Monday, November 06, 2006

Laki-laki yang Bercerita tentang Senja

Selasa, 31 Oktober 2006

Ada yang bilang, hal yang paling menyenangkan terjadi justru saat kamu tak mengharapkannya.
Saya bertemu kamu lagi hari itu. Dengan cepat saya dapat mengenalimu, meski di antara rak-rak buku.

Ngomong-ngomong, sudah berapa lama kita tak bertemu? Satu tahun? Dua?

Pernah saya melihat bayanganmu, tapi kan itu semu! Tetap saja bukan kamu.

Lalu, layaknya orang yang baru berjumpa, kita saling menyapa. Saya tak tanyakan kabarmu. Apalah gunanya? Kamu terlihat sama seperti terakhir kali saya melihatmu. Kamu jingga.

Dan ceritamu pun berlanjut hingga ke gerai donat yang ada di sebelah toko buku. Untung saja malam itu hujan. Jadi saya tak harus buru-buru pergi ke kampus.

Sebenarnya, bisa saja saya bertemu kamu lagi. Tapi, apa bisa rindu ditahan?

Dan di sanalah kita.. Duduk sambil menatap hujan yang jatuh ke jalan. Menatap melalui kaca jendela gerai donat. Kita melihat orang-orang yang berteduh dari hujan.

Saya menyeruput kopi. Masih panas ternyata. Lalu saya gigit donat selai kacang bercampur coklat.

Saat saya makan, kamu pun mulai bercerita. Selalu sama, tentang SENJA!

Kamu bercerita tentang langit berwarna merah, langit yang terbakar, dan tentang sebuah kota yang selalu berpelangi.

Lagi-lagi, kamu menyuguhkan cerita yang selalu saya suka. Tentang ikan paus berwarna merah, tentang kunang-kunang peliharaan sukab, tentang pencuri senja, dan tentang si peselancar agung.

Mendengarnya, saya lalu membayangkan ada di sebuah pantai sambil melihat senja. Melihat matahari yang membakar langit. Saya merasakan hangatnya matahari senja, angin pantai yang asin, dan ombak yang menyentuh kaki-kaki saya.

Ah, kamu selalu membuat saya terbuai dengan indahnya senja. Padahal, di luar sedang turun hujan deras. Hujan yang membuat seorang kekasih basah. Tapi, tak ada hujan yang cukup deras bagi seseorang yang akan menemui kekasihnya bukan?

Cerita mu rasanya seperti meniduri kasur yang baru dijemur. Selalu ada sisa-sia matahari di sana. Dan kasur seperti ini paling enak ditiduri saat sedang hujan. Karena selalu ada sisa-sisa bau matahari, meski udara sedang dingin-dinginnya.

Kriiiiing..kriiiiing.....

Dia: “Halo, kekasih, saya di depan toko buku. Sudah malam, jadi parkiran sudah tutup. Motor saya ada di sebelah tukang bak pao.”

Saya: ”Iya, saya ke sana.”

Sudah dulu ya, kekasih saya datang menjemput. Kami akan menembus hujan yang tinggal rintik-rintik saja. Tapi, saya akan mengingat hangatnya senja yang kau ceritakan. Pastinya, akan saya tularkan juga ke kekasih saya.

PS: Oh iya, saya baru ingat! kita terakhir kali bertemu tanggal 17 mei dua tahun yang lalu, waktu teman saya puti berulang tahun.

No comments: