Wednesday, April 18, 2007



Nama: Pekerja paruh waktu

Pekerjaan: Pelajar paruh waktu

Status: Pecinta paruh waktu

Tuesday, April 17, 2007

Bekerja untuk Hidup atau Apa?

Minggu lalu, ada awan hitam yang menyelimuti lantai 4 kantor saya. Lantai 4 itu ruangan yang "dihuni" oleh para awak redaksi. Pasalnya, ada 4 orang di antara kami yang diputus kontrak kerjanya. Tanpa Alasan.

Sebenarnya, status karyawan kontrak memang rentan pemecatan. Yang sudah keryawan tetap saja bisa kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), apalagi yang kontrak.

Dua di antara empat orang itu adalah redaktur. Satu mantan redaktur saya dan satunya lagi redaktur yang sekompleksperumahan dengan saya.

Rasanya sedih mengetahui pemutusan kontrak itu. Salah satu dari kedua redaktur itu umurnya sudah kepala 4. Dengan kata lain sudah tidak produktif untuk ukuran karyawan. Selain itu, dia punya dua orang anak dan sebuah mobil yang masih harus dibayar cicilannya selama 34 bulan. Poor Him.

Tiba-tiba saya teringat, sekitar setahun lalu saya pernah berdebat dengan seorang pelatih manajemen perusahaan.

Dia bilang, hidup itu untuk bekerja. Saya bilang, bekerja itu untuk hidup.

Menurut kamu apa?

Yang jelas, karena tidak bekerja, redaktur berumur kepala 4 itu kini tak lagi ceria seperti dulu. Mungkin karena harus melepaskan mobil barunya, mungkin juga karena pusing memikirkan uang sekolah kedua anaknya, atau mungkin sibuk menenangkan istrinya yang selalu bertanya, "Mas, kamu kok bisa dipecat?"