Wednesday, June 20, 2007

Mengapa Museum? Kenapa Malam Hari?

Jakarta | Jurnal Nasional

MENGUNJUNGI museum pada malam hari sebenarnya bukan hal baru. Acara serupa ini sudah muncul pada 2002. Kunjungan ke Museum Bahari sebenarnya adalah acara keenam yang dilakukan Komunitas Peduli Sejarah dan Budaya Indonesia atau dikenal dengan Komunitas Historia.

Menurut pendiri sekaligus ketuanya, Asep Kambali, saat ini penghargaan masyarakat terhadap sejarah sangat kurang. Kondisi itu diperparah dengan penurunan kualitas dan kuantitas bangunan tua. “Mungkin karena terlalu banyak mal,” ujarnya .

Untuk mengubah pandangan masyarakat dan kebijakan pemerintah, katanya, sangat sulit dilakukan. “Di tataran elit saja sulit, apalagi yang tak punya kekuatan seperti kami,” kata Asep.

Dengan optimisme tinggi, ia pun membentuk komunitas ini. Sebagian besar komunikasi terjalin melalui mailing list (milis). Saat ini suda ada sekitar 1318 anggota milis Komunitas Historia. Setiap hari, katanya, bertambah paling tidak 10 orang. Rencana jalan-jalan atau kunjungan ke museum dibicarakan di milis ini dan direalisasikan bersama. Selain itu, Asep juga berusaha mengajak beberapa selebritas bergabung.

Meski sebagian besar dilakukan untuk umum, namun beberapa kali mereka mengadakannya bagi anak sekolah. Hanya saja, acara itu tergantung permintaan sekolah. Tak bisa dipungkiri, acara untuk anak sekolah memakan biaya yang lebih besar. “Karena mungkin mereka dianggap punya anggaran khusus,” kata Asep.

Tiap peserta acara Night Trails at Museum malam itu dikenakan biaya sebesar Rp75 ribu. Dengan harga itu, peserta mendapatkan makan malam, air mineral, seorang pemandu wisata, pin Historia, hand out, tiket masuk, kipas tukang sate, dan bisa menyaksikan pemutaran film tempo doeloe. Setiap pengunjung diberi kipas karena udara cukup panas dan lengket.

“Dari jumlah itu, paling-paling hanya bisa disisihkan Rp5.000 per orang. Itu pun untuk ongkos teman-teman yang ikut membantu penyelenggaraan acara ini,” katanya.

Yang jelas, Asep mengakui bahwa ada momen-momen yang bisa meraup peserta cukup banyak, bahkan bisa sampai 400 orang. Salah satunya adalah wisata perjalanan kampung China. “Diadakan setiap musim Imlek dan ini acara yang paling laris.”

Lalu, kenapa harus dilakukan malam hari? Menurut ia, pemandangan museum akan terlihat lebih cantik pada malam hari. Suasananya lebih teduh dan santai.

Hal senada dikatakan Sukma Wijaya, pendamping tur malam itu. Ia mengatakan, antusiasme pengunjung lebih terasa jika dilakukan pada malam hari. Suasana yang gelap dan senyap membuat mereka berada di masa yang berbeda.

“Mungkin karena mereka anggap kegiatan ini unik, jadinya memang niat datang ke museum. Dan pasti mereka akan promosi ke teman atau keluarga,” ujar Sukma.

Yansen, mahasiswa Jurusan Geografi tingkat akhir sebuah PTN di Jakarta, mengaku datang sendiri. Ia juga tergabung dalam Komunitas Historia, meski baru dua bulan. “Jangan sampai deh anak Jakarta nggak tahu lingkungan mereka sendiri. Penjajah aja datang dan ngebangun Batavia. Sementara yang tinggal di sini malah ngerusak,” katanya.

Ia juga mengakui bahwa minatnya belajar sejarah timbul karena tuntutan ilmu yang dipelajarinya. “Geografi itu kan mempelajari segala hal yang ada di permukaan tanah, termasuk juga museum ini,” ujarnya.

Belajar sejarah memang harus berawal dari rasa suka. Setelah itu, harus dari awal. Sejarawan dari Leiden University, Professor Leonard Blusse, mengatakan, kegemarannya terhadap sejarah timbul dari kegemarannya mengunjungi museum saat masih kecil.

Ika Karlina Idris

No comments: