Tuesday, December 26, 2006

Pembangunan Otak Kanan

Jakarta-Jurnal Nasional

Angkasa hanya terang sebagian. Bintang-bintang yang ada ternyata hanya bersinar redup-redup. Bintang-bintang itu ada tapi tak bercahaya. Mereka belum mati, hanya tertidur.

Lalu, apa artinya bintang tanpa cahayanya yang berkilauan?

Hal yang sama terjadi dengan sel-sel otak manusia Indonesia. Selain tak bercahaya, mereka juga hanya terang di sebagian tempat, di bagian kiri. Sedang di bagian kanan, sel-sel otak tertidur.

Saat seseorang di lahirkan, ia memiliki sekitar 100 miliar sel otak aktif dan 900 miliar sel otak pendukung. Menurut pakar pendidikan Conny R Semiawan, hanya sekitar 5% yang berfungsi dengan baik.

“Padahal, sel-sel otak yang sedemikian banyaknya itu siap untuk memeroses triliunan informasi. Sayangnya, kurang dimanfaatkan oleh sistem pendidikan di sekolah kita. Bahkan, para para penentu kebijakan dan guru pun masih banyak yang tidak tahu hal ini.,” tegas Conny yang pernah menjabat Rektor Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Jakarta-sebelum berubah menjadi Universitas Negeri Jakarta.

Sebagai contoh, guru seringkali hanya menerima satu jawaban untuk satu pertanyaan.
“Jika bapak pergi ke kantor, makanya jawabannya pastilah ibu memasak di rumah. Karena jawaban itulah yang ada di buku panduan mereka. Padahal saat ini ibu-ibu banyak yang bekerja dan kegiatan memasak biasanya di lakukan pembantu,” katanya.

Hal-hal seperti inilah yang membuat sel-sel otak kanan “tertidur”. Fungsi otak untuk berpikir kreatif, imajinatif, dan holistik dianggurkan.Sementara fungsi otak kiri, yaitu berpikir logis, struktur, linier, dan berurutan, banyak dimanfaatkan.

“Itupun hanya untuk mengahafal. Padahal, fungsi ini adalah fungsi terendah dari otak kiri. Masih ada fungsi sintesa, analisa, evaluasi dan aplikasi.”

Seharusnya, pembangunan pendidikan di Indonesia memerhatikan hal ini. Jika fungsi otak kanan dimaksimalkan, maka akan tercipta manusia Indonesia yang dapat berpikir kreatif. Manusia yang fleksibel, mampu mencari banyak pilihan jawaban untuk satu masalah.

Conny adalah perempuan pertama yang menerima penghargaan Hamengku Buwono (HB) IX Award dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Ia dinilai memberikan pengabdian yang besar pada pengembangan pendidikan di negeri ini.

Conny menegaskan bahwa tujuan pembangunan pendidikan Indonesia adalah membangun manusia seutuhnya. Hal ini berarti semua aspek manusia harus dibimbing agar teraktualisasi dengan maksimal.

Pembangunan pendidikan, menurutnya, sangat terkait dengan kompetensi guru. Ada empat kompetensi. Pertama, kompetensi pedagogik dimana guru membiasakan diri untuk mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran. Kedua, adalah kompetensi secara personal. Sisanya, adalah kompetensi professional dan sosial.

Jika keempat hal tersebut dapat dijalankan, maka pembangunan pendidikan di Indonesia, dapat berlangsung sebagaimana mestinya.

Menurutnya, manusia dilahirkan dengan potensi dan bakat yang lebih dari satu. Potensi tersebut harus diubah untuk mencapai kemampuan yang nyata. Seoptimal mungkin sehingga menjadi manusia yang unggul.

“Tapi Indonesia masih jauh ke arah sana. Katakanlah kita masih ada di titik awal untuk menempuh cita-cita itu.” (Ika Karlina Idris)

No comments: