Friday, December 07, 2007


Belajar Mengolah Rasa lewat Fotografi

Selasa, 30 Okt 2007
Perkembangan teknologi digital membawa dampak besar pada perkembangan dunia fotografi. Saat ini, kendala teknologi, hampir-hampir tak menjadi masalah. Berbagai peralatan fotografi digital memungkinkan teknik-teknik fotografi yang dulunya sulit, kini menjadi mudah.

Hanya saja, perkembangan ini ternyata berdampak bagi pendidikan fotografi di Indonesia. Menurut fotografer senior Darwis Triadi, di seluruh Indonesia, hanya ada sekitar tiga atau empat universitas yang mempunya program khusus fotografi. Sayangnya, jumlah tenaga ahli yang di universitas tersebut kurang memadai.

"Saya banyak datang ke universitas untuk memberi masukan tentang perkembangan fotografi, utamanya kea rah digital karena inilah yang sangat kurang. Biar gap di kampus dan perkembangan sebenarnya tidak terlalu jauh," kata Darwis dalam sebuah seminar fotografi yang diadakannya dengan Sampoerna Foundation, Jumat pekan lalu, di Jakarta.

Saat ini, fotografi sudah dapat dijangkau semua kalangan, dari murid sekolah dasar hingga ibu rumah tangga. Yang paling penting, katanya, adalah menekankan bahwa fotografi adalah seni. Jadi, seseorang harus mengolah rasanya dan menghancutkan semua aturan-aturan baku tentang fotografi.

Berbicara foto tentulah tak jauh dari seni. "Jika teknis tak lagi jadi kendala, maka mata kitalah yang harus dilatih. Dilatih menangkap komposisi yang bagus dan bias berkompromi dengan alam," ujar Darwis yang sudah menekuni dunia ini selama 25 tahun.

Cara paling mudah untuk mengolah seni, menurutnya adalah tidak mengikuti angle (sudut pengambilan gambar) yang sering dilakukan orang lain. Jika bepergian ke suatu tempat, jangan mudah percaya dengan pemandu wisata. "Eksplorlah tempat-tempat yang tidak dikunjungi turis. Kalau angle anda sama dengan yang lain, tak akan spesial."

Untuk itu, katanya, menekuni fotografi memerlukan komitmen dan semangat, motovasi, dan mental yang kuat. Belajar fotografi, ucapnya, adalah belajar mengolah rasa, sedang kamera dan komputer hanyalah alat. "Jangan sekali-kali tergantung pada alat," katanya.

Seseorang yang belajar fotografi harus dapat berdialog dengan diri sendiri agar seni yang terdapat dalam dirinya muncul. Contoh sederhanyanya adalah membedakan seni fotografi dengan pornografi. Kedua, kata Darwis, hanya dibedakan oleh tujuan dan kepekaan rasa.

"Kalau mau ke arah seni, lakukanlah dengan semangat yang baik dan tanggung jawab moral. Lalu, kalau mau dikomersilkan juga tidak mengapa. Selama ini banyak fotografer yang merasa melacurkan dirinya jika menjual foto. Padahal, sebuah karya seni sudah biasa diperjualbelikan," urai Darwis yang terkenal senang memotret perempuan cantik. Ika Karlina

Dimuat di Jurnal Nasional

No comments: