Friday, December 07, 2007

Tren Baru: Perpustakaan Maya

Rabu, 07 Nov 2007

Perkembangan internet membuat akses dan pertukaran informasi semakin mudah. Kemudahan ini cenderung membuat mahasiswa meninggalkan perpustakaan dan mencari bahan tulisan ilmiah mereka di internet.

Ketua Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia Dedy Nur Hidayat mengatakan, ke depan, tradisi riset di internet akan semakin menggejala dan menjadi hal yang umum untuk dilakukan.

"Sumber yang ada di internet sangat beragam, mulai dari jurnal ilmiah online, weblog pribadi, ataupun situs media massa . Materi yang tersedia pun semakin banyak, informasi mudah mencari, dan up to date," jelas Dedy.

Tjiptono, Fandy dan Totok Budi Santoso dalam buku Strategi Riset Lewat Internet memaparkan beberapa keunggulan dalam pemanfaatan internet sebagai media riset. Dari segi konektivitas dan jangkauan global, pengaksesan data dan informasi melampaui batas-batas negara. Kondisi tersebut memungkinkan peneliti mendapatkan informasi dari database dan perpustakaan yang lengkap di seluruh dunia dan juga berasal dari beraneka ragam sumber.

Kemudian akses informasi di internet tidak dibatasi waktu karena lingkupnya yang global. Dilihat dari kecepatan, bila dibandingkan dengan sumber data tradisional, riset melalui internet jauh lebih cepat, karena bersifat real time. Kecepatan ini bisa dibandingkan, misalnya pencarian informasi secara elektronik melalui mesin pencari (search engines) dengan pencarian lewat katalog perpustakaan atau pencarian buku/jurnal di rak-rak perpustakaan.

Selain kecepatan, kenyamanan juga akan didapatkan, karena peneliti lewat internet tidak harus menghadapi berbagai birokrasi. Selain itu, berbagai fitur (features) yang di rancang khusus dan user-friendly sangat memudahkan peneliti mengakses berbagai situs internet. Kemudahan akses juga akan didapat dengan adanya dukungan fasilitas komputer yang terhubung ke internet baik itu di kampus, di warnet (warung internet) maupun milik pribadi.

Dibandingkan membeli jurnal asli, penelusuran informasi lewat internet jauh lebih murah. Apalagi banyak situs yang menyediakan jasa informasi secara cuma-cuma. Pencarian data juga akan lebih interaktif dan fleksibel jika topik dan hasil riset bisa didiskusikan melalui sarana di internet misalnya mailing list atau chatting. Dengan itu, peneliti bisa mengikuti perkembangan terbaru atau meminta komentar dan penilaian dari berbagai pihak.

"Tapi internet juga punya kelemahan. Kita tidak bisa mengontrol apakah sumber itu reliable. Selain itu, data di internet sangat mudah untuk dimaipulasi. Bisa saja seseorang mengambil informasi di blog lalu diubah-ubah sedikit," kata Dedy.

Ia juga menegaskan perlunya inisiatif dari dosen pembimbing yang bersangkutan untuk mengecek informasi dari internet yang ada dalam karya ilmiah. "Karena data yang ada sulit dikontrol, maka yang paling penting adalah mendahulukan control terhadap keautentikan data," ujarnya.

Hal serupa juga dipaparkan Tjiptono, Fandy dan Totok Budi Santoso. Menyebarkan kuisioner di internet membuat peneliti sulit mengidentifikasi identitas responden. Setiap orang bisa saja mengisi kuesioner secara on-line tanpa bisa dicegah atau dibatasi, termasuk yang bukan target respons.

"Belum tentu responden menggunakan identitas asli. Oleh karena itu, membuat riset secara on-line harus benar-benar selektif dalam menentukan sampling dan cara responden memberikan jawaban," tulis mereka dalam buku.

Selain itu informasi di internet sangat banyak dan beragam, namun tidak semuanya dibutuhkan. Pencarian tanpa strategi khusus bisa membuat peneliti pemula di internet mengalami frustrasi. Dan ancaman virus kadangkala sangat menggangu kelancaran.

Karena setipa orang bebas membuat homepage dan menampilkan berbagai informasi maka tidak semua data dan informasi yang didapatkan valid untuk dijadikan acuan dalam penelitian. Selain itu sumber informasi di internet mudah berubah. Mau tak mau, peneliti harus selalu mencermati perubahan tersebut bila mengutip sumber bersangkutan.

Berbagai penelitian menunjukkan, internet lebih efektif untuk menjangkau responden yang termasuk kelompok berdaya beli atau berpenghasilan dan berpendidikan relatif tinggi. Dengan demikian, internet kurang efektif bagi penelitian yang kelompok sampelnya adalah masyarakat golongan menengah ke bawah. Kekurangan lainnya terletak pada kecepatan akses. Jika waktu akses lambat, tentu biayanya akan semakin mahal.
Ika Karlina Idris

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: