelah itu, dia mengirimi saya beberapa surat lagi. Bahkan setelah saya kuliah pun dia masih mengrimi saya surat cinta.
Yang terakhir, dia mengirimi saya sebuah buku seukuran buku saku. Isinya, kumpulan puisi dan surat-surat cinta selama setahun yang tidak sempat dia kirim ke saya.
Hmm.. Saya yakin kamu ada yang kegelian atau merasa sangat "ABG" sekali atau sangat "Rangga dan Cinta" (Hueeeeek!!!).
Tapi, menurut saya puisi-puisi itu bagus. Saya suka.
Betapapun picisannya isi surat dan pusi cinta itu, saya tetap suka membacanya. terkadang, di saat-saat tertentu, saya merasakan perasaan bahagia sewaktu membaca surat itu pertama kali.
Lagipula, kamu-kamu kan tahu kalau saya ini melankolis! hehehehe...
Jadi, apa kamu juga pernah dikirimi surat cinta?
Wednesday, October 18, 2006
Jamrut, bukan Jamrud!
Ada yang tahu jalan Jamrut itu di mana?
Jalan Jamrut itu ada di daerah Kramat, Jakarta Pusat. Tepatnya, ada di sebelah kanan kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Kalau ke arah Senen, berarti kamu harus belok kiri sebelum kantor PBNU.
Saya tahu jalan itu karena katanya sering ada transaksi senjata ilegal di sekitarnya. Mungkin sebulan lalu, pernah ada anggota TNI yang tertangkap polisi karena bertransaksi senjata di jalan itu.
Tapi, baik TNI maupun polisi tak ada yang memberi pernyataan resmi tentang keterlibatan anggota TNI dalam kejadian itu. Padahal, sempat terjadi baku tembak antara polisi dan pelaku.
Hmm.. Kita lewatkan saja bagian itu. Bukan itu yang mau saya ceritakan.
Saya mau memberi tahu kalau saya senang melewati jalan itu.
Jalan Jamrut sebenarnya cuma salah satu jalan sempit yang ada di Jakarta. Berliku-liku, mengikuti aliran kali yang ada di sana.
(Aduh! saya tidak tahu nama kalinya apa)
Jalan Jamrut isinya rumah-rumah kecil, mungkin hanya seluas 50 meter. Saya juga tidak tahu persis. Yang jelas, kalau kamu lewat, kamu bisa sekalian melihat isi rumah.
Kamu bisa lihat orang-orang sedang tidur. Biasanya, di ruang tamu, ada dua atau tiga orang yang tidur. Padahal, ukuran ruang tamu itu paling-paling hanya 3x4 meter. Itu pun masih "saingan" sama lemari TV atau kursi tamu.
Sepandangan saya, biasanya hanya ada kamar tamu dan satu kamar tidur. Tidak ada halaman. Bahkan, tidak ada WC atau kamar mandi.
Makanya, di sepanjang jalan Jamrut terdapat banyak WC atau kamar mandi umum.
Oh iya, di sepanjang jalan juga kamu akan melihat jejeran gerobak. Sepertinya, mayoritas warga yang tinggal di jalan itu adalah penjual gorengan, mie tek-tek, bakso, siomay, atau es kelapa muda. Pokoknya, jajanan pinggir jalan.
Anehnya, saya paling suka lewat jalan ini. Mungkin karena saya membonceng dia, pacar saya.
Hampir selalu, dia ngomong seperti ini, "Nggak ada yang nyangka di Jakarta masih ada daerah kumuh kayak gini. terpinggirkan."
Belum lagi kalau dia tambahkan dengan kata TERMARGINALKAN!
Setelah saya pikir-pikir, mungkin saya suka melewati jalan itu karena semua hal tadi. Melewati jalan Jamrut membuat saya berpikir bahwa saya jauh lebih beruntung dari pada warga jalan jamrut.
Membuat saya bersyukur akan nikmat yang diberi tuhan ke saya.
Sesekali, membuat saya jadi lebih sayang dia.
Kamu bayangkan saja semua perasaan bersyukur itu kamu lewati bersama dengan orang yang kamu sayangi.
Teman saya Odit pernah bilang begini:
"Romantis bukan suasana. Tapi romantis itu ketika lo melewati waktu yang menyenangkan."
Kalau patokannya omongan Odit, berarti melewati jalan jamrut adalah hal yang romantis.
Sebenarnya, saya tidak punya indikator apa saja yang bisa disebut romantis dan apa yang tidak. Tapi, kali ini saya sepakat saja dengan Odit.
*** Waktu berita tentang transaksi senjata itu turun di beberapa harian nasional dan ibukota, sebagian besar salah menuliskan jalan JAMRUT jadi jalan JAMRUD. hehehe... Berarti semuanya ramai-ramai melakukan kesalahan elementer! Haha!
Ada yang tahu jalan Jamrut itu di mana?
Jalan Jamrut itu ada di daerah Kramat, Jakarta Pusat. Tepatnya, ada di sebelah kanan kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU). Kalau ke arah Senen, berarti kamu harus belok kiri sebelum kantor PBNU.
Saya tahu jalan itu karena katanya sering ada transaksi senjata ilegal di sekitarnya. Mungkin sebulan lalu, pernah ada anggota TNI yang tertangkap polisi karena bertransaksi senjata di jalan itu.
Tapi, baik TNI maupun polisi tak ada yang memberi pernyataan resmi tentang keterlibatan anggota TNI dalam kejadian itu. Padahal, sempat terjadi baku tembak antara polisi dan pelaku.
Hmm.. Kita lewatkan saja bagian itu. Bukan itu yang mau saya ceritakan.
Saya mau memberi tahu kalau saya senang melewati jalan itu.
Jalan Jamrut sebenarnya cuma salah satu jalan sempit yang ada di Jakarta. Berliku-liku, mengikuti aliran kali yang ada di sana.
(Aduh! saya tidak tahu nama kalinya apa)
Jalan Jamrut isinya rumah-rumah kecil, mungkin hanya seluas 50 meter. Saya juga tidak tahu persis. Yang jelas, kalau kamu lewat, kamu bisa sekalian melihat isi rumah.
Kamu bisa lihat orang-orang sedang tidur. Biasanya, di ruang tamu, ada dua atau tiga orang yang tidur. Padahal, ukuran ruang tamu itu paling-paling hanya 3x4 meter. Itu pun masih "saingan" sama lemari TV atau kursi tamu.
Sepandangan saya, biasanya hanya ada kamar tamu dan satu kamar tidur. Tidak ada halaman. Bahkan, tidak ada WC atau kamar mandi.
Makanya, di sepanjang jalan Jamrut terdapat banyak WC atau kamar mandi umum.
Oh iya, di sepanjang jalan juga kamu akan melihat jejeran gerobak. Sepertinya, mayoritas warga yang tinggal di jalan itu adalah penjual gorengan, mie tek-tek, bakso, siomay, atau es kelapa muda. Pokoknya, jajanan pinggir jalan.
Anehnya, saya paling suka lewat jalan ini. Mungkin karena saya membonceng dia, pacar saya.
Hampir selalu, dia ngomong seperti ini, "Nggak ada yang nyangka di Jakarta masih ada daerah kumuh kayak gini. terpinggirkan."
Belum lagi kalau dia tambahkan dengan kata TERMARGINALKAN!
Setelah saya pikir-pikir, mungkin saya suka melewati jalan itu karena semua hal tadi. Melewati jalan Jamrut membuat saya berpikir bahwa saya jauh lebih beruntung dari pada warga jalan jamrut.
Membuat saya bersyukur akan nikmat yang diberi tuhan ke saya.
Sesekali, membuat saya jadi lebih sayang dia.
Kamu bayangkan saja semua perasaan bersyukur itu kamu lewati bersama dengan orang yang kamu sayangi.
Teman saya Odit pernah bilang begini:
"Romantis bukan suasana. Tapi romantis itu ketika lo melewati waktu yang menyenangkan."
Kalau patokannya omongan Odit, berarti melewati jalan jamrut adalah hal yang romantis.
Sebenarnya, saya tidak punya indikator apa saja yang bisa disebut romantis dan apa yang tidak. Tapi, kali ini saya sepakat saja dengan Odit.
*** Waktu berita tentang transaksi senjata itu turun di beberapa harian nasional dan ibukota, sebagian besar salah menuliskan jalan JAMRUT jadi jalan JAMRUD. hehehe... Berarti semuanya ramai-ramai melakukan kesalahan elementer! Haha!
Friday, October 06, 2006
Magic is In The Air
October, 6th
Leo (Jul 23 - Aug 22)
You can sense the energetic shift today that may have you feeling like you're on top of the world. This is your time to dream and scheme, so don't let anything hold you back. Although there may not be gold in those hills, you can count on the magic that is in the air.
Itu ramalan bintang saya untuk hari ini. Cocok untuk menggambarkan perasaan saya. Terima Kasih untuk semalam ya sayang... XOXOXOXO
October, 6th
Leo (Jul 23 - Aug 22)
You can sense the energetic shift today that may have you feeling like you're on top of the world. This is your time to dream and scheme, so don't let anything hold you back. Although there may not be gold in those hills, you can count on the magic that is in the air.
Itu ramalan bintang saya untuk hari ini. Cocok untuk menggambarkan perasaan saya. Terima Kasih untuk semalam ya sayang... XOXOXOXO
Tuesday, August 08, 2006
Thursday, July 27, 2006
ULANG TAHUN KE-23
Nobody loves you when you’re 23 (Blink-182)
Senin, 24 Juli, saya berulang tahun yang ke-23.
Dan saya sangat takut perkataan Blink 182 itu terjadi.
Entahlah, yang jelas, saya kehilangan seseorang yang sangat berarti di hari ulang tahun saya.
Tapi, saya juga mendapatkan kembali teman baik saya.
Nobody loves you when you’re 23 (Blink-182)
Senin, 24 Juli, saya berulang tahun yang ke-23.
Dan saya sangat takut perkataan Blink 182 itu terjadi.
Entahlah, yang jelas, saya kehilangan seseorang yang sangat berarti di hari ulang tahun saya.
Tapi, saya juga mendapatkan kembali teman baik saya.
Subscribe to:
Posts (Atom)